Warisan Ilmu Lewat Tulisan


MutiaraUmat.com -- Menulis bukan sekadar menyusun kata. Ia adalah jejak yang tak pernah lekang, bahkan ketika jasad sudah terbaring di liang lahat. Setiap huruf yang lahir dari pena seorang penulis akan menjadi saksi, apakah ia menjadi cahaya yang menerangi jalan orang lain, atau justru bara yang menjerumuskan.

Bagi seorang Muslim, menulis adalah amal jariyah. Rasulullah Saw bersabda, "Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim).

Menulis dengan niat ikhlas untuk menyebarkan kebenaran sejatinya adalah “ilmu yang bermanfaat.” Bayangkan, sebuah kalimat yang kita tulis hari ini, bisa dibaca ratusan orang, lalu mereka mengamalkannya, menularkannya lagi, hingga berantai ke generasi berikutnya. Amal kita tetap mengalir, padahal kita sudah tidak ada di dunia.

Menulis Adalah Warisan Antar Generasi.

Kita hidup di zaman di mana kecepatan informasi luar biasa. Apa yang viral hari ini, besok bisa hilang ditelan arus. Namun, tulisan yang bermakna tidak pernah benar-benar mati. Ia tersimpan, dibaca ulang, diwariskan. Lihatlah karya-karya ulama terdahulu, seperti Nizham al-Islam, Syakhsiyah Islamiyah, Nizham al-Ijtima'i fi al-Islam, Nidham al-'Uqubat fi al-Islam karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, tafsir Al-Qur’an Imam Ath-Thabari, Al-Muqaddimah Ibnu Khaldun, hingga kitab Al-Mughni Ibnu Qudamah. Mereka semua sudah wafat berabad-abad lalu, tapi ilmunya masih hidup, bahkan terus dipelajari di seluruh penjuru dunia.

Inilah bukti bahwa tulisan adalah warisan paling tahan lama. Lebih berharga daripada rumah, tanah, atau perhiasan. Sebab rumah bisa roboh, tanah bisa berpindah, perhiasan bisa habis, tapi ilmu tetap hidup dan menumbuhkan peradaban.

Ingat, manusia itu makhluk pelupa. Kita sering luput mengingat pelajaran dari kejadian yang sudah berlalu. Dengan menulis, kita mengikat ilmu. Kata Ali bin Abi Thalib ra.

“Ikatlah ilmu dengan tulisan.”

Setiap pengalaman, hikmah, renungan, hingga tafsir kehidupan yang kita tuangkan, akan menjadi pengingat bukan hanya bagi orang lain, tapi juga bagi diri kita sendiri. Menulis adalah cara paling elegan untuk mengabadikan pikiran dan menjaga agar kebaikan tidak hilang ditelan masa.

Menulis untuk Dakwah dan Peradaban

Lebih dari sekadar hobi atau karya pribadi, menulis juga adalah bentuk dakwah. Ketika kita menyuarakan kebenaran, membongkar kebatilan, menyingkap kezaliman, dan mengingatkan umat untuk kembali pada syariat Allah, sejatinya kita sedang menunaikan amanah amar ma’ruf nahi munkar dengan tinta, bukan sekadar lisan.

Tulisan ideologis bukan hanya menyentuh perasaan, tetapi juga menggerakkan akal dan mengubah arah hidup seseorang. Bahkan, perubahan peradaban dimulai dari gagasan.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani pernah berkata bahwa “pemikiran adalah asas kebangkitan.” Artinya, tulisan yang membawa pemikiran Islam bisa menjadi energi perubahan besar bagi umat.

Warisan untuk Anak-Anak Kita

Di antara nikmat terbesar seorang ibu adalah ketika anak-anaknya bangga menyebut nama ibunya, bukan karena harta, tapi karena karya dan marwah. Anak-anak kita boleh jadi tidak mewarisi seluruh harta, tapi mereka akan selalu mewarisi nama baik dan ilmu yang kita tinggalkan.

Saat mereka membaca tulisan kita di kemudian hari, mereka akan menemukan jejak pemikiran, nasihat, dan doa yang kita torehkan. Di sana mereka bisa berkata, “Inilah pesan ibu untukku. Inilah warisan sejati.”

Oleh karena itu, pena tak pernah mati. Menulis bukan hanya tentang eksistensi diri, apalagi sekadar keinginan untuk dikenal. Menulis adalah ibadah, sedekah, dan warisan. Ia adalah cara kita berkontribusi pada umat, sekaligus jalan untuk memastikan kebaikan tetap hidup setelah kita tiada.

Maka, jangan pernah meremehkan satu kalimat yang lahir dari niat baik. Bisa jadi, kalimat itulah yang kelak menolong kita di hadapan Allah.

Mari jadikan menulis bukan sekadar aktivitas, tapi ibadah. Bukan sekadar hobi, tapi warisan. Bukan sekadar jejak digital, tapi cahaya jariyah yang tak pernah padam.

Karena tinta yang ditorehkan di dunia bisa menjadi cahaya di alam barzah. Dan warisan paling indah yang kita tinggalkan bukanlah harta, melainkan ilmu yang mengalirkan pahala hingga generasi terakhir. []


Nabila Zidane
Jurnalis

0 Komentar