Perselingkuhan Bukan Takdir, Tapi Pilihan Sadar yang Akan Dihisab
MutiaraUmat.com -- Akhir-akhir ini kabar perceraian bertebaran seperti status galau di hari Senin dan hampir semua punya template drama yang sama: “Maaf, aku jatuh cinta lagi.”
Astaghfirullah. Seolah-olah hati itu jalan licin yang bisa bikin orang “tergelincir tanpa sengaja.” Padahal jelas, yang namanya selingkuh itu bukan terpeleset, tapi melompat sadar-sadar ke jurang dosa dengan perhitungan yang salah.
Lebih nyesek lagi, pelaku perselingkuhan sekarang punya kamuflase paling mainstream, “Ini sudah takdir.”
Padahal kalau urusannya dosa, takdir nggak bisa dijadikan kambing hitam. Allah memang sudah menuliskan segala sesuatu, tapi bukan berarti manusia bebas berbuat maksiat tanpa tanggung jawab.
Syekh Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Takdir tidak bisa dijadikan alasan untuk meninggalkan kewajiban atau melakukan kemaksiatan.”
Artinya, kalau seseorang berselingkuh, itu bukan ditakdirkan selingkuh, tapi dibiarkan memilih selingkuh atau tetap setia dan setiap pilihan akan dihisab. Karena Islam memuliakan kehendak manusia bukan untuk membenarkan hawa nafsu, tapi untuk mengujinya.
Selingkuh Itu Bukan Kecelakaan, Tapi Keputusan Sadar
Jangan salah, perselingkuhan itu enggak muncul tiba-tiba. Itu lahir dari proses panjang yang dirawat pelan-pelan, dari hati yang tidak dijaga, komunikasi yang dibiarkan renggang, dan iman yang mulai tipis.
Awalnya cuma “teman curhat,” lalu berubah jadi “teman nyaman,” sampai akhirnya jadi “teman penghancur rumah tangga.”
Semuanya diawali dari satu titik yang akan membawa penyesalan, yaitu melanggar batas syariat.
Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah seseorang berzina melainkan saat itu imannya sedang tercabut darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi, setiap kali seseorang tergoda, lalu berpikir “ah cuma chat,” “cuma kopi bareng,” “cuma sekadar teman,” itulah momen iman sedang ditarik menjauh, dan Jin Dasim sedang tertawa sambil tepuk tangan di pojokan akalmu yang mulai terkalahkan oleh hawa nafsu sesaat.
Kamu tahu siapa Jin Dasim?
Dalam riwayat disebutkan, Jin Dasim adalah jin yang bertugas merusak rumah tangga.
Al-Qurthubi dalam Tafsir al-Qurthubi (Juz 10, halaman 40) dan Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulum ad-Din juga menyebut bahwa Dasim adalah jin rumah tangga yang senang menimbulkan pertengkaran dan kekacauan domestik.
Dia paling suka ketika pasangan bertengkar dan saling menjauh. Maka tak heran, rumah tangga yang jarang dzikir, jarang doa bersama, dan jarang komunikasi jujur, cepat sekali retak.
Begitu pintu iman terbuka sedikit, Jin Dasim langsung masuk tanpa izin.
Tapi ingat, sob, tugas setan cuma menggoda, tapi yang memutuskan selingkuh tetap manusia. Jadi jangan salah alamat kalau nanti di akhirat ditanya, “Siapa yang menyuruhmu berkhianat?”
Nggak ada yang bisa dijawab selain, “Aku sendiri, ya Allah.”
Antara Lemah Iman dan Sistem Sekuler-Liberal
Fenomena selingkuh ini bukan sekadar soal moral pribadi. Ia adalah produk sistem sekuler-liberal yang menormalisasi hawa nafsu dan mengerdilkan nilai keluarga.
Media mengajarkan bahwa “cinta harus jujur pada perasaan,” padahal Islam mengajarkan bahwa cinta harus jujur pada aturan Allah.
