Flash Sale Mafia Peradilan


MutiaraUmat.com -- Dunia peradilan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Di mana keadilan hanya sebuah semboyan, makna Pancasila sila kelima yaitu "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" hanya sekadar kata dan pemanis belaka. Para penegak hukum yang seharusnya memberikan keadilan bagi rakyat justru menindas rakyat dan memperkaya diri dengan suap untuk membenarkan yang salah. 

Hukum diperjualbelikan secara terang-terangan bak barang dagangan bahkan di-flash sale untuk meraup keuntungan. Hukum Indonesia "tebang pilih" cenderung menargetkan orang-orang yang tidak mempunyai kekayaan.

Di tengah kesibukan hidup sehari-hari, suara mereka yang mengalami pelanggaran hukum sering kali terabaikan, terperangkap dalam kebisingan dan ketidakacuhan. Kita membahas tentang individu-individu yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari pihak penegak hukum tetapi justru menjadi sasaran kekerasan yang tidak ada habisnya. 

Seperti insiden yang melibatkan Brigadir Yosua yang kehilangan nyawa pada tahun 2022 ini, menyangkut seorang pejabat tinggi kepolisian, Ferdy Sambo, yang menjadi pusat perhatian terkait tindak kekerasan dalam penerapan hukum.

Belum lama ini, Kejaksaan Agung berhasil menangkap empat hakim, dua pengacara, dan satu panitera yang terkait dengan kasus ekspor CPO. Kasus ini merupakan tambahan dari daftar panjang permasalahan yang berkaitan dengan mafia dalam sistem peradilan. 

Sebelumnya telah diungkap oleh pihak penegak hukum, di mana seorang mantan hakim agung juga ditangkap karena terlibat dalam tindak pidana suap. Pada waktu itu, Komisi III DPR memberi perhatian pada para hakim dalam kasus Ronald Tannur, yang sebelumnya dijatuhi vonis bebas di pengadilan pertama, namun kemudian dinyatakan bersalah di tingkat kasasi (atnews.id, 15-04-25).

Kasus korupsi dalam sistem hukum ini telah ada sejak lama dan masih berlangsung sampai sekarang. Masalah ini terbukti belum sepenuhnya hilang. Seperti penyakit yang berkepanjangan tanpa obat yang ditemukan. Kejadian ini tidak hanya menghancurkan keyakinan publik terhadap institusi kepolisian, tetapi juga menjadi simbol penyalahgunaan kekuasaan oleh petugas penegak hukum. 

Kasus-kasus korupsi yang melibatkan hakim serta jaringan mafia hukum di Indonesia telah menjadi isu yang luas, yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Praktik suap, intervensi dari pihak luar, serta kolusi antara aparat penegak hukum, pengacara, dan litigasi telah mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Kelemahan dari sistem hukum di Indonesia menjadi penyebab munculnya mafia peradilan. Sistem hukum Indonesia lahir dari penjajahan Belanda.

Tak heran jika undang-undang yang ada tidak mencerminkan keinginan dan nilai-nilai masyarakat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam.

Undang-undang tersebut sifatnya sekuler, memunculkan banyak perdebatan, dan tidak menghadirkan solusi bagi masyarakat. Selain itu, hal ini justru menciptakan masalah baru, sehingga wajar jika dikatakan bahwa sistem hukum Indonesia telah bermasalah sejak awal. Oleh sebab itu, untuk mengatasi mafia peradilan, satu-satunya solusi adalah melakukan perombakan menyeluruh terhadap sistem hukum di Indonesia dan mencari pilihan lain.

Hukum Islam masih menjadi the best choice, yang telah terbukti diimplementasikan selama lebih dari seribu lima ratus tahun. Sistem hukuman dalam Islam dirancang untuk mendisiplinkan para pelanggar dan masyarakat agar tidak terlibat dalam perilaku kriminal. Ini akan menciptakan rasa aman bagi masyarakat, baik bagi pelaku maupun korban. 

Perlu dicatat bahwa dalam Islam terdapat prinsip hukum yang menyatakan, "Mengampuni individu yang diragukan kesalahannya lebih utama daripada menghukum orang yang tidak bersalah." Islam secara spesifik menghukum mereka yang melakukan kejahatan serius dan dosa besar dengan jelas dan terbuka di depan publik serta diberitakan di media massa, sebagai bentuk pendidikan moral. 

Perasaan malu, ketakutan, dan keinginan untuk menjaga hidup dan reputasi saat menyaksikan eksekusi hukuman berat, dapat mencegah masyarakat dari tindakan serupa. Ini berbanding terbalik dengan sistem hukuman di Indonesia. Di Indonesia, hukuman kadang kali tidak dilakukan secara terbuka dan jelas, sehingga kurang memberikan efek jera. Islam melihat rakyat Muslim dan non-Muslim dalam menanggapi hukum peradilan. Tidak ada hak istimewa keadilan antara kepala negara atau khalifah, pejabat negara dan warga negara. 

Setiap pihak menerima jaminan hukum dan keadilan yang sama. Oleh sebab itu, mari kita terus perjuangkan tentang penerapan syariat Islam secara menyeluruh di semua bidang kehidupan, termasuk dalam sistem peradilan Islam. Dengan ini, keadilan yang hakiki dapat tercipta.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Maya
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar