Lemahnya Generasi Akibat Konten Rusak di Ruang Digital


MutiaraUmat.com -- Di era digitalisasi dan kecanggihan teknologi telah banyak mengubah berbagai aspek kehidupan, terutama generasi muda. Teknologi dan media sosial kini menjadi bagian penting dari setiap aktivitas mereka. Menurut laporan Ofcom tahun 2021, 95 % anak-anak menggunakan beberapa bentuk media sosial pada usia 15 tahun. Meskipun media sosial banyak memberikan manfaat, namun ada bahaya yang mengancam generasi muda saat ini. Banyaknya konten berbahaya di berbagai ruang digital hingga kecanduan kompulsif akibatnya mempengaruhi kesehatan mental generasi.

Salah satu tantangan terbesar di era digitalisasi saat ini adalah banyaknya konten-konten di media sosial yang tidak realistis dan berbahaya, sehingga menciptakan persepsi yang salah tentang kehidupan, akibatnya mempengaruhi cara pandang dan sikap generasi muda yang membuat mereka kehilangan arah serta identitas diri.

Masa remaja adalah masa di mana mereka sedang mencari identitas diri, media sosial menjadi ruang untuk mereka bereksperimen sehingga mereka mencoba berbagai pesona agar terlihat sempurna dan diakui, munculnya split personality. Tetapi mereka tidak siap dengan kegagalan akhirnya menjadi generasi rapuh. Terlebih di sistem sekuler kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan tak jarang hanya demi untuk viral mereka melakukan sesuatu yang berbahaya.

Kemajuan teknologi tidak dapat dihindari, namun seperti dua mata pedang meskipun teknologi memberikan banyak kemudahan tapi bisa juga menjadi sumber bencana bagi generasi. Faktanya banyak generasi yang terjerat judol dan pinjol, maraknya kasus bullying di kalangan pelajar, konten pornografi, perdagangan orang hingga moderasi beragama. Akar masalah dari semua adalah kebebasan yang lahir dari sistem sekuler kapitalisme.

Di sistem sekuler kapitalis negara hanya sebagai pembuat undang-undang, menyebabkan negara tidak berdaya dan lemah dalam menangkal konten-konten berbahaya. Peran negara mandul di hadapan para pemilik modal, regulasi lebih berpihak kepada para oligarki, kebijakan konten hanya mempertimbangkan untung dan rugi, akibatnya konten yang rusak terus menjamur. Negara hanya berfungsi sebagai regulator semata bukan pengayom atau pengatur urusan rakyatnya. Inilah bukti negara tidak hadir sebagai pengurus, pengayom dan penjaga umat, terkhusus generasi muda.

Sedangkan dalam Islam, media sosial dijadikan sebagai sarana menebarkan kebaikan dan syiar dakwah Islam. Media sosial juga dijadikan sebagai alat kontrol serta memiliki peran politis dan strategis. Media sosial dijadikan sebagai sarana edukasi terhadap umat dalam rangka mendukung dan pelaksanaan penerapan syariat Islam.

Negara Islam atau khilafah berfungsi sebagai pengurus dan perisai yang memiliki tujuan dan visi mulia yaitu menciptakan generasi muda yang cemerlang dan bertakwa. konten-konten yang merusak dan tidak berfaedah akan di saring atau di sensor (dinonaktifkan) dengan menggunakan teknologi tercanggih yang dimiliki Daulah Khilafah, konten-konten yang melanggar syariat Islam atau konten yang diharamkan tidak akan di berikan ruang beroperasi (beredar) sedikitpun.

Negara Khilafah memastikan konten berita yang beredar di tengah-tengah masyarakat bukan konten yang mendatangkan mudarat, menyebarkan pemikiran kufur dan budaya yang menyimpang dari aturan Allah SWT. Khilafah akan memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran, baik individu, masyarakat bahkan para pemangku jabatan.

Melihat kondisi generasi saat ini maka hadirnya Daulah Khalifah Islamiyah menjadi suatu kebutuhan, agar syariat Islam diterapkan secara sempurna di tengah-tengah umat manusia. Hanya Khilafah satu-satunya yang mampu menyelamatkan generasi muda bukan yang lain.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Sunani
Aktivis Muslimah

0 Komentar