Duka Gaza di Hari Raya
MutiaraUmat.com -- Di atas puing-puing yang hancur. Gaza menangis dalam kesendirian. Langit seakan pecah oleh suara peluru. Bumi menghujani batu dan aliran darah. Tampak tubuh-tubuh ringan itu beterbangan dengan reruntuhan.
Kain putih selembut sutra di hari raya harus hangus berlumur darah, bahkan langkah mencari serpihan tubuh yang hilang. Anak-anak mungil memeluk erat mayat ayahnya. Ibu-ibu menjerit tapi dunia diam membisu. Ini bukan puisi juga bukan puitis tetapi fakta bahwa Palestina adalah genosida yang menelanjangkan mata.
Tetapi kita diam tak berdaya. Kita bagai buih di lautan, tetapi hati kita mati tersekat tembok kokoh yaitu nasionalisme. Namun sangat menakjubkannya mereka masih bertahan dengan iman yang kita belum tentu mampu memilikinya.
Syair ini merupakan renungan untuk kita kaum muslim kepada saudara kita di Gaza, Palestina. Yang memberikan gambaran iman dan hadirnya ukhuwah yang menyatukan. Kita bagaikan satu tubuh, ketika satu anggota tubuh sakit maka tubuh yang lain ikut merasakannya, begitulah hadis Rasulullah.
Dilansir AFP, selasa (1/4/2025), kementerian kesehatan Gaza melaporkan bahwa sebanyak 80 orang tewas dalam 48 jam terakhir akibat serangan Israel. Korban jiwa tersebar diberbagai wilayah Palestina, memperpanjang daftar panjang dampak konflik yang terus meningkat. Sejak Israel kembali melancarkan serangan ke Palestina pada 18 maret lalu. Jumlah korban tewas terus bertambah. Data terbaru dari kementerian kesehatan Gaza mencatat 1.001 warga Palestina meninggal dunia dalam periode tersebut.
Genjatan senjata yang berisu membawa kemenangan oleh Gaza namun nyatanya dilanggar sebagai politik pengkhianatan yang sengaja dilakukan oleh perdana menteri Netanyahu. Genjatan senjata ini dilakukan antara Hamas dan Israel.
Pengkhianatan ini dilakukan karena banyak mendapatkan tekanan dalam pemerintahan. Mereka berpendapat bahwa genjatan senjata itu telah mempermalukan Israel yang tidak bisa menumpas Hamas di hadapan dunia dan tidak mampu membebaskan sandra di Gaza Utara.
Sehingga pilihannya hanya dua yaitu perdana menteri Netanyahu tetap melanjutkan perang atau diadili bahkan ditangkap. Oleh karena itu perdana menteri Netanyahu sengaja bermaksud mengkhianati perjanjian gencatan senjata itu.
Pada hari kamis, 21 Oktober 2024 Mahkamah Pidana Internasional telah memberikan putusan atau penangkapan kepada menteri Israel dan mentri pertahanan Israel. Namun keputusan ini memberikan kritikan dari tokoh-tokoh muslim bahwa negara Israel merupakan negara yang tidak sah dan tidak layak dijadikan sebagai negara karena Israel berdiri di atas tanah milik kaum muslim yang melakukan perampasan dan kejahatan besar.
Seharusnya Israel diusir dari negeri kaum muslim bukan malah hanya ditangkap saja. Fakta ini memberikan gambaran secara terbuka bahwa sistem kapitalisme sekuler yang dibuat oleh barat hanya bisa menindas negara-negara yang lemah dan mengagungkan negara-negara yang kuat seperti Amerika, Inggris, dan lainnya bisa memberikan keuntungan besar.
Tidak mengherankan kaum Yahudi berani melakukan genosida karena didukung oleh Amerika. Mereka adalah musuh Islam, yang mengherankan adalah tidak ada satupun penguasa di negeri-negeri kaum muslim, yang berinisiatif menggerakkan pasukannya untuk menolong Gaza dan melenyapkan Yahudi sampai akarnya. Kaum Muslim itu bagaikan buih di lautan.
Ketidakberdayaan mereka dapat teratasi jika mereka kaum muslim mau bersatu dalam satu tujuan maka akan mampu melenyapkan Yahudi Israel. Namun saat ini kaum Yahudi yang lebih mampu menyusupkan ide-ide rusak yang sudah mendarah daging di tubuh kaum muslimin. Sehingga saat ini kaum Muslim bercerai berai, hati dan pikiran mereka mati karena tersekat oleh tembok yang tebal yaitu nasionalisme, yang menjadi salah satu petaka umat muslim kehilangan kekuatan dan persatuan dan yang menjadi biang pembunuhan rakyat Palestina secara massal di setiap detiknya. Kaum muslim kehilangan rasa empati kepada saudaranya di Gaza. Puluhan rudal yang menghantam tubuh mereka namun tidak mengalihkan rasa simpati sedikitpun.
Idul fitri yang harusnya menjadi momen kebahagiaan namun dihancurkan oleh zionis Yahudi. Di atas reruntuhan puing-puing masjid yang hancur, saudara kita di Gaza menggelar salat Idul fitri. Tempat-tempat penampungan yang penuh sesak karena diwarnai serangan Israel yang tidak menyisakan ruang untuk merayakan hari lebaran. Kita bisa khusyu' shalat ied dan mendengarkan khutbah. Mereka menangis berdiri di atas puing-puing kehancuran. Momen lebaran, kita bisa berkunjung ke rumah saudara, kerabat, tetangga dan sahabat. Saudara kita di Gaza harus mengantarkan keluarganya ke pemakaman. Sampai kapan kita terus menonton dan melihat ketidakberdayaan ini berlangsung karena aksi kebiadaban Israel.
Sangat mustahil sekali kita berharap kepada sebuah ikatan yang sangat rapuh dan hanya membawa perpecahan dan malapetaka pada kaum muslim, jika kita sendiri umat Islam memiliki perisai junnah yang bisa menggetarkan musuh-musuh Islam. Islam tidak mengakui perserikatan kecuali ukhuwah Islamiyah. Dan Islam mendorong umatnya untuk bersatu membantu sesama saudara muslim tanpa melihat ras, suku, dan bangsa.
Ingatlah bahwa Gaza adalah kiblat pertama kaum muslim. Kita umat muslim pernah berjaya dalam sejarah yang terukir dengan tinta emas. Sebagaimana sejarah pada masa Khulafaur Rasyidin Amirul Mukminin Umar bin Khattab bersama panglima militernya yaitu Khalid bin Walid dan Amru bin Ash berhasil membebaskan Palestina dari penjajahan Romawi Timur pada tahun 637 M.
Saat ini kita telah kehilangan perisai junnah. Untuk menggapainya maka umat Islam harus bersatu segera meruntuhkan dinding kokoh sekat-sekat nasionalisme yang berpetaka pada saudara kita di Gaza dan negeri-negeri muslim lainnya. Serta bersegera mencampakkan sistem kufur hari ini yang rusak itu yang memberi sumber petaka dan biang penjajahan di negeri Islam.
Sesungguhnya musuh Islam sendiri menyadari kehadiran institusi (negara) Islam menjadi pelindung kaum muslim, namun mengapa umat Islam sendiri tidak menyadari persatuan di bawahnya. Sebab, sangat mustahil semua terjadi jika tidak ada institusi (negara) Islam yang menaunginya. Wa'allahuallam bishshowwab.[]
Oleh: Ruji'in
(Pegiat Opini Lainea Konawe Selatan)
0 Komentar