Sudan Membara, Umat Harus Sadar Hanya Islam Solusi Hakiki


MutiaraUmat.com -- Belum selesai genosida di Pelestina, kini krisis Sudan kembali membara. Ribuan orang mengungsi, pembunuhan masal dan pemerkosaan terus terjadi dan semakin mengerikan. 

Kondisi kemanusiaan di El‑Fasher, ibu kota negara bagian Darfur Utara semakin mengkhawatirkan setelah lebih dari 62.000 warga mengungsi hanya dalam waktu empat hari terakhir, yaitu antara 26 hingga 29 Oktober. (minanews.net, 2-11-2025)

Korban jiwa serangan kelompok milisi Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di Sudan dilaporkan terus melonjak. Angka kematian dilaporkan mencapai 1.500 orang dalam tiga hari belakangan. (republik.co.id, 27-10-2025)

Sudan merupakan negara terbesar ketiga di Afrika, mayoritas muslim memiliki SDA melimpah. Kaya emas dan minyak, dengan tanah subur yang luas namun mengalami krisis kemanusiaan sangat panjang. Situasinya tidak kalah mencekam seperti di Gaza. Genosida yang dilakuan RSF sangatlah brutal. Selama pengepungan jutaan penduduk kelaparan, banyak perempuan yang dirudapaksa dan dibunuh, anak-anak juga banyak yang dibunuh. Hanya dalam hitungan hari ribuan penduduk sudan dibunuh. 

Krisis Sudan yang berlangsung lama dan bukan murni konflik etnis tapi ada keterlibatan negara adidaya (AS) dan Inggris yang melibatkan negara bonekanya (Zionis dan UEA) terkait rebutan pengaruh politik ( proyek timur tengah baru AS) demi kepentingan perampokan SDA yang melimpah ruah.

Penjajahan yang dilakukan Inggris berkamuflase awalnya bersifat fisik menjadi penjajahan yang bersifat politik dan ekonomi melalui pembentukan para penguasa boneka. 

Cara licik Inggris membuat skenario pecah belah menciptakan perang proksi yang dinarasikan sebagai “perang saudara” atau “perang antar-etnik” dan mengakibatkan konflik berkepanjangan.

Amerika tidak jauh berbeda dengan Inggris. Amerika tidak ingin terlihat mendukung salah satu pihak saja baik RSF maupun SAF, namun Amerika Serikat memastikan bahwa Laut Merah aman untuk jalur perdagangan, dan daratan Sudan juga aman agar tidak jadi lahan bebas penyelundupan senjata bagi para pejuang di Palestina, sebagaimana yang telah disampaikan Trump beberapa waktu lalu.

Amerika Serikat berada di balik rekayasa dalam gencatan senjata antara SAF dan RSF baru-baru ini, dengan tujuan jangka panjang untuk memecah kembali Sudan seperti saat pemisahan Sudan Selatan. 

Sampai disini, jelas bahwa konflik Sudan bukanlah konflik agama atau mazhab. Perang saat ini merupakan perebutan kekuasaan, ekonomi, dan kontrol teritorial, dengan emas, perdagangan lintas-batas, dan pelabuhan Laut Merah sebagai taruhannya. Namun karena hampir seluruh pelakunya Muslim dan termasuk wilayah jantung dunia Islam di Afrika, krisis ini menggambarkan tentang bagaimana kekuasaan tanpa akuntabilitas dapat menghancurkan peradaban Islam sendiri.

Konflik-konflik yang ada di dunia ini adalah usaha barat dengan ideologi kapitalisme-sekularisme untuk membendung semangat persatuan dan kebangkitan umat Islam. Inilah pentingnya umat harus dinaikkan level berpikirnya sehingga mampu membaca seluruh problem dunia dalam kacamata ideologis dan keniscayaan perang peradaban antara ideologi Islam dan ideologi non Islam. 

Dengan kesadaran politik, umat diharapkan tidak lagi dibodoh-bodohi dengan propaganda krisis Sudan sebagai konflik etnis atau perang saudara atau sejenisnya. Umat harus terlepas dari belenggu nasionalisme yang dicekokkan penjajah pada mereka agar umat Islam bersatu dan tergerak membela saudaranya. Maka dari itu, untuk menyatukan umat seruluruh dunia dan menyelesaikan berbagai konflik dan krisis baik politik, ekonomi, dll, kita butuh sistem islam. Umat Islam harus berjuang menegakkan sistem Islam karena dorongan iman.

Persatuan negeri-negeri Muslim di bawah naungan Khilafah adalah kunci untuk melawan hegemoni negara-negara kafir Barat yang terus membuat umat Islam terjajah, terpecah dan menderita.


Oleh : Puput Weni R
Aktivis Muslimah

0 Komentar