Gedung Ponpes Ambruk, Negara Lalai dalam Menyediakan Fasilitas Pendidikan yang Aman
Tintasiyasi.id.com -- Kerapkali pemberitaan yang menayangkan kondisi bangunan sekolah diberbagai daerah di Indonesia yang tidak layak. Ruang kelas yang tidak memadai, atap sekolah rubuh, bangunan rusak, dll namun belum juga diperbaiki walau sudah melapor pada pihak yang berwanang. Kali ini, Gedung lantai 4 Ponpes Al Khaziny ambruk dan menimpa santri yang sedang sholat Ashar di lantai 2.
Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jawa Timur kembali mengumumkan hasil identifikasi korban ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo. Kini, total ada 48 jenazah santri telah berhasil diidentifikasi dari 67 kantong jenazah yang masuk ke RS Bhayangkara Surabaya (detiknews.com, 10-10-2025).
Bangunan Pompes Al Khoziny ambruk disinyalir karena kontruksi bangunan tidak kuat. Setiap proyek harus diawali pemeriksaan kondisi tanah, sebab daya dukung tanah menjadi faktor penentu utama kekuatan struktur bangunan secara keseluruhan.
Desain bangunan banyak menggunakan konstruksi batang yang salah satu ujungnya dijepit dan ujung lainnya bebas dan bangunan tampak menjorok ke depan.
Belum lagi pengawasan yang buruk saat pembangunan akan mempengaruhi hasil akhir. Beredar foto di sosial media, beton ditopang kolom tinggi dan langsing. Kolom ibarat kaki bangunan. Jika kolom lemah maka rawan tekuk (buckling) dan bangunan mudah roboh.
Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan penerapan standar keselamatan. Selain itu, jika struktur bangunan belum sepenuhnya aman seharusnya tidak digunakan. Kemudian banyak aspek struktural dan syarat teknis diabaikan.
Pengabaian terhadap keselamatan seperti ini bisa berakibat fatal yang dapat membahayakan keselamatan pekerja dan para penghuninya.
Dana pembangunan Ponpes pada umumnya dari wali santri dan donatur yang terbatas. Hal ini merupakan fakta cerminan jaminan fasilitas pendidikan yang buruk dalam sistem sekuler kapitalisme yang menjadikan negara lemah membangun sekolah-sekolah berkualitas secara merata.
Sejatinya, menyediakan fasilitas pendidikan seperti, insfrastruktur yang layak, anggaran yang cukup dan sumber daya pendukung lainnya adalah tanggung jawab pemerintah tanpa membebani masyarakat.
Dalam sistem Islam negara wajib menyediakan fasilitas pendidikan dan sarana prasarana dengan standar keamanan, kenyamanan dan kualitas yang baik.
Seluruh pendanaan pendidikan, baik gaji guru/ dosen, maupun berkaitan dengan fasilitas pendidikan sepenuhnya ditanggung negara.
Pada intinya dalam Islam, pendidikan disediakan secara gratis oleh negara dalam semua jenjang. Fasilitas pendidikan menjadi tanggung jawab negara tanpa membedakan sekolah negeri atau swasta. Adapun sumber dana dalam sistem Islam diatur dalam sistem keuangan baitulmal.
Baitulmal memiliki dua sumber pendapatan untuk membiayai pendidikan. Pertama, pos faidan kharaj, yang merupakan kepemilikan negara, seperti ganimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah atau pajak jika dalam keadaan darurat dan sifatnya hanya sementara.
Kedua, pos kepemilikan umum, seperti sumber kekayaan alam, tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).
Dana pembangunan gedung sekolah juga bisa diperoleh dari wakaf. Meskipun fasilitas pendidikan merupakan tanggung jawab negara, Islam tidak melarang jika ada rakyat berinisiatif untuk memberikan dana pembangunan, khususnya mereka yang kaya untuk berperan serta dalam pendidikan secara suka rela.
Sumber pendanaan yang memadai maka pembangunan gedung sekolah maupun Ponpes juga pemenuhan hak pendidikan pun bukan hal sulit. Dengan demikian, solusi hakiki jaminan fasilitas pendidikan yang aman, nyaman dan berkualitas adalah kembali kepada penerapan syariat Islam secara kafah dalam bingkai Khilafah.[]
Oleh: Puput Weni R
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar