Kapitalisme Membuat Generasi Takut Menikah


MutiaraUmat.com -- Menurut data BPS terdapat penurunan pernikaan pada tahun 2021 jumlah orang menikah 1,74 juta di tahun 2022 ,1.70 juta pernikahan pada tahun 2023 menurun drastis yaitu sebanyak 1,57 juta sedangkan pada tahun 2024 cuma 1,47 juta, anak mudah sekarang tidak berani untuk menikah karena ada hubungannya dengan kemacetan ekonomi yang di alami oleh kaula muda. (Di kutip dari kumparan, 8/12/2025)

Banyak anak jaman sekarang yang menyatakan kalau mereka lebih takut gak punya uang dari pada gak menikah. Berarti tujuan utama anak jaman sekarang itu adalah materi, mereka mempunyai pendapat kecukupan finansial itu lebih utama dari pada menikah. Mereka takut kalau menikah tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya 

Ternyata hidup dalam sistem kapitalis menimbulkan keresahan dan ketakutan pada anak-anak jaman sekarang untuk berumah tangga, mereka takut jika gak punya uang tidak akan mampu memberi kehidupan yang baik pada keluarganya nantinya. Dengan melonjaknya kebutuhan pokok di pasaran itu menjadikan anak- anak jaman sekarang lebih baik tidak menikah duluh sebelum finansialnya mapan.

Banyak sekali sebab yang membuat anak muda sekarang itu takut menikah. Dalam sistem kapitalis sekarang kondisi ekonomi itu tidak setabil, lapangan kerja yang sulit, harga rumah mahal, ditambah dengan pemberitaan dari media sosial tentang KDRT dalam rumah tangga yang alasannya karena ekonomi atau perselingkuhan.

Ternyata pendidikan sekuler kapitalis yang memisahkan agama dalam kehidupan memberi pengaruh yang besar sama anak muda sekarang mereka lebih senang dengan gaya hidup mewah dan bersenang senang sehinggah mereka takut untuk menjalani komitmen dalam rumah tangga.

Di sisi lain kebahagian menurut mereka itu jika sudah punya rumah, mobil, tabungan banyak. Semua pemikiran ini muncul di benak mereka akibat dari memisahkan agama dalam kehidupan. Pada hal Kebahagian seperti itu hanya fatamorgana tidak jelas atau ilusi belaka. 

Generasi muda tidak bisa disalahkan jika mereka merasa cemas tentang pernikahan. Mereka tumbuh di dalam sistem yang membuat pernikahan terlihat seperti sebuah risiko yang besar. Menyalahkan mereka hanya akan menutup mata pada masalah mendasar yang sebenarnya: sistem ekonomi kapitalis yang memunculkan ketidaksetaraan dan kebimbangan. Islam memberikan pilihan yang lebih adil dan menenangkan. Dengan kembali kepada prinsip-prinsip Islam, pernikahan bisa dianggap sebagai suatu perjalanan ibadah yang membawa kedamaian, bukan sekadar sebuah proyek.

Di dalam Islam mempunyai aturan supaya rakyat dari sebuah negara itu jiwanya tenang. Maka negara dalam sistem Islam akan memberlakukan aturan ekonomi Islam, seperti membuka lapangan kerja sesuai dengan kemampuan masing masing individu. Negara mengembangkan industri barang dan jasa, para petani difasilitasi dan diberi modal untuk mengembangkan pertaniannya sampai berhasil dan mandiri. Negara Islam akan memberi warganya lahan jika memang tidak punya lahan pertanian secara gratis.

Lingkungan usaha akan dijaga dari pungli, tidak ada iuran yang menyusahkan para pengusaha dan adminitrasi juga gak ribet, barang yang masuk dari luar negeri akan disesuaikan dengan kebutuhan rakyat. Supaya tidak ada industri dalam negeri tidak rugi hal ini diterapkan di sistem Islam supaya industri dalam negeri bisa maju dan mampu merekrut pekerja.

Hasil bumi akan dikelola oleh negara, seperti tambang, hutan, air dan hasil dari keuntungannya akan diberikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat daulah. Seperti membiayai pendidikan dan anak-anak akan didik dengan tsaqofah Islam dan gratis, rumah sakit disiapkan dengan fasilitas yang terbaik dan juga gratis, kebutuhan listrik negara menyiapkan dengan harga yang terjangkau. Jadi rakyat daulah tidak bingung caranya memenuhi kebutuhan pokoknya. Karena negara akan menyiapkan semuanya.

Pemuda yang siap untuk menikah akan diberikan kemudahan dalam proses pernikahan. Jika mereka tidak memiliki sesuatu untuk dijadikan mahar, pemerintah akan menyediakan bantuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini mirip dengan yang dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Waktu itu, bendahara negara melakukan perjalanan ke berbagai daerah untuk menawarkan dana dari baitulmal yang surplus. Salah satu tujuannya adalah membantu menyediakan mahar bagi pemuda yang ingin menikah tetapi terhalang oleh masalah finansial.

Pasangan suami istri juga diajak untuk memiliki anak dan mendidik mereka dengan baik. Pemerintah mendukung mereka dengan menyediakan beragam fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, transportasi umum, taman bermain, dan lain-lain, yang memudahkan pasangan dalam pendidikan anak mereka.

Ketika pemahaman yang benar dari setiap individu, kepedulian masyarakat untuk saling membantu, serta perhatian negara terhadap rakyatnya bersatu, generasi muda pun semakin percaya diri untuk membangun keluarga yang menjadi bagian dari fondasi peradaban Islam yang cemerlang. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Kanti Rahayu
(Aliansi Penulis Rindu Islam)

0 Komentar