Orang yang Paling Berbahagia Adalah Dia yang Telah Meninggal, tapi Amalannya Terus Mengalir

MutiaraUmat.com -- Di dunia, orang disebut bahagia jika punya harta, jabatan, dan pujian. Tapi di akhirat, orang yang benar-benar bahagia adalah yang sudah tidak bernyawa, namun masih terus “panen pahala.”

Ia tidak lagi bernapas, namun namanya terus disebut dalam doa. Ia tidak lagi berjalan, tapi amalnya terus berlari menuju timbangan kebaikan.

Rasulullah Saw bersabda,
“Jika anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Inilah definisi kebahagiaan hakiki, sudah wafat, tapi belum “selesai.” Al-Qur’an menegaskan bahwa yang kita tanam, itulah yang kita tuai.

Allah berfirman,
Dan bahwa manusia tidak memperoleh selain apa yang telah ia usahakan.”
(QS. An-Najm: 39)

Dan juga,

Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya).”
(QS. Az-Zalzalah: 7)

Ayat ini seperti pengumuman langit bahwa tak ada amal yang sia-sia. Yang kecil pun akan Allah buka di hari hisab. Maka orang yang paling cerdas bukan yang menumpuk kenikmatan dunia, tetapi yang menanam amal panjang yang tetap hidup saat jasadnya sudah di bawah tanah.

Ulama: Amal Jariyah Adalah Investasi Paling Aman

Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa hadis tentang tiga amal ini menunjukkan betapa Islam mengajarkan visi jauh ke depanbukan hanya sampai usia, tapi sampai alam kubur dan akhirat. Sedekah jariyah seperti wakaf, masjid, sekolah, sumur, atau tulisan dakwah. Ilmu bermanfaat seperti buku, artikel, nasihat, atau ajaran yang membuat orang lebih taat.

Anak saleh yang mendoakan bukan hasil kebetulan, tapi buah dari pendidikan iman.
Artinya, siapa pun yang hidup hanya untuk dirinya, maka pahalanya juga berhenti saat ia mati. Tapi siapa yang hidup untuk umat dan Islam, maka pahalanya terus berjalan bahkan setelah ia dikubur.

Penulis Ideologis: Termasuk Manusia Paling Berbahagia

Di zaman sekuler yang mematikan kesadaran umat, penulis ideologis adalah penjaga nurani peradaban.

Setiap tulisan yang meluruskan pemikiran, setiap kalimat yang membangunkan iman, setiap narasi yang membela Islam dari fitnah, itu semua adalah amal jariyah.

Ketika tulisanmu membuat satu orang kembali shalat, ketika satu ibu mendidik anaknya dengan Islam karena artikelmu, ketika satu pemuda berani menjaga iman karena bacaanmu, maka pahalanya mengalir ke penulisnya, bahkan setelah ia dikubur. Inilah kemuliaan pena.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa menghidupkan dan menyebarkan Islam dalam kehidupan umat bukan sekadar aktivitas biasa, tetapi amal peradaban. Ia bukan hanya menyelamatkan individu, tapi membentuk arah umat. Orang yang menegakkan syiar Islam (dengan tulisan, dakwah, pemikiran, atau perjuangan) berarti sedang membangun rantai kebaikan yang terus memproduksi pahala.

Ketika seseorang tersadarkan oleh tulisanmu, ketika satu keluarga kembali ke Islam karena nasihatmu, ketika satu generasi terjaga karena dakwahmu, semua itu mengalir ke dalam catatan amal meski kau sudah tiada.

Inilah sebabnya para ulama dan pejuang Islam dulu tidak takut mati, karena mereka tidak mati sendirian, tapi amal mereka tetap hidup.

Maka pertanyaannya sederhana, 
Jika hari ini adalah hari terakhirmu, apakah ada sesuatu yang masih akan menyebut namamu di langit ?Tulisan yang kau sebarkan? Anak yang kau didik? Doa orang yang kau bantu?
Atau Islam yang kau bela?

Karena sesungguhnya,
yang paling berbahagia bukanlah yang hidup paling lama, tapi yang amalnya paling lama hidup setelah ia mati. Dan di antara manusia yang paling berbahagia itu, adalah penulis ideologis yang menanam iman lewat pena dan memanen pahala sampai hari kiamat.

Jadi sob, bangkitlah dari tidur panjangmu. Waktu tetap berjalan, entah kau menulis atau tidak. Kesempatan berjuang hanya hari ini. Kesempatan beramal hanya hari ini. Karena esok belum tentu masih menjadi milikmu.

Maka bangkitlah, asah kembali penamu, torehkan kebenaran, dan biarkan setiap kata menjadi saksi bahwa kau tidak hidup sia-sia di dunia ini.

Oleh: Nabila Zidane 
Jurnalis

0 Komentar