Bullying Butuh Solusi yang Solutif Bukan Sekadar Praktis


MutiaraUmat.com -- Kasus bullying masih menjadi PR besar negeri ini. Baru-baru ini terungkap kasus bullying di kalangan pelajar yang terjadi di lingkungan sekolah maupun pondok pesantren. Di antaranya adalah kasus bullying remaja putri yang dilakukan oleh 4 pelaku remaja putri di Batam (BBC, 28/02/2024). Selain itu ada kasus bullying lagi yaitu penganiayaan santri hingga tewas yang dilakukan oleh senior kepada salah satu santri di pondok pesantren Kediri (BBC, 29/02/2024).

Maraknya kasus bullying di Indonesia, menurut pengamat pendidikan, sudah darurat. Karena kasusnya terus bertambah dan ada tindak penurunan meski Kemendikbud telah menerbitkan sejumlah kebijakan terkait pencegahan kekerasan di satuan pendidikan (BBC, 21/09/24). Kebijakan yang dimaksud adalah pembentukan satgas anti kekerasan di sekolah. Akan tetapi aturan tersebut tidak kunjung membuahkan hasil karena kasus bullying semakin masif. 

Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) terdapat 30 kasus bullying di sekolah sepanjang tahun 2023 . Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21 Kasus. Berdasarkan data tersebut terdapat 50% bullying terjadi pada tingkat SMP, SD 10%, SMA 10% (BBC, 3/07/24).

Maraknya kasus bullying di negeri ini tidak lepas dari penerapan sistem kapitalis sekularisme yang mana memisahkan antara agama dengan kehidupan sehingga melahirkan liberalisme yang mengagungkan kebebasan termasuk dalam bertingkah laku. Paham ini masuk dalam kurikulum pendidikan sehingga wajar peserta didik tercetak menjadi individu yang liberal-sekuler yang abai terhadap halal dan haram. Pendidikan sekuler Hanya mengedepankan nilai materi. Sementara ajaran Islam sebagai ideologi tidak diajarkan. Islam hanya diajarkan sebagai agama ritual belaka. Sehingga hal ini memberikan andil maraknya kasus bullying di negeri ini.

Pendidikan sekuler ini juga berdampak pada maraknya orang tua dan calon orang tua yang tidak memahami cara mendidik anak, tidak memahami apa yang harus ada pada diri anak, yakni kepribadian Islam. Apalagi saat ini sebagian para ibu yang merupakan pendidik generasi mengabaikan perannya dengan alasan bekerja atau bahkan mengejar karir di dunia kerja. 

Belum lagi dampak dari media sosial yang semakin masif di konsumsi generasi saat ini menyebabkan budaya kekerasan semakin merajalela baik itu dengan verbal maupun fisikal. Tontonan game di internet atau film action di TV, yang di sana banyak adegan saling tembak, saling pukul, dan lainnya telah menjadikan kekerasan sebagai hal yang biasa dan seluruh masalah itu dapat diselesaikan hanya dengan kekerasan. 

Sejatinya untuk mewujudkan generasi berkepribadian Islam dan jauh dari aksi bullying secara verbal maupun fisikal harus dilakukan secara komprehensif yaitu dengan menerapkan sistem kehidupan Islam secara menyeluruh. Penerapan sistem pendidikan Islam tersistem dengan memadukan 3 peran pokok perhatian terhadap generasi yaitu keluarga, masyarakat, dan negara. Islam telah memberi petunjuk cara membentuk karakter pemuda yang baik. Dalam hal ini butuh dukungan keluarga. Orang tua yang baik berperan penting mendidik anak dengan panduan Islam agar anak terjauhkan menjadi korban atau pelaku bullying.

Di antara yang harus dilakukan orang tua agar anak tidak menjadi korban bullying adalah:
Pertama. Tanamkan rasa percaya diri pada anak, bahwa dia adalah generasi terbaik karena kemuslimannya sehingga Allah akan mengangkat derajatnya terlebih lagi jika punya ketakwaan.
Kedua. Memastikan kemampuan anak dalam komunikasi sehingga anak mampu mengekspresikan dan mengungkapkan yang diinginkan sehingga tidak menjadi anak yang minder.
Ketiga. Membangun kemampuan problem solving sehingga ketika ada yg menantang berani maju, ada yang memaksa berani menolak dan sebagainya.
Keempat. Membangun paradigma bahwa masalah itu bukan aib sehingga anak tidak akan memendam masalahnya/kesalahannya. 

Adapun agar anak tidak menjadi pelaku bullying, maka yang harus dilakukan orang tua di antaranya:
Pertama. Membangun kesadaran bahwa tindakan bullying adalah pelanggaran terhadap hukum syarak.
Kedua. Mengokohkan keimanan, memberikan pemahaman bahwa Allah maha melihat, maha mendengar, dan Allah maha membalas apapun yang telah dilakukan.
Ketiga. Membiasakan sikap yang benar memperlakukan orang lain.
Keempat. Membangun kemampuan komunikasi cara mengungkapkan sesuatu harus mengelolah emosi dengan baik.
Kelima. Serius menyikapi pelanggaran anak. Pelanggaran sekecil apapun segera beri perlakuan yang tepat dan segera beri pemahaman.

Semua ini sebenarnya terkait dengan sistem pendidikan Islam yang akan membentuk kepribadian Islam dalam diri generasi. Penerapan aturan Islam yang menyeluruh akan membentuk masyarakat secara islami yakni masyarakat yang memelihara budaya amar makruf nahi mungkar. Alhasil, kemaksiatan apapun yang nampak walau kecil, akan mendapatkan perhatian masyarakat untuk dinasihati atau dilaporkan kepada pihak yang berwenang. 

Di sisi lain, media dalam Islam tidak boleh menayangkan kekerasan fisik maupun non fisik yang tentunya akan mudah dicontoh anak-anak. Syariat Islam telah menentukan batasan baik buruk serta halal haram dalam berperilaku. Inilah yang akan menjadi pegangan masyarakat dalam melakukan amar makruf nahi mungkar bukan sekadar kemanfaatan belaka.

Negara yang penerapan Islam secara menyeluruh punya aturan tegas dan sistem sanksi yang bisa memberikan efek jera bagi pelaku kriminal. Pelaku kriminal yang dimaksud adalah setiap individu masyarakat yang melakukan keharaman termasuk bullying. Dengan aturan Islam yang komprehensif dalam naungan institusi yang menerapkan Islam secara menyeluruh, maka akan melindungi generasi dari berbagai kerusakan pemikiran maupun tingkah laku. []


Oleh: Ani Susilowati, S. Pd.
(Aliansi Penulis Rindu Islam)

0 Komentar