PP Tuntas, Mampukah Menuntaskan Keamanan Anak di Ruang Digital?


MutiaraUmat.com -- Gebrakan pemerintahan Prabowo Subiyanto tampak dalam usahanya melindungi anak dari kejahatan di dunia maya. 28 Maret 2025 lalu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS). Peraturan ini mulai berlaku 1 April 2025 dan menjadi dasar hukum yang kuat bagi negara untuk menghadirkan ruang digital yang aman. Penerbitan PP TUNAS merupakan respon pemerintah atas meningkatnya kerentanan anak di ruang digital. 

Jika diamati, memang dalam beberapa tahun terakhir, anak-anak semakin dini mengakses media sosial dan layanan digital, namun platform yang mereka gunakan umumnya tidak dirancang khusus untuk melindungi kepentingan anak. Akibatnya, anak rentan terpapar konten berbahaya, perundungan siber, eksploitasi data pribadi, serta praktik digital yang manipulatif. Sebelumnya, regulasi perlindungan anak di ranah digital dinilai masih tersebar dan belum memberikan kewajiban yang tegas kepada penyelenggara sistem elektronik (PSE). Tanggung jawab perlindungan lebih banyak dibebankan kepada orang tua, sementara peran dan kewajiban platform digital belum diatur secara rinci.

Bak gayung bersambut, usaha pemerintah terkait perlindungan anak di ruang digital sontak mendapat banyak dukungan dari para pengamat. Muhamad Heychael, pengamat dari Remotivi melihat bahwa niat PP TUNAS baik karena bertujuan memberikan perlindungan bagi anak di dunia digital, tetapi tantangan utamanya adalah efektivitas implementasi — terutama soal mekanisme pengawasan dan verifikasi usia pengguna anak di platform digital. Ia menilai pemerintah perlu lebih transparan soal mekanisme ini.

Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyambut positif lahirnya PP TUNAS karena menurut mereka kondisi kerentanan anak di ruang digital sudah tinggi dan butuh perlindungan lebih kuat. Mereka berharap peraturan ini bisa menciptakan ruang digital yang ramah anak dan pentingnya penguatan literasi digital bagi anak dan keluarga agar mereka bisa memilah akses internet yang sehat.

Banyak harapan tersampaikan dengan adanya PP TUNAS ini. Secara umum keselamatan anak di ruang digital menjadi perhatian banyak pihak. Pernyataan-pernyataan pengamat tersebut menyiratkan bahwa masih dibutuhkan sesuatu untuk memuluskan target perlindungan anak. Dari sini, tampak ada beberapa hal yang perlu diupayakan untuk mendukung peraturan pemerintah ini supaya tujuan bersama tersebut tercapai. 

Hal mendasar yang perlu dicermati lebih lanjut untuk menemukan pelengkap PP TUNAS adalah memahami bahwa objek PP TUNAS itu sendiri. Objek tesebut meliputi pertama, anak sebagai subjek perlindungan, ke dua, penyelenggara sistem elektronik (PSE) sebagai pihak yang dikenai kewajiban utama, serta yang ke tiga adalah orang tua dan pemerintah yang masing-masing memiliki peran dalam pengawasan dan pendampingan penggunaan ruang digital oleh anak. 

Kehidupan yang semakin modern sungguh membuat manusia berubah sesuai apa yang mereka senangi. Anak, termasuk dalam lingkup tersebut. Maka, kehidupan yang melingkupi anak, perlu dijamin keamanannya. Pembahasan anak, tentu tidak lepas dari orang tua, sehingga orang tua harus disentuh kesadarannya berkaitan dengan tanggung jawab mereka dalam mendampingi anak. Penyelenggara sistem elektronik (PSE) juga perlu dikendalikan dengan aturan yang jelas dan tegas.

Sementara itu, kehidupan kapitalis sekuler saat ini menjadi kendala tersendiri untuk mulusnya PP TUNAS meraih target dalam melindungi anak. Dijauhkannya aturan Ilahi dari kehidupan masyarakat, sangat tidak mendukung orang tua dan anak untuk mempunyai visi dan misi yang sama dalam hidupnya. Kebebasan yang ada dalam sekularisme sejatinya akan mementahkan peraturan pemerintah ini karena belum tentu anak suka dengan pengawasan orang tuanya, begitu pun sebaliknya. Tak dipungkiri bahwa ada orang tua yang tidak memahami kewajibannya untuk mengawasi anak dalam segala hal, sementara anak mengharapkan pendampingan itu. 

Kebebasan yang ada, juga memberikan celah kepada penyelenggara sistem elektronik (PSE) untuk menyediakan layanan kepada pengguna sesuai yang mereka sukai. Ditambah lagi dengan nuansa kapitalis di negeri ini, mendukung PSE untuk mengejar profit tanpa mempertimbangkan efek negatif layanan mereka kepada pengguna.

Islam, Tuntas Melindungi Anak

Islam memandang anak sebagai amanah yang wajib dilindungi dari segala bentuk mudarat, termasuk di dunia digital. Islam menegaskan bahwa anak adalah titipan (amanah) dari Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (TQS. At-Tahrim: 6). Maka, perlindungan anak menjadi tanggung jawab 3 pihak, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara. Upaya perlindungan ini sangat bergantung pada bagaimana negara mengupayakan usaha untuk melindungi anak.

Negara harus memastikan setiap keluarga memahami kewajibannya dalam melindungi anak. Melalui kebijakannya, negara memberikan pembinaan sehingga masyarakat memahami tugas dan kewajiban masing-masing. Pembinaan Islam yang intensif kepada masyarakat akan menjadikan masyarakat memahami dan menyadari kedudukannya di dunia, yaitu sebagai hamba Allah. Masyarakat akan menjadi taat syari’at. Setiap anak akan saleh/salehah dan orang tua bertanggung jawab penuh terhadap anaknya. Ketika setiap keluarga mempunyai ketakwaannya masing-masing, akan terbentuk masyarakat Islami yang tentu akan hidup amar ma’ruf nahi mungkarnya. Kesamaan dalam perasaan, pemikiran, dan aturan dalam masyarakat dengan landasa Islam akan menjadikan masyarakat hidup sehat dan harmonis. Negara, harus selalu memantau kondisi keimanan dan lahiriah semua anggota masyarakatnya.

Terkait dengan pemilik sistem elektronik (PSE), negara menjadikan Islam sebagai landasan dalam mengatur. Dengan landasan yang jelas, tak akan ada pertimbangan ganda dalam menjalankan semua kebijakan. Segala sesuatu yang bertentangan dengan syariat, akan dilarang meskipun itu mendatangkan keuntungan. Sebaliknya, semua hal yang sejalan dengan Islam dalam pembentukan masyarakat yang taat syariat akan disetujui meskipun negara harus melakukan pembiayaan.

Negara akan menerbitkan aturan yang jelas dan aplikatif untuk mengkondisikan PSE dalam menyediakan layanan digital yang sesuai syariat. Negara akan memantau penyediaan layanan digital bagi semua masyarakat, temasuk anak-anak. Hal ini ditujukan supaya masyarakat, khususnya anak-anak, terjaga keamanannya selama mereka mengakses dunia maya. Keamanan dalam hal ini adalah keamanan secara totalitas, fisik dan non-fisik, verbal dan nonverbal. Dengan demikianlah, menjadi tuntas tugas negara dalam melindungi anak, temasuk di dunia digital.

Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang apa yang telah ia lakukan terhadap rakyatnya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi). []


Oleh: Dewi Susanti
Aktivis Muslimah

0 Komentar