Kemiskinan Tersembunyi dalam Angka Tanpa Langkah
Mutiaraumat.com -- Tidak bisa dimungkiri bawah suatu negara pasti memiliki masyarakat miskin. Bahkan sekelas negara adidaya pun tidak luput dari kemiskinan, tidak terkecuali juga negeri ini.
Berbicara kemiskinan tentunya harus memiliki standar yang jelas. Karena jika salah dalam menentukan miskin dan tidaknya seseorang, akan berdampak pada solusi penyelesaian.
Lihat saja sampai detik ini kemiskinan belum bisa dituntaskan di negeri ini karena penyebab dan solusi yang salah kaprah. Dalam pendataannya saja sudah berbeda antara standar kemiskinan nasional dan dunia. Ini akan menimbulkan ambigu di tengah masyarakat.
Sebagaimana dilansir dari Tirto.id, (2/5/2025), Bank Dunia menghitung tingkat kemiskinan berdasarkan standar 6,85 dolar AS PPP, membuat jumlah orang miskin RI lebih banyak dari versi BPS.
Perbedaan jomplang standar kemiskinan nasional dan dunia terpampang nyata. Penyebabnya adalah perbedaan standar pengukuran. Seseorang bisa dikategorikan tidak miskin secara nasional, tetapi masuk dalam kategori miskin ekstrem secara global.
Oleh karena itu butuh data yang akurat terhadap realitas kemiskinan di lapangan. Dengan demikian persolaan kemiskinan mampu dituntaskan.
Hanya saja, jika diteliti secara mendalam masalah kemiskinan ini sudah mengkar dan terstruktur. Bahkan bisa dikatakan dimiskinkan. Mengapa? Karena sudah jelas miskin, bahkan ada yang hanya makan satu kali dalam satu hari, tapi nyatanya masi juga ditarik berbagai iuran pajak pada mereka.
Padahal sejatinya mereka masih bisa membelanjakan iuran pajak tadi untuk kebutuhan mereka. Dengan alasan pajak itu kewajiban setiap warga negara. Lalu hak warga negara menikmati infrastruktur. Benarkah demikian?
Faktanya tidak. Ketika warga negara yang miskin sakit, ternyata mereka kebanyakan tidak berobat di rumah sakit karena mahalnya pengobatan di sana. Meskipun ada BPJS, namun ada penyakit yang tidak ditanggung oleh BPJS. Lalu, di mana letak setiap warga negara miskin dijamin oleh negara?
Semua hanya pepesan kosong belaka. Dengan perbedaan standar kemiskinan secara nasional dan dunia ini makin memperlihatkan kesenjangan. Tentunya ada hal yang lain. Bisa jadi perbedaan ini juga karena dampak dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme dalam tata kelola ekonomi dan sosial. Dengan standar rendah, negara bisa mengklaim sukses "mengurangi kemiskinan." padahal itu hanya manipulasi angka untuk menarik investasi.
Ini merupakan kesalahan fatal dan menunjukkan ketidak seriusan negara menuntaskan kemiskinan. Seakan negara berlepas tangan atas kemiskinan ini. Anehnya lagi, para pejabat difasilitasi dengan baik, mulai dari baju dinas, kendaraan, dan lainnya. Belum lagi mereka digaji dari uang rakyat namun sebagai besar dari mereka masih juga korupsi. Padahal gaji mereka di atas rata-rata.
Inilah wajah kapitalisme sekularisme yang diterapkan dalam kehidupan kita hari ini. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin melarat. Maka, bisa disimpulkan bahwa kapitalisme sekularisme gagal menyejahterahkan rakyatnya secara keseluruhan. Kesejahteraan itu hanya dikhususkan kepada orang kaya saja atau yang punya modal saja.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita tinggalkan sistem kapitalisme sekularisme ini yang nyata-nyata tidak mampu menyejahterakan rakyat dan makin mempersulit kehidupan rakyat kecil. Sebenarnya sistem ini bukan kemiskinan saja yang bermasalah, tapi dari segala sisi. Artinya dari akarnya memang sudah bermasalah. Karena dibangun atas asas pemisahan agama dari kehidupan.
Sehingga ketika seseorang atau pemimpin negara melakukan perbuatan, tidak mengambil aturan Tuhan, tapi menggunakan aturan manusia. Di mana sudah menjadi rahasia umum bahwa manusia itu lemah. Maka membutuhkan yang tidak lemah.
Akhirnya, aturan-aturan yang lahir selalu bertentangan dengan fitrah manusia dan memunculkan berbagai problematika tanpa ada solusi yang signifikan.
Padahal jika kita kembali melihat sejarah masa lampau, ada sistem adidaya yang mampu menyejahterakan rakyat tanpa pandang bulu. Sistem itu adalah sistem Islam. Selama diterapkan ia menggunakan sistem ekonomi Islam sebagai solusi untuk mengentaskan kemiskinan.
Islam memandang bahwa pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu adalah tanggung jawab negara, bukan diserahkan kepada mekanisme pasar atau korporasi.
Rasulullah ï·º bersabda: "Imam (khalifah) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi negara Menyiapkan lapangan kerja yang layak bagi laki-laki, dan tidak menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan. Dengan demikian, negara mampu menyejahterakan rakyat tanpa terkecuali. Wallahu a'lam bishshowwab.[]
Oleh: Siti Aminah, S. Pd
(Pegiat Literasi Lainea, Konawe Selatan)
0 Komentar