Film romantis kadang menggambarkan affair sebagai “cinta yang tulus tapi salah waktu.” Padahal dalam Islam, tidak ada cinta yang tulus jika mengkhianati janji suci dan menelantarkan anak istri demi wanita lain yang belum tentu lebih baik.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan, bahwa sistem sekularisme telah menyingkirkan aturan Allah dari kehidupan manusia. Akibatnya, standar benar-salah diganti dengan “asal bahagia.” Dan karena itu, banyak orang lebih takut kehilangan pasangan haram daripada kehilangan ridha Allah.
Dalam sistem Islam, cinta bukan dibiarkan liar, tapi dijaga dengan akad dan amanah.
Keluarga dibangun atas dasar takwa, bukan drama.
Negara Islam (khilafah) bahkan punya mekanisme hukum yang tegas terhadap zina dan segala bentuk pengkhianatan dalam rumah tangga. Bukan untuk menghukum dengan kejam, tapi untuk menjaga kesucian masyarakat dari wabah syahwat yang liar.
Selingkuh Bukan Salah Takdir, tapi Salah Tafsir
Yang seringkali bikin heran, para pelaku perselingkuhan bisa berfilosofi lebih dalam dari ustaz YouTube.
“Cinta nggak bisa dipaksakan.”
“Kalau ini dosa, kenapa Allah biarkan terjadi?”
Padahal Allah membiarkan manusia berbuat dosa bukan karena membenarkan, tapi karena memberi ruang untuk memilih dan menanggung akibatnya.
Ibnul Qayyim berkata, “Kebebasan memilih adalah ujian bagi manusia, agar tampak siapa yang menempuh jalan taat dan siapa yang menuruti hawa nafsu.”
Jadi jangan sekali-kali menyebut selingkuh sebagai takdir. Itu sama saja menyalahkan Allah atas dosa yang kamu pilih sendiri.
Kalau begitu, nanti pencuri pun bisa bilang, “Aku mencuri karena takdir,” dan pembunuh berkata, “Aku membunuh karena Allah sudah tetapkan.” Lalu apa bedanya manusia dengan robot?
Solusi: Perbaiki Iman, Ganti Sistem, Jaga Pandangan
Perselingkuhan hanya bisa dihentikan dengan dua hal, yaitu: Individu yang kuat iman, dan sistem yang menutup celah maksiat.
Islam melarang khalwat (berduaan dengan non-mahram), membatasi pergaulan, dan memerintahkan hijab bukan untuk mengekang cinta, tapi untuk menjaga kesuciannya.
Sementara sistem liberal membuka pintu interaksi bebas, membuat batas mahram dianggap “kolot,” dan mengganti cinta suci dengan cinta instan.
Kata Imam Al-Ghazali, “Barang siapa menuruti pandangan matanya, maka ia akan terjerumus dalam kehinaan.”
Maka mulai dari diri sendiri. Jaga pandangan, jaga hati, jaga janji. Cinta sejati bukan yang berani melanggar aturan Allah demi hawa nafsu sesaat, tapi yang berani menahan diri demi ridha Allah.
Jadi sob, perselingkuhan bukanlah takdir yang menimpa, tapi pilihan sadar yang kelak akan dihisab. Allah tak pernah menulis seseorang untuk menjadi peselingkuh, manusia sendirilah yang menulis dosa itu di catatan amalnya.
Dan jangan lupa, yang bisa menutup aibmu di dunia hanyalah Allah, tapi yang membuka semua di akhirat juga Allah. Maka berhentilah menyalahkan takdir.
Karena takdir tidak pernah menuntunmu ke dosa, yang menuntunmu ke dosa adalah hawa nafsu yang tak mampu kamu kendalikan.
Dan ketika hati mulai tergoda, ingat satu hal bahwa tak ada cinta yang seindah taat kepada Allah. Karena cinta yang didapat dari melanggar syariat, ujungnya bukan bahagia, tapi hisab yang menyakitkan. []
Nabila Zidane
Jurnalis
0 Komentar