Pembangunan Digenjot, Iman dan Takwa Ditinggal? Wassalam
Bayangin ya, kita bikin rumah megah, dindingnya marmer, atapnya kaca, halaman pakai rumput impor. Tapi fondasinya tanah rawa. Hasilnya? Sedikit goyang gempa, ambyar semua. Nah, begitu juga negara. Bangunannya modern, tapi pondasinya rapuh karena iman dan takwa ditinggalkan. Allah udah wanti-wanti soal ini, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi...” (QS. Al-A’raf: 96)
Nah loh, resep berkah itu simpel, yaitu iman plus takwa. Tapi yang sering dipromosiin justru “Berkah investasi asing” wkwkwk. Padahal, investasi iman jauh lebih menguntungkan, jangka panjang, dan bebas riba.
Ulama Sudah Kasih Alarm
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizham al-Islam (Sistem Islam) menjelaskan bahwa akar persoalan umat bukanlah faktor ekonomi atau infrastruktur semata, melainkan penerapan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Karena itu, solusi mendasarnya bukan tambal-sulam pembangunan fisik, tapi mengembalikan Islam sebagai sistem hidup kaffah melalui tegaknya khilafah.
Selain Nizham al-Islam, ide ini juga ditegaskan dalam kitab Mafaahim Hizb al-Tahrir (Pemikiran Hizbut Tahrir), di mana beliau menjelaskan bahwa krisis umat muncul ketika Islam hanya dijadikan ritual pribadi, sementara urusan negara dan masyarakat diatur dengan hukum buatan manusia.
Jadi sob, akar kerusakan umat itu bukan sekadar kemiskinan atau kurangnya infrastruktur, tapi karena sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Jadi pembangunan fisik jalan terus, tapi pembangunan iman dianggap urusan pribadi. Alhasil, hasilnya timpang, negeri megah, rakyat stres.
Di dalam al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun menegaskan bahwa ‘ashabiyyah (solidaritas), akidah, dan moral umat adalah fondasi utama tegaknya peradaban. Teknologi, seni, arsitektur, bahkan ekonomi, hanyalah buah dan pelengkap dari kokohnya nilai dasar tersebut. Kalau akidah dan moralnya runtuh, maka secanggih apapun peradabannya, pasti akan hancur juga. Pembangunan tinggal jadi “Pameran prestasi,” nggak ada rohnya.
Orang Beriman: Aset Bangsa yang Sebenarnya
Kita sering dengar, “Sumber daya manusia adalah aset terbesar bangsa.” Aku sih Yes, tapi jangan lupa kasih embel-embel, “SDM beriman dan bertakwa.”
Kalau cerdas tapi licik, akhirnya bikin korupsi. Kalau pintar tapi nggak punya takwa, ujungnya bikin aturan yang merugikan rakyat. Kalau jago teknologi tapi nggak takut Allah, ya bikin AI untuk manipulasi manusia. Pokoknya apapun yang dia kerjakan pasti menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan orang lain. Perkara halal haram urusan belakang.
Rasulullah Saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian dan harta kalian, tetapi Allah melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)
Artinya jelas, yang jadi tolok ukur kemajuan itu bukan betapa kinclongnya infrastruktur, tapi seberapa bersih hati dan amal umatnya. Kalau banyak orang salih, amanah, beriman, itu baru aset bangsa yang bener-bener berharga.
Pembangunan Fisik vs Pembangunan Iman
Pembangunan fisik itu kayak bumbu instan. Wangi, cepat jadi, tapi kalau dimakan terus-terusan bisa bikin sakit. Sementara pembangunan iman dan takwa itu kayak masakan rumah, butuh proses, nggak instan, tapi sehat dan bergizi jangka panjang.
Negara khilafah dulu jadi super power bukan karena gedung-gedungnya doang. Tapi karena orang-orangnya beriman, takut sama Allah, dan punya visi menebar rahmat ke seluruh dunia.
Masa Harun ar-Rasyid, zakat sampai sulit disalurkan karena masyarakat sejahtera, bukan karena infrastruktur doang, tapi iman yang kokoh.
Jadi, Harusnya Gimana Nih?
Kalau mau bangsa ini benar-benar maju, pembangunan iman dan takwa harus digenjot dulu. Caranya?
Pertama, terapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam, bukan sekadar ngejar skor nilai ujian. Kedua, terapkan sistem ekonomi syariah, biar nggak jadi budak utang riba. Ketiga, pemimpin yang amanah, bukan sekadar jago utang dan menipu rakyat. Keempat, terapkan hukum yang bersumber dari syariat, biar adil dan bikin rakyat tenteram. Dengan begitu, pembangunan fisik otomatis ikut sehat. Jalan tol bisa bikin bahagia, bukan bikin utang negara tambah parah. Gedung tinggi jadi tempat kerja barokah, bukan sarang korupsi.
Jadi, kalau ada yang bilang, “Kita harus maju seperti negara maju, bikin infrastruktur gila-gilaan”. Jawab aja santai, “Bang, kalau iman nggak dibangun, itu sama aja bangun rumah megah di atas pasir pantai. Tinggal tunggu ombak, selesai sudah.” Karena pada akhirnya, orang beriman itu aset bangsa. Mereka bukan hanya membangun jalan dan gedung, tapi juga membangun masa depan yang diridhai Allah Ta'ala.
Dan jalan yang diridhai Allah bukanlah sekularisme atau sistem tambal sulam ala kapitalisme, melainkan penerapan Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah. Sebab hanya dengan itu, pembangunan fisik dan pembangunan iman berjalan beriringan. Rakyat sejahtera, negara kuat, dan rahmat Allah turun deras. Maka jelas, kunci keberkahan dan kejayaan bukan di investasi Asing, bukan di utang ribawi, bukan pula di proyek mercusuar. Kunci itu ada di iman, takwa, dan sistem hidup Islam yang paripurna. Jalan itu bernama Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah jalan yang pernah ditempuh generasi terbaik umat ini, jalan yang diridhai Allah, jalan yang pasti mengantar bangsa menuju kemajuan hakiki.
Nabila Zidane (Jurnalis)
0 Komentar