Jaminan Sarana dan Prasarana Pendidikan Butuh Peran Negara

MutiaraUmat.com -- Kementerian Agama bakal mengevaluasi kelayakan semua bangunan pondok pesantren dan rumah ibadah. Semua dilakukan sebagai bagian dari mitigasi agar peristiwa rubuhnya bangunan di Pesantren Al-Khaziny, Sidoarjo, Jawa Timur, tidak terjadi di daerah lain. Hal ini dikatakan Menteri Agama Nasaruddin Umar seusai membuka Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional 2025 di Pesantren As’adiyah, Wajo, Sulawesi Selatan. Setelah sebelumnya datang ke Sidoarjo, beliau kembali menegaskan pentingnya mitigasi tersebut di Wajo. (Kompas.id, 2/10/2025)

Ambruknya bangunan Ponpes Al-Khaziny Sidoarjo disinyalir akibat tidak kuatnya konstruksi bangunan dan pengawasan buruk dari pihak berwenang. Ponpes yang seharusnya menjadi tempat mendidik para santri malah berubah menjadi kuburan massal akibat standar keamanan yang tidak diperhatikan. Sekitar 160 santri menjadi korban dan 67 di antaranya dinyatakan meninggal dunia. Duka yang mendalam bagi Indonesia, sebab musibah ini adalah tragedi kemanusiaan.

Pendanaan ponpes umumnya berasal dari sumbangan para wali santri dan masyarakat sekitar, menjadikan pembangunan minim anggaran serta kurangnya pengawasan terhadap konstruksi bangunan. Maka jadilah bangunan dengan anggaran terbatas, tetapi menampung santri yang setiap tahunnya terus bertambah. Mirisnya, Presiden Prabowo dengan bangga mengklaim bahwa anggaran pendidikan tahun 2025 menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, yakni Rp724,3 triliun atau 20% dari APBN.
Dana tersebut dikatakan akan digunakan untuk merehabilitasi bangunan sekolah yang rusak di seluruh Indonesia. Namun, nyatanya anggaran besar tersebut belum tampak signifikan hasilnya, dan lebih miris lagi, sebagian digunakan untuk mendongkrak anggaran MBG.

Pesantren atau sekolah seharusnya menjadi tempat menuntut ilmu dengan nyaman dan aman agar memudahkan para pelajar dalam menambah ilmu. Penyediaan fasilitas pendidikan yang layak adalah tanggung jawab negara, bukan semata-mata dibebankan kepada rakyat. Sebab, pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap masyarakat yang dijamin oleh negara. Negara harus menjamin proses belajar-mengajar yang berkualitas serta memenuhi standar keselamatan selama proses pembelajaran. Tentu saja hal ini harus ditunjang dengan fasilitas gedung pendidikan yang memadai, dengan konstruksi bangunan yang kuat dan kokoh.

Akan tetapi, dalam sistem kapitalisme saat ini, pendidikan diposisikan sebagai komoditas. Pemerintah hanya berperan sebagai regulator, bukan ri‘ayah (pengurus rakyat). Minimnya pengawasan menjadikan renovasi atau rehabilitasi gedung pendidikan sebagai ajang korupsi. Belum lagi biaya jasa ahli perancang bangunan (arsitek) yang cukup mahal, membuat masyarakat tidak sanggup mendatangkan ahli. Padahal, itu adalah tugas negara untuk membayar para ahli dalam merancang bangunan yang kokoh, apalagi seperti bangunan pesantren, sekolah, rumah sakit, masjid, dan lainnya. Akibat mahalnya biaya ahli, konstruksi bangunan pun ala kadarnya—sekadar berdiri tegak.

Jargon bahwa pendidikan negeri ini merupakan hak seluruh warga Indonesia hanya menjadi tulisan di atas kertas, bukan kenyataan yang dirasakan seluruh rakyat Indonesia.

Islam sebagai agama yang sempurna juga sangat memperhatikan dan mendorong aspek pendidikan. Dalam Islam, negara Khilafah wajib menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dan berkualitas terbaik sehingga menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Sebab, pendidikan merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang sangat penting. Maka, negara wajib menjamin setiap rakyatnya memperoleh hak pendidikan yang berkualitas dari sisi sarana dan prasarana secara gratis.

Dalam pandangan Islam, ilmu adalah hal krusial. Tanpa ilmu, manusia berada dalam kemudaratan. Ilmu menjadi pegangan dan prinsip manusia dalam menjalani kehidupan ini. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

> “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim.”
(HR. Ibnu Majah)



Tentu saja ilmu yang dimaksud dalam hal ini adalah kurikulum pendidikan shahih yang berlandaskan pada akidah Islam, yang mampu membentuk kepribadian Islam pada diri para peserta didik. Seluruh materi pelajaran, metode pembelajaran, serta kurikulumnya harus berbasis akidah Islam.

Dalam Islam, negara memiliki lembaga keuangan publik yang bernama Baitul Maal. Fungsinya adalah menampung sumber pemasukan Baitul Maal yang telah ditetapkan oleh syara’ dan mengelolanya untuk kepentingan rakyat, termasuk pembangunan sarana pendidikan dan proses pembelajarannya.

Dana Baitul Maal diperoleh dari kepemilikan negara seperti pos fai’, kharaj, ghanimah, khumus, dan daribah. Ada juga dari kepemilikan umum seperti berbagai jenis sumber daya alam, minyak dan gas, hasil kelautan, hutan, dan lainnya. Tidak menutup kemungkinan pula berasal dari wakaf rakyat yang kaya dan berkeinginan menyalurkan hartanya untuk pendidikan—meskipun pendidikan adalah tanggung jawab negara.

Sumber dana Baitul Maal sangat berlimpah, dan dana itu akan dialokasikan untuk kepentingan umat, bukan segelintir orang. Termasuk untuk membayar gaji tenaga pendidik, dosen, guru, karyawan, dan lainnya, serta digunakan untuk membiayai sarana pendidikan seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium praktik, buku-buku, klinik, dan sebagainya.

Dengan adanya pembiayaan dari Baitul Maal, negara mampu membangun sekolah, madrasah, dan ponpes dengan konstruksi bangunan yang kuat tanpa membebani rakyat. Sehingga tidak ada lagi gedung pendidikan dengan standar seadanya yang bisa menelan korban. Negara akan menjamin setiap bangunan memenuhi standar kenyamanan bagi proses belajar-mengajar dan gedung-gedung layanan umum lainnya.

Dalam hal ini, negara bertanggung jawab penuh terhadap fasilitas pendidikan tanpa membedakan sekolah negeri maupun swasta. Sekolah negeri maupun swasta sama-sama memperoleh jaminan pendidikan dan fasilitas yang setara. Metode dan materi pembelajarannya serta kurikulumnya harus berdasarkan akidah Islam.

Penerapan sistem Islam dengan pendidikan politik Islam akan menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan berkualitas tidak hanya tampak dari bangunan fisiknya, tetapi juga dari kemampuannya melahirkan generasi cerdas dan gemilang yang berkontribusi bagi peradaban manusia.

Tragedi Ponpes Al-Khaziny Sidoarjo adalah peringatan keras bagi kita semua, terutama bagi negeri ini. Sudah saatnya kita berganti sistem kehidupan ke sistem syariat Islam kaffah yang benar-benar akan mengayomi dan menyejahterakan rakyatnya.

Wallahu a’lam bishshawab

Oleh: Farida Marpaung
Aktivis Muslimah

0 Komentar