Ketika Perdamaian Dijadikan Topeng Penjajahan
MutiaraUmat.com -- Agenda Solidaritas dengan Global Sumud Flotilla adalah sebuah gerakan kolektif yang menyatukan individu secara global untuk sebuah aksi kemanusiaan. Koalisi kapal-kapal ini membawa pasokan bantuan kemanusiaan dari puluhan negara berupa obat-obatan, makanan, dan harapan.
Namun, kemanusiaan kembali diblokade. Kapal-kapal Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza telah dihentikan dan para aktivisnya ditangkap oleh tentara Israel. Ada sebanyak 497 orang dari 46 negara yang ada didalam kapal-kapal itu. Kebanyakan kapal-kapal yang ditangkap oleh Israel ini berada di wilayah perairan Internasional, yang mana Israel sebenarnya tidak memiliki hak sama sekali di wilayah tersebut.
Global Sumud Flotilla menjadi bukti bahwa negara-negara besar di dunia tidak berdaya terhadap penjajahan. Saat bantuan dihentikan, itu bukan hanya bentuk serangan terhadap Palestina, tetapi juga terhadap seluruh nilai kemanusiaan.
Dunia bereaksi cepat, London, Paris, Roma, Broksel, Maroko, dll, semuanya turun ke jalan untuk melakukan aksi protes terhadap pencegatan kapal Global Sumud Flotilla.. Masyarakat dunia sudah muak dengan kesewenang-wenangan israel.
Bagaimana tidak? Saat kapal-kapal kemanusiaan dari seluruh negara nekat menembus blokade Gaza, demi mengirim bantuan, pemimpin-pemimpin dunia hanya bisa menonton. Tidak ada sikap tegas dari negara-negara besar terhadap kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Israel, mereka justru takut kepentingannya terganggu dan bahkan pura-pura tidak tahu.
Inisiatif rakyat sipil justru lebih berani, Global Sumud Flotilla membuktikan bahwa nurani kemanusiaan tidak memerlukan persetujuan diplomatik untuk bergerak. Namun, ini juga menjadi tamparan, mengapa dunia acap kali harus bergantung pada relawan sipil? Dimana kekuatan negara-negara besar itu?
Padahal korban genosida sudah mencapai 66.055 jiwa terhitung sejak 7 Oktober 2023 - 29 September 2025. Dan dari jumlah tersebut, 440 orang meninggal akibat kelaparan, termasuk 147 diantarnya adalah anak-anak. Bukankah negara-negara di dunia ini kuat? mereka memiliki pasukan militer yang banyak, alat-alat militer yang hebat, lalu kenapa kekuatan itu seakan-akan menghilang?
Pencegatan terhadap kapal-kapal dan lara aktivis Global Sumud Flotilla dalah bukti nyata bahwa Zionist hanya bisa ditaklukkan dengan bahasa perang bukan perdamaian. Disaat relawan sipil mempertaruhkan nyawanya demi kemanusiaan, Negara-negara besar di dunia justru sibuk menawarkan Two State Solution.
Solusi dua negara (two state solution) sejatinya bukan datang dari keinginan penduduk Palestina. Rancangan ini dibuat oleh Komisi Peel yang dibentuk oleh Pemerintah Inggris pada tahun 1936. Inggris adalah negara yang memfasilitasi pengungsian besar-besaran kaum diaspora Yahudi ke Palestina.
Sedari awal sudah terlihat bahwa solusi dua negara dirancang untuk mengekalkan keberadaan negara zionis di atas tanah Palestina. Pemerintah Inggris tidak memedulikan nasib penduduk asli Palestina yang terusir. Bahkan Inggris terus membuka jalan bagi kedatangan para pengungsi Yahudi dari berbagai negara untuk memasuki Palestina. Hingga negara zionis berhasil didirikan secara ilegal pada tahun 1948, dan diakui dunia internasional sampai saat ini. Karena itu, mendukung solusi dua negara merupakan sesat pikir dalam menyelesaikan persoalan Palestina.
Bahkan berpotensi menjadi preseden buruk atas setiap konflik internasional, dan bisa dijadikan modus politik untuk melegalkan penjajahan di berbagai wilayah lainnya. Saat suatu negara menginvasi negara lain (mengusir, membunuhi, merampas lahan, dan hunian mereka) lalu ditawarkan solusi dua negara, maka negara penjajah akan tetap eksis di atas wilayah bangsa lain, sementara penduduk asli yang kehilangan wilayahnya dipaksa hidup berdampingan dengan pihak 'perampok'.
Hal ini merupakan pengkhianatan terhadap nasib dan perjuangan penduduk Palestina. Usulan solusi itu sama sekali bukan keinginan penduduk Palestina, juga bukan solusi yang dikehendaki oleh Islam. la justru datang dari kaum penjajah, dan justru menjadi legitimasi penjajahan oleh kaum zionis.
Dalam Islam solusi dua negara jelas bertentangan dengan nash-nash syariat. Allah SWT telah memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan perlawanan terhadap setiap pihak yang mengusir dan memerangi mereka. Allah berfirman:
"Perangilah mereka di mana saja kalian jumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian" (TQS al-Baqarah [2]:191).
Juga firman-Nya :
"Siapa saja yang menyerang kalian, maka seranglah dia seimbang dengan serangannya terhadap kalian" (TQS al Baqarah [2]:194).
Berdasarkan ayat di atas, jihad fi sabilillah adalah fardu 'ain saat negeri kaum Muslim seperti Gaza dan Palestina saat ini diserang atau dijajah. Para Sahabat Nabi saw. telah berijmak atas kewajiban kaum Muslim secara bersama-sama untuk memerangi dan mengusir musuh-musuh mereka yang menyerang dan menjajah negeri mereka.
Para ulama juga menegaskan demikian. Seperti Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi (620) H) yang menyatakan: "Jika kaum kafir menduduki suatu negeri kaum Muslim, maka wajib atas penduduk negeri itu untuk memerangi kaum kafir tersebut. Jika mereka tidak mampu maka kewajiban itu meluas kepada kaum Muslim yang ada di negeri sekitarnya (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 9/228).
Sayangnya, perintah Allah SWT ini justru diabaikan oleh para penguasa Muslim saat ini. Sebagian dari mereka justru mengulurkan tangan untuk membuka hubungan diplomatik dengan entitas Yahudi. Bahkan mereka menyokong militer zionis dengan tetap membuka hubungan dagang dengan mereka, termasuk menerima solusi dua negara.
Karena itu kaum Muslim harus bersikap tegas kepada penguasa yang mendukung solusi dua negara. Kaum Muslim wajib melakukan amar makruf nahi mungkar terhadap mereka dalam persoalan ini. Bukan justru condong dan merasa puas atas sikap para penguasa. Allah SWT berfirman:
"Janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zalim sehingga kalian nanti akan disentuh api neraka" (TQS. Hud [11]: 113).
Jelaslah bahwa krisis di Palestina tidak mungkin diselesaikan di tangan PBB ataupun para penguasa Muslim hari ini. Umat hari ini membutuhkan kepemimpinan Islam global (khilafah) yang akan melindungi setiap wilayah negeri islam. Khalifah juga tidak akan membiarkan darah Muslim tercecer sia-sia di tangan kaum kuffour. Imam al-Mawardi (450 H) menyatakan bahwa termasuk kewajiban dari kepemimpinan (khilafah) adalah menjaga benteng umat, membela kehormatan kaum Muslim dan berjihad melawan musuh (Al Mawardi, Al-Ahkaam as-Sulthaaniyyah, him. 27).
Tak ada lagi jalan keluar yang sahih dan tepat selain jihad fi sabilillah di bawah kepemimpinan Islam secara global, Khilafah Islamiyah. []
Oleh: Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
Aktivis Muslimah
0 Komentar