Kebijakan Populis, Bukan Solusi Tuntas Masalah Pendidikan


MutiaraUmat.com -- Dalam peringatan hardiknas 2025 lalu, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa ingin melakukan perbaikan ke sekolah-sekolah yang bangunannya rusak dan minim fasilitas seperti kamar mandi. 

Prabowo menyatakan pemerintah pusat telah menetapkan anggaran untuk perbaikan sekolah dengan nilai yang cukup tinggi, yakni mencapai Rp17 triliun. Beliau menyadari anggaran bernilai fantastis itu hanya dapat merenovasi 11.000 sekolah pada 2025. Sedangkan total ada lebih dari 300.000 sekolah se-Tanah Air. (Tirto.id, 2 Mei 2025)

Lebih dari itu, bertepatan pada hardiknas 2025, Prabowo juga meluncurkan program bantuan dana pendidikan bagi guru yang belum menamatkan jenjang sarjana (S1) atau setara diploma 4 (D4). (Tempo.co, 3 Mei 2025)

Pada faktanya, pendidikan di Indonesia dari sarana dan prasarana memang menemui banyak masalah. Ada banyak bagunan-bangunan sekolah yang tidak layak serta fasilitas yang tidak memadai. Begitu pula dengan kondisi guru apa lagi guru honorer yang gajinya jauh dari kata sejahtera.

Perhatian yang rendah terhadap sekolah dan guru mengakibatkan sekolah kurang layak pakai dan gaji guru yang jauh dari kata sejahtera. Padahal, ada banyak murid yang menimba ilmu di sekolah tersebut dan ada guru yang harus disejahterakan kehidupannya karena baktinya kepada bangsa.

Hal ini terjadi bertahun-tahun lamanya, bukan sebentar. Artinya, memang sejak lama perhatian kepada sekolah dan guru sangat memprihatinkan.

Memang tak ayal jika penerapan sistem pendidikan yang salah mengakibatkan buruknya sarana dan prasarana bahkan gaji guru. Tidak perlu panjang lebar, masyarakat bisa melihat sendiri bagaimana cara kerja sistem pendidikan saat ini.

Masyarakat pun harus menyadari bahwa sistem pendidikan saat ini berasaskan sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, pendidikan tidak berjalan sesuai fitrah manusia. 

Karena sistem ini berasal dari barat, maka jelas ada kapitalisasi dunia pendidikan. Anggaran misalnya, sistem ini membuat negara kesulitan menyediakan anggaran, bahkan bisa saja menjadikan utang sebagai jalan untuk mendapatkan anggaran pembangunan. Apa lagi adanya kebiasaan korupsi, sangat dikhawatirkan dana anggaran bisa melorot begitu sampai di sekolah-sekolah.

Peran negara untuk menyejahterakan sekolah dan guru dipertanyakan, mampu atau tidak melakukan perbaikan di bawah sistem yang dianutnya, yaitu sistem kapitalisme. Pasalnya terbukti bertahun-tahun tidak nampak kesejahteraan itu.

Maka dari itu, tidak dipungkiri kalau memang rindu dengan kualitas pendidikan yang baik. Sekolah-sekolah diperhatikan pembangunannya, fasilitasnya dipenuhi, gaji guru yang menyejahterakan. Tetapi kualitas pendidikan yang seperti ini ada ketika Islam pernah menjadi mercusuar dunia.

Marilah kilas balik ke masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab ra., semoga Allah merahmati beliau. Beliau adalah pemimpin negara Islam yang sangat mencintai para penuntut ilmu, juga sangat menghargai para pemberi ilmu yaitu guru. Umar bin Khattab mewajibkan seluruh manusia untuk menuntut ilmu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Menuntut Ilmu itu wajib atas setiap Muslim." (HR Ibnu Majah)

Oleh karena itu, sarana dan prasarana pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab dipenuhi dengan sangat baik. Gaji guru sangat fantastis yaitu 15 dinar atau setara dengan 63.75 gram emas murni.

Sebaiknya pemimpin hari ini meneladani kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab. Beliau betul-betul memimpin negara Islam sesuai dengan sistem yang benar, yaitu sistem Islam. Islam memiliki pengaturan sistem ekonomi yang jelas, pendapatannya dari berbagai sumber contohnya baitul mal sehingga mampu menyediakan sarana dan prasarana.

Islam memandang pendidikan adalah bidang strategis yang akan berpengaruh terhadap kejayaan bangsa dan negara. Islam mewajibkan negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pendidikan dengan menggratiskannya dan tentu kualitasnya terbaik.

Pemimpin negara pun harus paham tanggung jawabnya mengurus urusan rakyat. Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah riwayat hadis. "Tidaklah seorang manusia yang diamanati Allah SWT untuk mengurus urusan rakyat, lalu mati dalam keadaan menipu rakyatnya melainkan Allah mengharamkan surga baginya." (HR Bukhari Muslim)

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Siti Sarisma, S.Pd.
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar