Meneguhkan Peran Santri di Tengah Arus Pemikiran Sekuler


MutiaraUmat.com -- Hari ini, 22 Oktober 2025, kita kembali merayakan Hari Santri Nasional yang telah diperingati sebanyak sepuluh kali sejak pertama kali ditetapkan pada 15 Oktober 2015.

Sebagaimana kita ketahui, penetapan Hari Santri Nasional didasarkan pada tiga alasan penting.

Pertama, karena para ulama dan santri pesantren memiliki peranan besar dalam perjuangan merebut serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia, bahkan turut berkontribusi dalam mengisi kemerdekaan tersebut.

Kedua, penetapan Hari Santri dimaksudkan untuk mengenang dan meneladani semangat juang para ulama dan santri yang telah berkorban demi bangsa, agar generasi muda dapat melanjutkan perjuangan mereka dalam membangun negeri.

Ketiga, tanggal 22 Oktober dipilih karena bertepatan dengan dikeluarkannya Resolusi Jihad oleh Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari, yang menyerukan kewajiban bagi setiap muslim untuk membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman penjajah. (Kemenag.go.id)

Resolusi jihad menjadi momentum penting yang membangkitkan semangat santri, pemuda, dan rakyat untuk bersatu melawan pasukan kolonial. Saat itu, para santri di Surabaya dengan gagah berani menyerang markas pasukan Inggris—Bridge 49 Mahratta—yang dipimpin oleh Brigjen A.W.S. Mallaby. Pertempuran sengit terjadi selama tiga hari, yaitu pada 27–29 Oktober 1945, dan berakhir dengan gugurnya Jenderal Mallaby serta sekitar 2.000 tentaranya. Peristiwa ini kemudian memicu terjadinya pertempuran besar pada 10 November 1945, yang kini dikenal sebagai Hari Pahlawan.

Dengan ditetapkannya 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, diharapkan jasa dan perjuangan ulama serta santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia akan terus dikenang, serta menjadi teladan bagi generasi penerus untuk terus bersemangat mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan penuh pengorbanan. 

Momentum yang Pas untuk Santri Perbaiki Negeri 

Sebagaimana kita pahami bersama, kitab-kitab keislaman yang dipelajari di berbagai pondok pesantren pada dasarnya berfungsi sebagai pedoman dan solusi yang tepat bagi kehidupan umat. Kitab-kitab tersebut bukanlah sekadar bacaan yang berhenti manfaatnya setelah selesai dikaji, melainkan sumber ilmu yang terus hidup dan relevan untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Demikian pula dengan jihad fii sabilillah, yang memiliki makna penting bagi para santri untuk dipahami serta disampaikan kepada umat, agar mereka sadar bahwa hal tersebut merupakan bagian dari ajaran Islam. Pembahasan tentang fikih jihad pun banyak dijumpai dalam berbagai kitab-kitab mu’tabar, mulai dari Kifayatul Akhyar hingga Al-Umm. (Media umat)

Apa yang Harus Dilakukan Santri?

Oleh karena itu, para santri dan ulama dituntut untuk memiliki semangat juang dan sikap tegas dalam melawan berbagai pengaruh asing yang membawa kerugian bagi umat. 

Dengan kata lain, mereka harus peka terhadap berbagai bentuk kerusakan yang melanda masyarakat, seperti maraknya perzinaan, praktik muamalah berbasis riba dalam sistem kapitalis, serta penguasaan sumber daya alam oleh pihak-pihak asing maupun kelompok tertentu yang hanya mementingkan diri sendiri.

Meskipun zaman telah berubah, para santri dan ulama masa kini tetap memiliki kewajiban untuk terus menggerakkan dakwah, membimbing serta menyadarkan umat dari bahaya ideologi dan aturan-aturan asing yang tidak sejalan dengan ajaran Islam.

Para santri memiliki kewajiban untuk menyebarkan dakwah Islam di tengah masyarakat serta menegaskan bahwa Islam adalah satu-satunya solusi yang paling tepat bagi berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa ini.

Sebab para ulama, yang turut menjadi perintis berdirinya negeri ini, telah lebih dulu menyalakan semangat jihad yang luar biasa demi membebaskan bangsa dari cengkeraman penjajahan Barat.

Oleh karena itu, agar peringatan Hari Santri tidak hanya menjadi ajang seremonial tanpa makna, umat — khususnya para santri — perlu menyadari bahwa mereka bukanlah kaum rahib yang hanya menghabiskan waktu untuk berdoa dan berdiam diri.

Para santri dan asatidz sejatinya bukanlah orang yang terpaku pada ibadah ritual semata, tetapi juga harus aktif berperan dalam mengurus dan memperjuangkan urusan umat.

Namun pada masa sekarang, bentuk penjajahan yang harus dihadapi para santri bukan lagi melalui senjata, melainkan melalui serangan pemikiran, budaya, dan ideologi yang datang dari Barat. Karena itu, santri harus bangkit melawannya dengan menyerukan penerapan ajaran Islam sebagai jalan penyelamat bagi negeri ini.

Kini, saatnya santri menggulirkan Resolusi Islam demi keselamatan bangsa, Santri siap mengawal Indonesia Merdeka , Menuju Peradaban Dunia dengN Islam kaffah, sebab tidak ada solusi yang lebih sempurna selain dengan penerapan Islam secara menyeluruh di seluruh penjuru kehidupan.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Cahya Candra Kartika, S.Pd.
Aktivis Muslimah

0 Komentar