Usia Mengajarkan Segalanya


MutiaraUmat.com -- Semakin tua, semakin kita dikembalikan kepada keadaan semula. Dulu bayi, lemah, bergantung pada orang lain dan kini di usia senja, tubuh pun mulai pelan-pelan menyerah pada ritme alam.

Perlahan, langkah melemah, penglihatan memudar, daya ingat berkurang, dan metabolisme menurun. Namun, di balik itu semua, Allah sedang menuntun kita pulang bukan sekadar menua, tapi dimatangkan untuk memahami arti hidup yang sebenarnya. 

Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (TQS. Ar-Rum: 54)

Ayat ini bukan sekadar tentang fisik, tapi tentang perjalanan jiwa. Allah sedang menunjukkan bahwa semua kekuatan di dunia ini hanya pinjaman.

Dulu kita gagah, kini kita pelan.
Dulu kita banyak bicara, kini lebih suka diam dan merenung. Karena pada akhirnya, keheningan itu yang menumbuhkan kedewasaan sejati. 

Tubuh Tak Lagi Sama

Secara medis, proses penuaan memang membawa banyak perubahan fisiologis,

Pertama, metabolisme menurun, sehingga energi cepat habis dan berat badan lebih sulit diatur.

Kedua, regenerasi sel kulit melambat, membuat kulit lebih kering dan muncul garis halus bukan tanda lemah, tapi tanda hidup yang telah dijalani panjang.

Ketiga, otot kehilangan massa (sarcopenia), menjadikan tubuh kurang kuat dan fleksibel.

Keempat, perubahan hormon, terutama pada wanita setelah menopause, memengaruhi mood, daya tahan tubuh, dan bahkan sistem imun.

Kelima, sistem pencernaan melambat, sehingga pola makan perlu lebih sederhana dan terkontrol.

Inilah mengapa cek gula darah rutin menjadi bagian penting di usia matang. Bukan semata formalitas medis, tapi bentuk muraqabah (evaluasi diri), “Apakah sudah menjaga pola makan sehat minggu ini?”

Mengecek gula darah setiap pekan ibarat bercermin pada rahmat Allah. Bukan takut sakit, tapi ingin tetap kuat agar bisa terus beribadah. Karena mencegah itu bukan hanya lebih baik dari mengobati, tapi juga lebih ringan hisabnya. 

Jika di Usia 66 Belum Mengenal Allah

Ada kalimat yang menampar lembut, “Kalau di usia 66 tahun masih belum mengenal Allah, maka penyakitnya bukan lagi di tubuh, tapi di hati.”

Betul sekali, sob. Karena banyak orang tua yang sehat jasmani, tapi hatinya rapuh oleh kesepian. Ada yang tubuhnya kuat, tapi jiwanya lelah oleh penyesalan. Ada pula yang hidup lama, tapi tidak bahagia karena lupa cara bersyukur.

Syekh Ibnu Atha’illah berkata dalam Al-Hikam, “Tidak ada sesuatu yang lebih memadamkan cahaya hati selain terus-menerus bergantung pada dunia."

Ketika manusia tua masih dikuasai ambisi dunia, hatinya akan semakin sempit.
Maka tak heran, kesepian bisa terasa seperti penyakit kronis, tidur gelisah, pikiran terus berputar, seluruh badan serasa sakit padahal yang sakit sebenarnya adalah jiwa yang jauh dari dzikir. Tanpa istighfar, tanpa lapang dada, usia hanya menjadi beban waktu. Tapi dengan zikir, setiap napas menjadi pahala, setiap lemah menjadi ladang sabar.

Allah Swt menurunkan ketenangan bukan pada usia muda, tapi pada hati yang beriman.

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (TQS. Ar-Ra’d: 28)

Kembali ke Makanan Tayyib dan Pikiran yang Bersih

Tubuh adalah kendaraan mencari amal sebagai bekal menuju akhirat, sob
Kalau kendaraannya rusak karena makan sembarangan, perjalanan jadi berat.
Itulah kenapa Islam sangat menekankan makanan halal dan tayyib bukan cuma sah dari sisi hukum, tapi juga baik bagi kesehatan.

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.” (TQS. Al-Baqarah: 168)

Makanan tayyib bukan sekadar bebas haram, tapi juga bebas dari keserakahan dan kemarahan saat memakannya alias sewajarnya saja.

Syekh Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Penyakit tubuh berasal dari makanan yang buruk, dan penyakit hati berasal dari maksiat yang terus menerus.”

Jadi bukan cuma gula darah yang harus dijaga, tapi pikiran dan hati juga. Karena makanan menentukan kesehatan tubuh, sedangkan pikiran menentukan kesehatan jiwa.

Ilmu Allah, Vitamin Sejati di Usia Tua

Jadi sob, jangan pernah berhenti belajar. Ilmu Allah itu seperti oksigen makin kita serap, makin hidup jiwa ini.

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan bahwa kebangkitan manusia hanya bisa terjadi jika berpikir dengan landasan akidah Islam. Artinya, setiap ilmu yang kita pelajari, dari sains sampai seni, harus diarahkan untuk memperkuat iman, bukan sekadar menambah informasi.

Ilmu yang menumbuhkan iman itu seperti sinar pagi di tubuh renta. Ia lembut, tapi mampu menghidupkan kembali semangat. Maka di usia berapa pun, teruslah membaca, menulis, dan berdakwah.
Karena selama jari masih bisa menekan huruf, itu tanda Allah belum mencabut izin kita untuk berbuat baik.

Usia kita memang pasti menua, tapi makna bisa selalu muda. Tubuh melemah, tapi jiwa bisa terus menguat. Selama shalat masih ditegakkan, wudhu masih dijaga, dan hati masih ingin mengenal Allah, berarti kamu belum benar-benar tua, kamu cuma sedang disiapkan untuk pulang dengan cahaya. 

Maka, ambil hikmahnya saat merawat orang tua. Jaga tubuhmu dengan makanan halal, jaga hatimu dengan ilmu yang benar, dan jaga hidupmu dengan dzikir yang terus mengalir. Karena sehat sejati bukan di umur panjang, tapi di hati yang selalu ingat Allah Swt. []


Nabila Zidane
Jurnalis

0 Komentar