Perceraian Bisa Jadi Pemicu Kehancuran Generasi

MutiaraUmat.com -- Dulu jika kita mendengar kata cerai adalah tabu, namun saat ini perceraian seakan menjadi trend. Menteri agama Nasaruddin Umar meminta Badan Penasihat, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) untuk memeperkuat pendampingan keluarga agar perceraian tidak terus meningkat. Hal ini dilakukan oleh Menag setelah mencatat lonjakan kasus perceraian yang sebgaian besar dialami oleh pasangan usia pernikahan muda (5 tahun ke bawah). (kompas.com, 16 November 2025)

Menag juga menyampaiksn bahwa 65 persen kasus perceraian berasal dari cerai gugat yaitu istri menjadi pihak yang paling sering mengajukan gugatan cerai. Dari pencarian di google tgl 17 November 2025, mahkamah agung mencatat 564.942 putusan perceraian perdata agama hingga 13 November 2025. Diantara penyebab perceraian adalah perselisihan dan pertengakaran terus menerus (63%), masalah ekonomi (25%). Selain itu KDRT (mencapai lebih dari 7 ribu laporan pada tahun 2024), perselingkuhan, hingga perbedaan pandangan hidup. (CNBN, 30 Oktober 2025)

Banyaknya kasus perceraian dengan berbagai latar belakang, menunjukkan lemahnya pemahaman masyarakat tentang hakekat pernikahan. Paradigma sistem kapitalisme sekuler telah menjadikan pemahaman pendidikan, pergaulan sosial, sistem politik ekonomi yang lemah mengantarkan runtuhnya ketahanan keluarga.

Dalam Islam pernikahan adalah mitsaqan ghalidzon (pejanjian yang kuat) bukan hanya sekadar kontrak sosial atau hubungan emosional semata. Pernikahan adalah institusi yang dibangun dengan landasan takwa dengan tujuan menjaga kehormatan, melanjutkan keturunan, mewujudkan ketentraman hidup untuk meraih ridlo Allah SWT.

Namun sistem kapitalisme sekuler saat ini memandang bahwa pernikahan hanyalah pemenuhan hasrat. Tidak heran sedikit adanya konflik langsung berakhir dengan perceraian. Hal ini disebabkan dalam sistem kapitalisme sekuler, tolak ukur perbuatan hanyalah kebebasan individu, serta manfaat yang diperoleh. Dalam pemenuhan hasrat bukan lagi dalam rangka menunaikan kewajiban untuk membangun rumah tangga sakinah mawaddah wa rahmah.

Masalah ekonomi yang kerap kali menjadi pemicu perceraian, menunjukkan kapitalisme telah gagal menyejahterakan rakyat. Di sisi lain sekularisme telah menjauhkan agama dari kehidupan publik. Agama dijauhkan dari pendidikan, media dan kebijakan negara. Sehingga generasi muda tumbuh dalam pandangan liberal bebas mencintai, bebas menikah dan bebas bercerai.

Hal ini jauh berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam perceraian harus diselesaikan secara sistemik sampai menyentuh ke akar masalah. Dalam Islam ketahan keluarga dibangun diatas tiga pilar yaitu, kepribadian individu yang kokoh, masyarakat yang islami, dan jaminan kesejahteraan oleh negara melalui sistem politik dan ekonomi.

Pendidikan Islam dilandasi oleh akidah Islam akan menciptakan generasi yang berkepribadian Islam yaitu memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam. Pendidikan tidak hanya sekedar transfer ilmu tapi membentuk generasi yang bertakwa kepada Allah dan memiliki tanggung jawab dalam kehidupan, anak laki laki disiapkan sejak dini bahwa dia adalah sebagai qawwam pemimpin dalam rumah tangga sementara anak perempuan disiapkan sebgai ibu dan pengatur rumah. Keduanya memahami pernikahan bukanlah sekedar memenuhi kenikmatan dunia namun pernikahan adalah ibadah untuk memperoleh ketenangan dan ridha Allah SWT.

Masyarakat Islami akan membentuk interaksi yang jauh dari kemaksiatan sebagai pemicu perceraian. Negara dalam Islam mewajibkan kepala negara menjamin kesejahteraan rakyat. Dengan demikian hal hal yang bisa memicu perceraian dapat di hilangkan sehingga ketahan keluarga akan kokoh dan mampu melahirkan generasi hebat. Allahu a'lam bishshawab. []


Dewi Asiya
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar