Dahsyatnya Istighfar di Tengah Gelap Malam
Mutiaraumat.com -- Jelajah malam dimulai dengan langkah pelan dan hati yang berdebar. Langit menutup diri dalam pekatnya malam, hanya menyisakan cahaya senter kecil yang menembus kabut tipis di antara pepohonan. Suara jangkrik bersahutan, dan di sela desir angin terdengar lantunan lembut dari bibir anak-anak,
“Astaghfirullah… astaghfirullah… hah, apa itu?”
“Astaghfirullah… pos satu sudah kelihatan belum?”
“Astaghfirullah… mapnya sudah bener kan?”
“Astaghfirullah… astaghfirullah…”
Lantunan istighfar itu seperti lagu spontan di tengah gelap hutan, menggema dari kelompok demi kelompok yang menapaki jalan penuh semak. Sementara itu, di sisi lain, para ibu menonton lewat live Instagram sekolah sambil menahan napas, menahan rasa panik yang berusaha menyeruak di dada dan tentu saja, ikut ber-istighfar dalam hati.
“Astaghfirullah, jangan sampai nyasar ya Allah,” begitu batin kami berulang kali.
Betapa indah, di dua tempat berbeda, yaitu di hutan dan rumah ada kalimat yang sama menggema, Astaghfirullah. Satu dilantunkan karena takut tersesat, satu karena takut kehilangan. Tapi keduanya menuju tujuan yang sama, yaitu Allah Ta'ala.
Awalnya, rasa takut begitu nyata. Hutan gelap, jalan tak rata, bayangan pohon menari diiringi suara ranting patah yang menambah tegang suasana. Namun semakin sering istighfar terucap, semakin tenang langkah terasa. Seolah setiap “Astaghfirullah” membuka jalan cahaya di dada yang sempit, menenangkan gelombang cemas yang tadi hampir menenggelamkan keberanian.
Subhanallah, begitulah dahsyatnya istighfar. Ia bukan sekadar permintaan ampun, tapi obat mujarab yang menentramkan hati. Sebab, di balik setiap istighfar, ada pengakuan bahwa kita ini lemah, dan hanya Allah-lah tempat bergantung yang paling kuat.
Rasulullah Saw bersabda,
“Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah akan memberi jalan keluar dari setiap kesempitan, kelapangan dari setiap kesusahan, dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Coba renungkan. Janji Allah begitu indah, yaitu jalan keluar, kelapangan, dan rezeki. Semuanya disediakan hanya untuk mereka yang mau kembali dengan istighfar.
Ternyata solusi ketenangan bukan pada cahaya lampu, tapi pada cahaya zikir. Karena seterang apa pun penerangan dunia, bila hati gelap oleh dosa, tetap saja langkah terasa buta. Sebaliknya, meski sekitar gelap gulita, bila hati terang dengan istighfar, maka langkah akan menemukan arah.
Malam itu, Safa dan teman-temannya belajar sesuatu yang tidak tertulis di buku pelajaran bahwa keberanian sejati bukan berarti tidak takut, tapi tetap melangkah meski takut, sambil terus mengingat Allah.
Anak-anak yang biasanya sibuk dengan gawai kini diuji di tengah gelap hutan. Tanpa sinyal, tanpa cahaya listrik, hanya dengan doa dan kalimat istighfar sebagai pegangan dan di situlah pelajaran hidup itu bermula bahwa Allah itu dekat, bahkan di tempat paling sunyi sekalipun.
Di sisi lain, para ibu pun belajar sabar. Karena sejatinya, mendidik anak bukan hanya soal memberi bekal pengetahuan, tapi juga membiarkan mereka berproses, menumbuhkan iman lewat pengalaman. Kadang Allah tidak langsung menenangkan, tapi memberi situasi yang memaksa kita memanggilNya lebih sering.
Bukankah itu cara Allah mendekat?
Dalam Hikam karya Syaikh Ibnu Atha’illah disebutkan,
“Kadang Allah membuka pintu ketaatan melalui rasa takut dan kehilangan, agar engkau kembali dengan kerendahan hati.”
Dan benar saja, di malam yang pekat itu, rasa takut berubah menjadi zikir, kecemasan berubah jadi doa. Setiap langkah kaki yang awalnya ragu kini menjadi langkah iman. Karena ketika istighfar sudah mengalir di lidah, hati pun menjadi ringan sebab dosa-dosa yang menumpuk perlahan luruh bersama udara malam yang lembap.
Istighfar bukan hanya untuk yang berdosa besar, tapi untuk siapa pun yang ingin dekat dengan Allah. Bahkan Rasulullah Saw (manusia paling mulia dan maksum) beristighfar lebih dari 70 kali dalam sehari. Bukan karena beliau berdosa, tapi karena beliau ingin terus naik derajat dalam kedekatan kepada Allah Ta'ala.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani pernah menulis,
“Ketika hati seorang mukmin lemah oleh dunia, maka istighfar adalah pengingat bahwa segala urusan hanya milik Allah. Ia mengembalikan manusia kepada fitrahnya, tunduk dan berharap hanya kepada Sang Pencipta."
Maka, jangan remehkan kalimat istighfar. Ia bisa menjadi penyelamat di dunia dan akhirat. Ia bisa menenangkan batin yang sempit, melapangkan jalan rezeki, dan memperbaiki hubungan yang retak. Bahkan dalam sistem kehidupan yang keras ini yang penuh tekanan, target, dan ketakutan, maka istighfar adalah ruang napas bagi jiwa.
Di tengah gelap malam itu, Safa dan teman-temannya mungkin tidak sadar bahwa mereka sedang diajarkan satu pelajaran besar bahwa Allah selalu bersama orang-orang yang mengingatNya. Dan para ibu yang ikut berzikir dari rumah pun sedang diuji dalam versi yang sama, yaitu bagaimana mempercayai Allah, bahkan ketika tidak melihat anaknya secara langsung.
Begitulah hidup, nak.
Kadang Allah memadamkan lampu dunia agar kita menyalakan cahaya hati.
Kadang Allah membuat kita berjalan di kegelapan agar kita menemukan arah sejati, yaitu arah menuju kepadaNya. Dan cahaya itu bernama istighfar.
Bila hidup terasa gelap, perbanyaklah istighfar. Bila rezeki terasa sempit, perbanyaklah istighfar. Bila hati gelisah, perbanyaklah istighfar. Karena dalam setiap “Astaghfirullah” ada pintu-pintu yang terbuka, ada dosa yang luruh, ada beban yang terangkat, dan ada cinta Allah yang mendekat.
Jadi, jika suatu malam kau merasa gelap dan sendiri, ingatlah malam ketika Safa dan teman-temannya berjalan di hutan dengan senter kecil dan istighfar di bibir mereka.
Karena sejatinya, istighfar adalah senter paling terang yang tak pernah padam bahkan di kegelapan hati.
Dan jika dunia terasa gelap, jangan sibuk mencari lampu. Carilah Allah. Karena cahaya yang sejati hanya bisa ditemukan dalam kata, “Astaghfirullah.”
Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
0 Komentar