Fafirru ilallah: Orang Beriman Hatinya Berlari kepada Allah
MutiaraUmat.com -- Di dunia ini, semua orang pasti pernah pengen lari. Lari dari tekanan, dari luka, dari kenyataan yang kadang pahitnya kayak kopi tanpa gula tapi ditambah cuka. Bedanya, ada yang lari ke drama, ada yang lari ke pelukan manusia, ada yang lari ke geng arisan, ada juga yang lari ke mie instan jam dua pagi sambil merenung “hidup kok gini banget ya?”.
Tapi orang beriman beda kelas, sob. Kalau mereka lari, tujuannya bukan kabur, tapi pulang ke Allah. Inilah makna “fafirru ilallah”
“Maka berlarilah kamu (kembali) kepada Allah” (QS Adz-Dzariyat:50).
Ini bukan lari karena pengecut, tapi lari karena sadar bahwa dunia ini nggak bisa dijadikan tempat bersandar penuh. Bahu manusia bisa pergi, tapi Allah nggak. Dunia bisa mengecewakan, tapi Allah nggak pernah salah rencana.
Orang beriman itu kadang hatinya mengalami kondisi hati yang terkejut, terguncang, tapi spontan kembali kepada Allah. Itu bukan tanda lemah. Itu justru tanda hati masih hidup.
Syaikh Ibnu ‘Athoillah berkata dalam al-Hikam, “Jika engkau lari dari makhluk menuju makhluk yang lain, maka engkau belum mengenal Allah. Tetapi jika engkau lari dari makhluk menuju Allah, itulah tanda engkau mengenal-Nya.”
Jadi kalau ada yang curhat ke manusia, disakiti, terus lari ke manusia lain buat nyari hiburan itu bukan fase beriman, tapi fase kebingungan. Tapi ketika hati sadar bahwa hanya Allah tempat pulang, itu levelnya sudah naik kelas.
Umar bin Khattab ra. pernah berkata, “Kami lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.”
Artinya, orang beriman nggak diam saja. Mereka bergerak, tapi arahnya jelas, yaitu kembali ke Allah, bukan ke jalan gelap. Kalau hidup bikin sesak, mereka bukan matur ke timeline, tapi matur ke sajadah.
Ali bin Abi Thalib menegaskan, “Barang siapa mengenal Allah, maka ia tidak akan gelisah terhadap sesuatu yang hilang dari dunia.”
Orang beriman tetap bisa sedih, tapi kesedihannya berujung doa. Ia mungkin kecewa, tapi kecewanya berujung kembali. Ia bisa jatuh, tapi jatuhnya berujung sujud.
Ketika dunia mengguncang, mereka tidak bertanya, “Mengapa aku?” melainkan berkata, “Ya Allah, Engkau tahu aku lemah, maka kuatkan aku dalam genggamanMu.”
Orang beriman tahu bahwa lari ke Allah bukan sekadar sujud formal, tapi menyelam dalam keyakinan bahwa rezeki nggak akan tertukar. Takdir nggak akan salah alamat. Semua yang terjadi ada maksudnya. Allah nggak pernah meninggalkan.
Mereka tidak lagi mencari kenyamanan di pelarian palsu, karena sudah paham jika pelarian ke manusia sifatnya sesaat dan pelarian ke Allah sifatnya menenangkan.
Dan ketika hati sudah berani lari menuju Allah, pelan-pelan hidup terasa lebih ringan. Bukan karena masalahnya hilang, tapi karena hatinya sudah menemukan jalan pulang.
Inilah rahasia ketenangan orang beriman, mereka mungkin diguncang dunia, tapi mereka tidak runtuh karena setiap kali terguncang, mereka lari namun bukan menjauh, tapi justru semakin mendekat kepada sumber ketenangan, yaitu Allah Swt.
Fafirru ilallah.
Berlari, bukan karena takut hidup, tapi karena tahu, hanya Allah yang membuat hidup layak untuk dijalani. []
Nabila Zidane
Jurnalis
0 Komentar