Darurat KDRT Dan Kekerasan Remaja Bukti Rusaknya Sistem Sekuler Kapitalisme
MutiaraUmat.com -- Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kian marak, menurut Data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) menunjukkan tren jumlah kasus KDRT di Indonesia pada periode Januari hingga awal September 2025 cenderung mengalami peningkatan. Jumlah kasus KDRT tercatat sebanyak 1.146 perkara pada Januari dan terus mengalami peningkatan bertahap hingga mencapai 1.316 perkara pada bulan Mei. (Goodstats.id, 14 September 2025)
Seperti Kasus penemuan jasad seorang wanita yang hangus terbakar di wilayah Sumbermanjing Wetan (Sumawe), Kabupaten Malang, terungkap dan polisi memastikan bahwa pelaku pembunuhan tidak lain adalah FA (54), suami siri korban bernama Ponimah (42).
Di Pacitan, Jawa Timur, remaja 16 tahun tega membacok nenek angkatnya hanya karena sakit hati disebut cucu pungut. (Beritasatu.com 16 Oktober 2025)
Di Jakarta. Seorang remaja berusia 16 tahun di Kelurahan Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, diduga mencabuli dan membunuh anak perempuan berusia 11 tahun pada Senin (13/10/2025).
Seorang ayah, SP (42), di kabupaten Dairi, provinsi Sumatera Utara, tega melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya sendiri berinisial SD (15). (Kompas.com, 18 Oktober 2015)
Maraknya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan remaja menjadi cerminan rapuhnya ketahanan keluarga hari ini. Hal ini menunjukkan adanya masalah mendalam yang menggerogoti fungsi fundamental keluarga. Hilangnya fungsi perlindungan dalam keluarga yakni fungsi ayah tidak berjalan dengan baik. Seharusnya laki-laki menjadi orang yang paling utama untuk melindungi keluarga justru dengan teganya melakukan tindak kekerasan pada keluarga yang seharusnya dia jaga dan lindungi.
Faktor keretakan keluarga atau yang sering disebut broken home juga turut menjadi sebab yang signifikan terhadap perilaku remaja yang berpotensi menjadi pemicu meningkatnya kasus kekerasan. Lingkungan yang tidak stabil, kurangnya perhatian, dan pola asuh yang salah juga dapat membentuk karakter remaja yang agresif atau memiliki kontrol diri yang lemah. Fakta ini menunjukkan adanya krisis moral yang berakar pada rusaknya pondasi keluarga.
Sistem pendidikan sekuler liberal semakin memperparah keadaan generasi muda saat ini yang menanamkan paham kebebasan dan sikap individualistik yang mengikis rasa tanggung jawab. Banyak anggota keluarga yang lupa terhadap peran dan kewajiban mereka. Kondisi ini tidak hanya merusak keharmonisan rumah tangga, tetapi juga akan menumbuhkan perilaku remaja yang kritis moral.
Sistem sekuler kapitalisme melahirkan paham materialisme yang memandang kebahagiaan semata-mata diukur dari harta dan kesenangan duniawi. Kehidupan keluarga sering kali dihadapkan oleh tuntutan ekonomi dan gaya hidup konsumtif. Ketika kesulitan hidup datang maka kondisi rumah tangga mudah retak, bahkan bisa berujung pada tindakan kekerasan.
Sayangnya, negara abai terhadap akar persoalan ini. Undang-undang PKDRT memang menindak pelaku kekerasan, tetapi tidak menyentuh sumber masalah yang sebenarnya, yakni sistem kehidupan yang sekuler dan materialistik. Akibatnya, solusi yang diambil hanya bersifat reaktif, bukan preventif.
Islam menawarkan solusi menyeluruh yang mampu mengatasi akar masalah rapuhnya ketahanan keluarga. Pendidikan Islam, baik di rumah maupun di sekolah, berorientasi pada pembentukan kepribadian yang bertakwa dan berakhlak mulia, bukan semata mengejar kesuksesan duniawi. Keluarga yang berlandaskan iman dan Islam akan memiliki kesadaran akan tanggung jawabnya baik terhadap manusia terlebih di hadapan Allah SWT.
Selain itu, sanksi Islam (uqubat) ditegakkan bukan sekadar untuk menghukum pelaku, tetapi juga sebagai pencegah sekaligus sarana pendidikan bagi masyarakat. Penerapan hukum dalam Islam adil dan tegas serta masyarakat akan terdidik untuk hidup sesuai syariat, menjauhi kekerasan, dan menjaga keharmonisan keluarga.
Syariat Islam juga memberikan panduan yang jelas dalam membangun rumah tangga. Islam menata peran suami dan istri dengan seimbang, suami sebagai pemimpin dan pelindung, sementara istri sebagai pendamping dan pengatur urusan rumah tangga sekaligus menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Peraturan Islam tidak mengekang ataupun membiarkan, justru menjaga keharmonisan dan mencegah terjadinya kekerasan sejak awal.
Negara dalam pandangan Islam (khilafah) berperan sebagai raain (pelindung rakyat) yang memastikan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh warganya. Dengan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, keluarga tidak lagi tertekan oleh beban hidup. Dalam sistem Islam, negara tidak hanya menindak kejahatan, tetapi juga menciptakan kondisi yang menekan kemungkinan kejahatan itu terjadi.
Kehancuran keluarga bukan hanya akibat dari masalah individu semata, melainkan buah dari sistem sekuler yang menjauhkan manusia dari aturan sang pencipta. Selama Islam tidak dijadikan landasan dalam membina keluarga dan mengatur kehidupan masyarakat dan bernegara, maka kasus kekerasan, keretakan rumah tangga, dan kenakalan remaja akan terus berulang.
Kini saatnya masyarakat kembali kepada sistem Islam, karena Islam merupakan sistem yang mampu menyatukan iman, akhlak, dan keadilan dalam satu kesatuan. Hanya dengan penerapan syariat Islam, keluarga akan kembali kokoh, masyarakat harmonis, dan negara kuat sehingga kehidupan masyarakat penuh dengan kesejahteraan dan keberkahan.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Sunani
Aktivis Muslimah
0 Komentar