Perceraian Marak: Keluarga Runtuh, Generasi Rapuh dalam Sekularisme
MutiaraUmat.com -- Peran orang tua sangat menentukan proses tumbuh kembang anak, serta pendidikan anak. Orang tua juga merupakan figur utama yang dijadikan panutan oleh anak dalam menentukan kepribadiannya. Oleh karena itu, kehadiran orang tua sungguh sangat penting bagi tumbuh, kembang dan masa depan anak. Namun, ketika perpisahan terjadi antara ayah dan ibu, dampak terbesar tentunya sangat dirasakan oleh anak. Kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan mental dan kondisi psikologisnya. Tak jarang, anak-anak yang orangtuanya bercerai akan mengalami perubahan ke arah negatif sebab terpengaruh dengan pergaulan.
Salah satu contoh yang bisa kita lihat adalah angka perceraian yang terjadi di Bojonegoro menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Hingga akhir Oktober 2025, Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro telah memutus sebanyak 2.240 perkara dalam sepuluh bulan pertama tahun ini. Khusus pada Oktober 2025, sebanyak 220 perkara gugatan diputus. Data terbaru menyoroti pergeseran signifikan dalam faktor penyebab perceraian. Jika dilihat dari data dua bulan terakhir (September dan Oktober), perselisihan dan pertengkaran terus-menerus melonjak tajam menjadi penyebab utama. Pada Oktober 2025, tercatat 136 perkara di kategori ini, meningkat dari 22 perkara di bulan September. (Bojonegoro.go.id, 3/11/2025)
Tingginya angka perceraian yang terus menerus terjadi disebabkan berbagai faktor. Faktor pertengkaran, ekonomi, KDRT, perselingkuhan, judol, dan lain-lain. Perceraian tidak saja terjadi pada masyarakat umum tetapi juga pada publik figur. Mirisnya banyak kasus perceraian adalah cerai gugat yang berarti dilayangkan oleh istri. Ini pertanda bahwa kaum hawa memilih perpisahan sebagai solusi dalam menyelesaikan permasalahan dalam berumah tangga. Padahal pernikahan bukan hanya sekadar hubungan antara pasangan suami istri, tetapi juga menyangkut lahirnya generasi penerus peradaban yang tangguh. Menurut data BPS, pada 2024 terdapat 308.956 kasus cerai gugat atau sekitar 77,2 persen dari total perceraian nasional. Sedangkan kasus cerai talak, yaitu yang diajukan oleh pihak suami, sebanyak 85.652 kasus. (Voi.id, 9/11/2025)
Kehidupan dalam sistem kapitalisme sekularisme telah merubah cara pandang kaum wanita pada orientasi materi. Feminisme telah berhasil masuk dalam pemikiran sebagian wanita termasuk Muslimah sehingga wanita yang telah bercerai dari suaminya merasa mampu mandiri, menjadi tulang punggung meskipun harus keluar rumah bekerja bahkan keluar negeri meninggalkan anak-anaknya. Padahal sejatinya pernikahan bukan hanya sekedar hubungan antara pasangan suami istri, dan memenuhi kebutuhan dan kesenangan materi semata. Tetapi keluarga adalah pondasi tempat lahirnya generasi mendatang. Sistem Sekularisme hari ini telah gagal memahamkan masyarakat hakekat kewajiban suami dan istri dalam membangun rumah tangga. Kapitalisme sekularisme bahkan merusak tatanan keluarga, masyarakat hingga generasi. Perceraian berdampak pada anak yang tumbuh dalam trauma, sulit mengekspresikan diri dan rentan berbuat hal yang merusak dirinya. Membuat generasi rapuh dan sulit membangun hubungan sehat di masa depan.
Paradigma kapitalisme sekularisme dalam sistem pendidikan, sistem pergaulan sosial, sistem politik ekonomi telah membuat ketahanan keluarga dan generasi lemah. Sistem ini sudah gagal memberi solusi dalam berkeluarga, justru memberi masalah. Bagaimana tidak, sistem ekonomi kapitalis membuat harga kebutuhan pokok menjadi tinggi, biaya pendidikan mahal. Hal ini memicu banyak peran ibu menjadi tergantikan sebagai pencari nafkah. Belum lagi sistem pergaulan yang tidak memiliki batasan antara lelaki dan perempuan, berkhalawat menjadi hal yang lumrah dalam sistem ini, ditambah kemajuan sosial media yang tiada batasan. Kita harus beralih dari sistem kufur ini ke sistem Islam yang mampu mengayomi dan memberi kesejahteraan dalah segala lini kehidupan.
Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah) yang berdasarkan pada akidah Islam. Syariat Islam di terapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Mulai dari keluarga, masyarakat hingga bernegara. Sistem Pendidikan Islam mengantarkan pada pembinaan kepribadian Islam yang kokoh dan siap membangun keluarga sakinah mawaddah warahmah. Suami dan istri akan memahami hak dan kewajiban masing-masing. Islam mewajibkan suami mencari nafkah. Dalam hal ini, negara wajib hadir menyediakan lapangan pekerjaan, memberi pelatihan pendidikan kerja, serta memberi modal usaha bagi yang hendak berwiraswasta. Khilafah juga akan menindak tegas bagi suami yang melalaikan tugasnya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya dengan baik.
Tidak hanya sistem pendidikan, dalam sistem pergaulan, Islam juga menjaga hubungan dalam keluarga serta sosial masyarakat tetap harmonis berlandaskan ketaqwaan kepada Allah SWT. Pergaulan suami dan istri adalah persahabatan, satu sama lain berhak mendapat ketentraman. Perpisahan atau perceraian dalam Islam diperbolehkan namun dibenci Allah SWT. Perceraian berdampak pada trauma anak, sulit mengekspresikan diri dan rentan berbuat hal yang merusak dirinya. Akibatnya membuat generasi rapuh dan sulit membangun hubungan sehat di masa depan. Paradigma Sekuler Kapitalis dalam sistem pendidikan, sistem pergaulan sosial, sistem politik ekonomi telah membuat ketahanan keluarga dan generasi lemah bahkan hancur. Bagaimana tidak, sistem ekonomi kapitalistik membuat harga kebutuhan pokok menjadi tinggi, biaya pendidikan mahal. Hal ini memicu perubahan peran ibu menjadi pencari nafkah. Walhasil tidak mampu menjalankan perannya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dengan baik.
Belum lagi sistem pergaulan yang tidak memiliki batasan antara lelaki dan perempuan, berkhalawat menjadi hal lumrah, ditambah kemajuan sosial media yang tiada batasan. Ini seharusnya menjadikan kita beralih dari sistem rusak ini ke sistem Islam yang mampu mengayomi dan memberi kesejahteraan dalam segala lini kehidupan.
Dalam sistem Islam, konsep khilafah yang menerapkan syariat Islam kaffah berdasarkan pada akidah Islam. Syariat Islam di terapkan dalam seluruh aspek mulai dari keluarga, masyarakat dan bernegara. Sistem pendidikan Islam mengantarkan pada pembinaan kepribadian Islam yang kokoh dan siap membangun keluarga sakinah mawaddah warahmah. Suami dan istri akan memahami hak dan kewajiban masing-masing karena dorongan iman dan takwa kepada Allah SWT. Islam mewajibkan suami mencari nafkah. Dalam hal ini, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan, memberi pelatihan pendidikan kerja, serta memberi modal usaha bagi yang hendak berwiraswasta. Khilafah juga akan menindak tegas bagi suami yang melalaikan tugasnya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya dengan baik.
Kesejahteraan keluarga dan masyarakat dijamin oleh sistem politik ekonomi Islam. Islam menjamin kesejahteraan umatnya terkait kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan. Begitu juga keamanan, pendidikan, kesehatan yang secara mutlak menjadi tanggung jawab negara yang ditanggung baitu maal. Semua pemenuhan itu di jamin negara melalui penerapan hukum Islam yang satu sama lain saling mengukuhkan. Mulai dari sistem ekonomi, politik, sosial, pendidikan, sistem sanksi dan lainnya. Mereka akan merasakan betapa indah dan nyaman hidup dalam sistem Islam. Seorang ibu tidak diberi tanggungjawab lagi dengan urusan ekonomi, sehingga perannya maksimal menjadi pendidik, pengayom bagi anak-anaknya demi mewujudkan generasi penopang peradaban di masa depan. Maka untuk mewujudkan keluarga keluarga samara, generasi yang tangguh sangat dibutuhkan peran negara. Dan semua ini hanya terwujud jika sistem khilafah yang di terapkan di muka bumi ini. Hanya khilafah yang menjamin ketahanan keluarga, sehingga melahirkan generasi gemilang dalam menyongsong peradaban ini.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Farida Marpaung
Aktivis Muslimah
0 Komentar