Tingginya Beban Hidup Mematikan Fitrah Keibuan


MutiaraUmat.com -- Baru saja kita melangkah di awal tahun 2024, namun sudah banyak dijumpai tragedi memilukan. Belum lama ini masyarakat dikejutkan dengan berita seorang ibu membunuh bayi kandungnya yang baru dilahirkan di Belitung.

Dilansir dari kumparannews (24/01/2024), Rohwana alias Wana (38 tahun), seorang ibu di kabupaten Belitung, Bangka Belitung, ditangkap polisi akibat pembunuhan. Ia membunuh bayinya sendiri di toilet dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan. Kemudian bayi tersebut ia buang di semak semak dalam kebun milik warga sekitar. Rohwana mengaku tega membunuh bayinya karena tidak menginginkan kelahirannya. Alasannya, karena tidak cukup biaya untuk membesarkan. Rohana memiliki suami yang bekerja sebagai buruh.

Bukan sekali dua kali kejadian ayah atau ibu bunuh darah dagingnya, bahkan pada kesempatan lain kabar adik bunuh kakak atau sebaliknya juga tak jarang dijumpai, paman bunuh keponakan dan sebaliknya. Hingga tak terhitung kabar memilukan ini bertebaran di media, seakan nyawa manusia tidak ada harganya.

Manusia normal, secara fitrah tidak ada yang akan terpikir untuk melakukan hal biadab ini. Apalagi pada kasus ini adalah seorang ibu, pasti menginginkan keselamatan dan perlindungan bagi anaknya. Namun apabila akal sudah terpenuhi oleh segala macam beban dan tuntutan kehidupan, alhasil bayi tak bersalah pun terkena imbasnya.

Inilah keniscayaan yang terjadi dalam kehidupan kapitalisme, segala macam kebutuhan hidup berdasarkan materi. Kesenjangan sosial ekonomi tidak dapat dihindarkan. Bagi rakyat kecil, seluruh hajat hidup menjadi beban dan tuntutan akibat mahalnya biaya tempat tinggal, makan, sekolah, pajak, kesehatan, dan segala macam biaya yang harus dikeluarkan akibat komersialisasi layanan yang harusnya bisa mereka dapatkan secara gratis atau terjangkau.
 
Di samping itu, lemahnya ketahanan iman juga tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu menjadi terbebani pemenuhan ekonomi. Ditambah lemahnya kepedulian masyarakat, dan tidak adanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat per individu makin menambah berat persoalan kehidupan.

Dalam Islam, menjamin kesejahteraan ibu dan anak merupakan kewajiban negara, hal ini ditempuh melalui beberapa mekanisme. Diantaranya yakni periayahan dari jalur nafkah, penyediaan lapangan kerja bagi laki-laki tiap keluarga, dukungan masyarakat yang Islami, dan santunan negara islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu memberikan kesejahteraan bagi tiap-tiap individu, dan meniscayakan ketersediaan dana untuk mewujudkannya.

Seperangkat aturan dalam kehidupan dimiliki oleh Islam sebagai agama ritual sekaligus ideologi. Allah SWT telah menyediakan aturan untuk beribadah kepadaNya secara mandiri (habl- min Allah), mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri (habl- bi an-nafsi) serta hubungan manusia dengan manusia lainnya (habl- min an-annas).

Aturan Allah SWT kepada ciptaannya memang tak pernah meleset, terbukti kepemimpinan ideologi Islam pernah berlangsung selama 1.300 tahun, Para pemimpinnya meratakan kesejahteraan umat selama berabad-abad dalam cakupan wilayah negara Islam. Dimulai dari Negara Islam di Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah SAW, kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib), hingga masa kekhilafahan-kekhilafahan setelahnya.

Begitulah kesejahteraan hidup akan terwujud bila menggunakan aturan Islam. Kaum ibu akan fokus pada tugasnya sebagai ummu wa rabbatul bayt, mendidik dan merawat anaknya penuh rahmah. Dan keluarga yang utuh sakinah mawaddah warahmah akan dapat dirasakan oleh seluruh kaum Muslim. []


Oleh: Azhar Nasywa
Aktivis Muslimah

0 Komentar