Melemahkan Kesadaran Politik Gen Z dengan Lebel Anarkisme
Mutiaraumat.com -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengingatkan kepolisian akan potensi pelanggaran hak asasi manusia dalam penetapan 295 tersangka berusia anak dalam kerusuhan pada akhir Agustus 2025 (kompas.com, 26-9-2025).
Komisioner KPAI Aris Adi Leksono menyebut bahwa penetapan 295 tersangka berusia anak dalam kerusuhan dan tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak sesuai UU Peradilan Anak.
Ia mengatakan ada anak yang diperlakukan tidak manusiawi, bahkan ada yang kemudian diancam, dikeluarkan dari sekolahnya. KPAI mendorong agar pihak kepolisian ketika menetapkan anak sebagai tersangka dilakukan secara transparan (Kompas.com, 26-9-2025).
Aksi demo di depan gedung DPR RI secara bergelombang diberbagai daerah membuka mata publik bahwa terdapat ketidakadilan diperlihatkan. Gaya hidup pajabat yang hedon dan berbagai fasilitas dari negara mengusik rasa keadipan masyarakan termasuk Gen Z.
Gen Z hidup di era digital yang membuat mereka mendapat akses informasi lebih cepat, kristis dan mudah menyuarakan keinginan. Gen Z juga sudah mulai melek politik. Kesadaran politik Gen Z yang menuntut perubahan dan menghilangkan ketidakadilan.
Namun, kesadaran politik itu justru dikriminalisasi dangan lebel anarkisme. Berita yang bermunculan dari demo DPR justru aksi penjarahan, vandalisme dan kerusuhan. Sedangkan aksi damai jarang disorot media.
Begitupula, kesadaran Gen Z yang menuntut perubahan tenggelam oleh berita anarkisme dan kerusuhan demo. Dengan stigma negatif masyarakat akan menganggap demo anak muda pasti berakhir anarkis. Ini adalah bentuk pembungkaman agar generasi muda tidak kritis terhadap penguasa.
Gen Z memiliki potensi besar sebagai agen perubahan. Namun potensi tersebut dihambat agar tidak menjadi kekuatan politik yang mengancam ideologi kapitalisme demokrasi. Demokrasi-kapitalisme hanya memberi ruang pada suara yang sejalan, sementara yang mengancam akan dijegal atau dikriminalisasi.
Demokrasi yang katanya menghargai kebebasan berpendapat nyatanya, kebebasan bersyarat. Jika rakyat bersuara mendukung penguasa, mereka diberikan ruang terbuka bahkan diapresiasi. Tapi, jika mengusik kepentingan penguasa maka ruang kebebasan dipersempit dan distigma negatif.
Inilah keabsurdan demokrasi. Secara teori tidak antikritik tapi prakteknya menyikapi kritik dengan sikap represif. Kebebasan berpendapat juga hanya teori, prakteknya membungkam kebebasan berpendapat.
Sistem demokrasi yang bersumber dari akal manusia pastilah lemah sebagai tolak ukur kebenaran. Manusia tidak lepas dari kepentingan sehingga mustahil tercipta keadilan.
Sejatinya pemuda adalah tonggak perubahan, kesadaran politik mereka harus diarahkan pada perubahan hakiki menuju Islam kaffah.
Kesadaran politik generasi muda harus diarahkan pada paradigma Islam bukan hanya kesadaran politik pragmatis demokrasi hanya menuntut perubahan temporal melainkan politik yang benar mengarah pada perubahan revolusioner, yaitu mengganti sistem Kapitalisme menjadi sistem Islam.
Islam juga mewajibkan amar ma'aruf nahi munkar, termasuk mengireksi penguasa ketika berbuat dzalim bukan malah membungkam suara kritis.
Negara dalam sistem Islam akan membentuk generasi muda dengan pendidikan berbasis aqidah Islam. Generasi muda harus paham identitas dan tujuan hidupnya sebagai seorang muslim.
Sehingga kesadaran politik mereka terarah untuk memperjuangkan ridha Allah serta menggerakan energi generasi muda dan potensinya untuk persatuan umat, kebangkitan dan perubahan total dengan menerapkan siatem Islam kafah dalam naungan Khilafah Islamiah. Bukan sekedar luapan emosi seperti anarkisme.[]
Oleh: Puput Weni.R
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar