Job Hugging, Dampak dari Kapitalisme
MutiaraUmat.com -- Job Hugging sedang ramai menjadi sorotan di dunia kerja. Fenomena ini kebanyakan dialami kaum millenial dan gen Z. Job Hugging atau berpegang erat pada pekerjaan, walaupun sudah tidak ada lagi motivasi dan kenyamanan di dalamnya. Mereka memilih bertahan di pekerjaan tersebut, menahan stres hanya demi finansial aman di tengah ketidakpastian ekonomi.
Jika sebelumnya generasi muda berbondong-bondong melakukan Job Hopping atau berpindah-pindah pekerjaan, dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain untuk mendapat pengalaman baru dan gaji yang lebih besar. Namun, kini kondisinya terbalik. Mereka lebih memilih Job Hugging, karena merasa lebih aman di tengah kondisi pasar kerja yang melambat, lapangan kerja yang sedikit, dan carut marutnya ekonomi.
Di lansir dari CNBCIndonesia.com (20-9-2025) tren ini diperkuat dengan data yang menunjukkan angka pengunduran diri hanya sebesar 2% dalam beberapa bulan terakhir. Artinya kebanyakan orang lebih memilih bertahan di satu pekerjaan. Begitu juga dengan hasil survei ZipRecruiter menemukan 52% pekerja baru hanya berganti pekerjaan satu kali dalam dua tahun terakhir yang sebelumnya hanya sebesar 43%.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi di negeri-negeri lain pun sama, seperti Amerika. Fenomena ini menunjukkan dunia kerja sedang tidak baik-baik saja. Kondisi ekonomi makin lesu, angka PHK makin tinggi, dan ketersediaan lapangan kerja terbatas. Oleh karena itu, generasi muda lebih memilih tetap bertahan dalam satu pekerjaan daripada menjadi pengangguran.
Kapitalisme Gagal Menjamin Hak Rakyat
Fenomena Job Hugging bukan sekadar permasalahan individu yang takut dalam mengambil risiko. Namun, kalau kita teliti lebih dalam ternyata ada faktor yang melatar belakanginya. Ada sebuah sistem yang telah lama melingkupi mereka dan juga mendominasi dunia, yakni Kapitalisme.
Dalam sistem ini, negara berlepas tangan dari kewajibannya dalam penyediaan lapangan kerja. Persoalan lapangan kerja diserahkan kepada swasta, sementara swasta bergerak sesuai untung rugi bukan kesejahteraan. Oleh karena itu, ketika keuntungan sedang menurun, perusahaan mengurangi pekerja tanpa memikirkan nasib pekerja tersebut. Akibatnya, nasib pekerja tergantung pada mekanisme pasar.
Negara juga melegalkan sumber daya alam kepada segelintir kapitalis atau pemilik modal, sehingga semakin mempersempit lapangan kerja. Padahal jika sumber daya alam dikelola oleh negara langsung, akan banyak peluang lapangan kerja untuk masyarakat. Oleh karena itu, karena sempitnya lapangan kerja mendorong pekerja memilih tetap bertahan dalam satu pekerjaan.
Di sisi lain, praktik ekonomi non-riil dan ribawi semakin memperburuk keadaan, karena minim menggerakkan roda ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Sistem ini membuat negara sibuk mengurusi spekulasi finansial daripada mengembangkan sektor riil padat karya. Alhasil, penciptaan lapangan kerja stagnan, sementara lulusan sekolah semakin bertambah. Meskipun kurikulum perguruan tinggi didesain supaya bisa beradaptasi dengan dunia kerja, tetapi liberalisasi perdagangan dan jasa membuat tetap sulit mendapatkan pekerjaan yang layak.
Islam sebagai Jalan Keluar
Fenomena Job Hugging menggambarkan betapa rapuhnya kapitalisme dalam menjamin kesejahteraan. Oleh karena itu, Islam menawarkan solusi untuk keluar dari persoalan tersebut. Islam menempatkan negara sebagai penanggung jawab utama dalam menjamin kesejahteraan dan keamanan rakyat. Ada beberapa mekanisme yang harus dilakukan negara, yaitu:
Pertama, negara dalam mengurus urusan rakyat dengan dorongan ibadah kepada Allah. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugasnya tidaklah setengah-setengah. Semua kebijakan dibuat hanya untuk kemaslahatan rakyat.
Kedua, negara menjamin lapangan kerja yang layak. Dalam Islam, SDA merupakan kepemilikan umum dan wajib dikelola oleh negara. Hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Haram hukumnya diserahkan kepada individu, swasta, dan asing. Hukum pengelolaan kepemilikan umum merujuk pada sabda Rasul, yakni kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, rumput, dan api. (HR. Ibnu Majah)
Kebayang kan, ketika SDA di kelola oleh negara, banyak manfaat yang dirasakan rakyat. Lapangan kerja terbuka lebar-lebar, rakyat menikmati hasil SDA tersebut, dan tentunya rakyat akan hidup sejahtera.
Ketiga, Islam memberikan jalan dengan konsep menghidupkan tanah mati (Ihya’ Al mawat). Negara membagikan tanah yang dibiarkan begitu saja tidak dikelola dan tanah yang tidak diketahui pemiliknya kepada orang yang mau mengelolanya. Negara juga memberikan sarana, modal, dan ketrampilan. Dengan demikian, rakyat tidak hanya bergantung pada perusahaan, melainkan mampu mandiri.
Keempat, Pendidikan dalam Islam mengintegrasikan ruh iman. Sebagai seorang muslim, bekerja bukan karena mengejar gaji, melainkan sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Oleh karena itu, seseorang bertahan bekerja bukan karena rasa takut, tetapi karena dorongan ibadah kepada Allah.
Khatimah
Job Hugging adalah gambaran nyata dari gagalnya kapitalisme dalam menjamin lapangan kerja. Generasi dibuat dilema, mau bertahan dalam satu kerjaan takut gelombang PHK, mau mencari kerjaan baru pun rasanya sulit. Jadi bagaikan buah simalakama. Beginilah kalau hidup terjerat sistem buatan Barat.
Kapitalisme hanya mewariskan kepalsuan dan kepahitan. Sementara itu, Islam menawarkan warisan yang manis berupa kepastian, keadilan, keamanan, kesejahteraan, dan keberkahan. Oleh karena itu, saatnya berani speak up tentang kebobrokan sistem ini dan berjuang menegakkan sistem Islam. Wallahua’lam bissawab.[]
Oleh. Rasti Astria (Aktivis Muslimah)
0 Komentar