Kekerasan Makin Brutal, Bukti Negara Gagal Menjaga Jiwa


MutiaraUmat.com -- Kasus kekerasan di Indonesia hingga kini masih berada pada level yang mengkhawatirkan. Kekerasan di lingkungan sekolah terus melonjak, sementara perempuan dan anak tetap menjadi kelompok paling rentan mengalaminya.

Jumlah kasus kekerasan di satuan pendidikan menunjukkan tren peningkatan yang signifikan dari 15 kasus tahun 2023 naik menjadi 36 kasus pada 2024 dan kini 60 kasus pada tahun 2025. Temuan ini sangat mengkhawatirkan dan perlu ada perbaikan ke depan. Dari jumlah tersebut, ada 358 korban dan 146 pelaku. Data ini dirangkum oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dari Januari hingga awal Desember 2025 melalui kanal pengaduan FSGI, pemberitaan media massa, dan kasus-kasus yang viral di media sosial. (Kompas.id, 08/12/2025)

Ironisnya, ruang yang seharusnya aman seperti rumah, sekolah, dan lingkungan sosial, justru sering menjadi lokasi terjadinya kekerasan fisik maupun psikis. Tak hanya itu, jumlah kasus pembunuhan di Indonesia juga masih tinggi dengan pola yang kian ekstrem. 

Fenomena femisida (pembunuhan terhadap perempuan karena gender), parricide (pembunuhan orang tua oleh anak atau sebaliknya), hingga mutilasi semakin sering muncul di pemberitaan. Kasus-kasus ini kerap dikaitkan dengan masalah kesehatan mental pelaku. Namun, menyederhanakan persoalan hanya pada aspek mental individu jelas tidak cukup untuk menjelaskan akar masalah yang sesungguhnya.

Tingginya angka kekerasan dan pembunuhan menunjukkan kegagalan negara dalam menjamin keamanan jiwa rakyat. Padahal, keamanan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Tanpa rasa aman, mustahil rakyat dapat hidup tenang, produktif, dan bermartabat.

Kekerasan dan pembunuhan banyak dipicu oleh faktor ekonomi yang menekan, emosi yang tak terkendali, dendam yang terpendam, serta pengaruh media digital yang massif. Kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan ekonomi menciptakan frustrasi struktural. Di sisi lain, media digital kerap menyuguhkan konten kekerasan, pornografi, dan gaya hidup hedonistik yang merusak kesehatan mental, sekaligus menormalisasi perilaku agresif.

Lebih jauh, penerapan sistem sekuler kapitalisme menjadi akar dari seluruh rangkaian persoalan ini. Kapitalisme menempatkan materi sebagai tujuan utama kehidupan. Demi memperoleh harta dan kenikmatan, banyak orang terdorong menghalalkan segala cara. Gaya hidup hedonistik dan konsumerisme dipromosikan secara masif, sementara nilai moral dan agama disingkirkan dari pengaturan kehidupan publik.

Dalam sistem ini, media digital beroperasi atas dasar keuntungan, bukan kemaslahatan. Konten yang memicu emosi, kekerasan, dan sensasi justru diprioritaskan karena mendatangkan trafik dan cuan. Akibatnya, gangguan mental meningkat dan dalam banyak kasus berujung pada tindakan kriminal hingga pembunuhan. Sayangnya, sistem sanksi yang lemah dan tidak menjerakan membuat kejahatan terus berulang.

Islam memandang keamanan sebagai kebutuhan dasar rakyat yang wajib dipenuhi negara. Penjagaan jiwa (hifz an nafs) merupakan salah satu maqashid syariah yang utama. Negara tidak boleh abai terhadap keselamatan satu nyawa pun, karena setiap jiwa memiliki kehormatan yang tinggi di sisi Allah SWT.

Penerapan syariat Islam secara kaffah pada level individu, masyarakat, dan negara akan mewujudkan sistem kehidupan yang aman. Individu dibina dengan akidah dan ketakwaan sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu. Masyarakat dibangun dengan budaya amar makruf nahi mungkar yang mencegah kekerasan sejak dini. Negara berperan sebagai pengurus (ra'in) yang menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk keamanan, pendidikan, dan kesejahteraan ekonomi.

Dalam Islam, negara juga wajib mengatur ruang digital sesuai syariat agar aman bagi generasi. Konten yang merusak akal, moral, dan jiwa rakyat dicegah secara sistemik. Selain itu, negara menerapkan sistem sanksi yang tegas dan adil, sehingga benar-benar menimbulkan efek jera dan mencegah kejahatan berulang.

Dengan demikian, maraknya kekerasan dan pembunuhan bukan sekadar persoalan individu atau mental semata, melainkan cermin rusaknya sistem kehidupan. Selama sekuler kapitalisme tetap diterapkan, keamanan sejati sulit terwujud. Hanya dengan kembali pada penerapan syariat Islam secara menyeluruh, penjagaan jiwa rakyat dapat terjamin dan kehidupan yang aman serta bermartabat benar-benar terwujud. Wallahu 'alam.

Oleh: Lia Julianti 
Aktivis Dakwah Tamansari

0 Komentar