Mutilasi Mojokerto: Potret Rusaknya Pergaulan Sekuler
MutiaraUmat.com -- Kasus pembunuhan dan mutilasi dengan latar belakang hubungan asmara bukan pertama kali terjadi. Namun, peristiwa mutilasi di Mojokerto, Jawa Timur, benar-benar menggegerkan publik. Bagaimana tidak, masyarakat diguncang oleh kenyataan mengerikan ketika pelaku tidak hanya membunuh tapi juga memotong tubuh korban menjadi 554 bagian. Peristiwa keji ini seakan menampar nurani, mengingatkan kita betapa rapuhnya kendali manusia ketika nafsu dan emosi mengalahkan akal sehat serta nilai kemanusiaan.
Sebuah studi di University of Glasgow, Skotlandia, pernah menelaah fenomena semacam ini dengan kacamata teori Anomie dari Emile Durkheim, sosiolog asal Prancis. Teori ini menggambarkan kondisi “normlessness”—hilangnya norma yang seharusnya membatasi perilaku individu. Hal inilah yang tampak pada kasus Mojokerto. Pelaku, kehilangan nilai moral dan agama, sehingga dengan sadis menghabisi nyawa korban tanpa kompromi (metrotvnews.com, 15/08/2025).
Masih dilaman yang sama, Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Fauzy, menegaskan: “Dalam kasus ini, secara sadar atau tidak, pelaku menghilangkan rasa kemanusiaannya. Nilai moral dan agama hilang pada dirinya, sehingga ia memperlakukan korban sedemikian rupa untuk menghilangkan barang bukti.”
Jika kita menengok ke belakang, sebelum peristiwa ini, pelaku dan korban hidup bersama dalam satu kos tanpa ikatan pernikahan. Hidup layaknya suami istri, padahal hal tersebut diharamkan agama. Inilah yang menegaskan rusaknya pola pergaulan di tengah masyarakat, yang akhirnya berujung pada tragedi pembunuhan.
Bahkan, fenomena kumpul kebo kini kian jamak di kalangan generasi muda. Laki-laki dan perempuan nonmahram hidup bersama bertahun-tahun tanpa pernikahan. Norma agama sudah tidak lagi dijadikan pedoman. Gaya hidup sekuler-liberal menjerumuskan mereka untuk sekadar mengejar kesenangan belaka. Halal-haram tidak lagi dipedulikan.
Sayangnya, negara pun gagal menyiapkan generasi bertakwa. Kurikulum pendidikan semakin sekuler; pelajaran agama hanya sebatas formalitas, durasinya minim, dan materinya moderat, jauh dari gambaran Islam kaffah yang diperintahkan Rasulullah SAW. Akibatnya, pendidikan tidak mampu membentengi anak dari gempuran pemikiran sekuler, termasuk normalisasi zina.
Ironisnya, dakwah Islam kaffah yang menyasar generasi muda justru kerap dituding sebagai gerakan radikal. Aktivisnya dikriminalisasi, jemaahnya diberangus. Padahal, siapa lagi yang akan menegakkan amar makruf nahi mungkar terhadap kemaksiatan? Alhasil, generasi makin larut dalam pergaulan bebas.
Islam secara tegas mengharamkan zina. Allah Taala berfirman, “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk” (TQS al-Isra’ [17]: 32).
Negara semestinya menerapkan sistem pergaulan Islam, seperti kewajiban menutup aurat, larangan khalwat (berduaan nonmahram), larangan ikhtilat (campur baur nonmahram), serta larangan zina. Negara juga harus menutup celah penyebaran konten pornografi dan pergaulan bebas melalui media massa maupun media sosial, dengan pengawasan ketat.
Adapun mutilasi, apa pun alasannya, tetaplah kejahatan besar. Ia termasuk pembunuhan yang disengaja, dengan sanksi berat dalam hukum Islam: hukuman mati (qisas), pembayaran diat (uang darah), atau pemberian maaf dari keluarga korban. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang anggota keluarganya dibunuh, maka ia boleh memilih mana yang terbaik: menuntut balas (qisas) atau menerima diat (tebusan)” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Hukuman ini menjadi penebus dosa bagi pelaku, sekaligus memberi efek jera agar nyawa manusia tidak dipermainkan.
Dengan penerapan syariat Islam kaffah dalam naungan Khilafah, masyarakat akan terlindungi dari maksiat, termasuk zina dan pembunuhan. Nyawa manusia dan kehormatan perempuan akan terjaga. Maka jelaslah, hanya sistem Islam yang mampu memberikan solusi tuntas atas tragedi mutilasi berlatar kumpul kebo ini.[]
Oleh: Rizka Amalia S.Kom, Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
0 Komentar