Ambruknya Ponpes Al Khaziny: Bukti Kegagalan Negara Sekuler Menjamin Pendidikan


MutiaraUmat.com -- Gedung lantai 4 Ponpes Al Khaziny ambruk, menimpa santri yang sedang shalat ashar di lantai 2 pada tanggal 29 September 2025. Kejadian ini mengakibatkan Sekitar 160-an korban, 37 diantaranya dinyatakan meninggal per 7 Oktober 2025. (10 Oktober 2025, icjr.or.id)

Bangunan Ponpes yang ambruk disinyalir karena konstruksi bangunan yang tidak kuat, serta pengawasan yang buruk. Standarnya, dalam melakukan pembangunan gedung mewajibkan adanya pengawasan konstruksi yang melibatkan pihak pemerintah dan kontraktor untuk memastikan keselamatan, kualitas, dan kesesuaian dengan standar teknis dan aturan yang berlaku. Pengawasan ini penting untuk mencapai hasil pekerjaan yang optimal, baik dari sisi teknis maupun administratif, serta untuk menjamin keamanan dan kesehatan kerja. Juga menghindari bangunan yang riskan ambruk sehingga berpotensi mencelakai orang lain.

Pengawasan konstruksi diatur oleh dasar hukum yang meliputi undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri yang bertujuan untuk menjamin keselamatan dan kualitas pekerjaan. Namun, jika dilihat dari beberapa potret satelit ponpes yang diambil dari google maps, banyak sekali kontruksi bangunan yang tidak sesuai standar bahkan orang awam yang tidak begitu paham akan kontruksi bangunanpun bisa melihat hal itu, dari bentuk kontruksi bangunannya.

Dana pembangunan Ponpes umumnya bersumber dari wali santri dan donatur yang terbatas. Mungkin hal ini juga yang menjadi salah satu faktor, mengapa standarisasi pembangunan gedung tidak terlalu diperhatikan agar dapat menekan biaya.

Islam mewajibkan negara menyediakan fasilitas pendidikan dengan standar keamanan, kenyamanan dan kualitas yang baik. Sehingga pemerintah harus bertanggung jawab penuh dalam menyediakan fasilitas pendidikan tanpa membedakan sekolah negeri atau swasta, dan penyediaan fasilitas pendidikan tidak boleh dibebankan kepada masyarakat, karena tugas negara dalam Islam adalah sebagai ra'in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyat.

Pendanaan fasilitas pendidikan diatur dalam sistem keuangan baitul mal. Karena, Daulah Islam menjadikan pendidikan dengan kualitas terbaik sebagai tanggungjawab negara, dan diberlakukan bagi seluruh rakyat baik yang miskin ataupun kaya. Dengan pembiayaan yang ditanggung penuh oleh negara (gratis) pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. 

Dalam sistem ekonomi Islam pajak tidak dijadikan sebagai sumber utama pendapatan negara, sehingga tidak ada pungutan wajib pajak bagi setiap rakyatnya. Negara memiliki 3 sumber pendapatan utama yakni, (1) harta milik negara (kharaj, jizyah, fai’, ghanimah, tanah mati), (2) harta milik umum (sumber daya alam strategis, air, tambang besar, jalan umum, energi, dll), (3) harta zakat (mustahik zakat, zakat ternak, perdagangan, pertanian, dll).

Sumber pendapatan yang banyak dan beragam ini juga telah ditetapkan pos pengeluarannya oleh syariat, dan semuanya bermuara pada kesejahteraan rakyat serta dakwah Islam. Oleh sebab itu, negara akan sangat mampu memberikan fasilitas pendidikan secara cuma-cuma.

Bukti Kejayaan Pendidikan di Masa Kekhilafahan Islam.

Pada masa itu, pendidikan bukan hanya dianggap pelengkap, tapi pondasi utama peradaban. Ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat, baik ilmu agama maupun ilmu umum.

Ciri-ciri kejayaan pendidikan ialah :

Pertama. lahirnya banyak lembaga pendidikan unggulan seperti Baitul Hikmah (House of Wisdom) di Baghdad, Darul Hikmah di Kairo, Madrasah Nizamiyyah di berbagai kota, dan universitas seperti Al-Qarawiyyin (Maroko) serta Al-Azhar (Mesir).

Kedua. Keterbukaan terhadap ilmu dari berbagai bangsa. Buku-buku Yunani, Persia, India, dan Romawi diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Ketiga. Para ilmuwan besar lahir dari sistem pendidikan ini, seperti Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Ibnu Rushd.

Keempat. Negara menanggung biaya pendidikan. Banyak sekolah gratis bahkan memberi tunjangan bagi siswa dan guru.

Kelima. Masjid berfungsi sebagai pusat pendidikan. Dari masjid berkembang menjadi madrasah, lalu universitas.

Kelengkapan Fasilitas Pendidikan.

Lembaga pendidikan di masa kekhilafahan sangat lengkap dan maju untuk ukuran zamannya. Fasilitas yang tersedia antara lain:

Pertama. Perpustakaan besar dengan ribuan bahkan jutaan naskah (contoh: perpustakaan Baitul Hikmah di Baghdad).
Kedua. Ruang belajar dan asrama (madrasah) untuk murid dari luar kota.
Ketiga. Observatorium untuk penelitian astronomi.
Keempat. Ruang penerjemahan dan penyalinan buku.
Kelima. Laboratorium sederhana untuk eksperimen sains dan kedokteran.
Keenam. Ruang diskusi dan debat ilmiah (semacam forum ilmuwan).
Ketujuh. Bahkan beberapa rumah sakit (bimaristan) juga berfungsi sebagai tempat belajar kedokteran.

Kekokohan dan Kemegahan Gedung Sekolah.

Gedung-gedung pendidikan dibangun dengan arsitektur megah, kuat, dan penuh nilai seni Islami. Adapun ciri khas bangunannya adalah sebagai berikut:

Pertama. Konstruksi kokoh dari batu, marmer, atau bata besar; banyak yang masih berdiri hingga kini seperti Universitas Al-Qarawiyyin (didirikan tahun 859 M dan masih aktif).
Kedua. Ornamen kaligrafi dan geometri Islam menghiasi dinding, menunjukkan perpaduan antara ilmu dan keindahan.
Ketiga. Lingkungan sejuk dan tertata, biasanya memiliki taman atau halaman luas di tengah (mirip courtyard modern).
Keempat. Pencahayaan alami dan sistem ventilasi yang baik bukti kemajuan teknik arsitektur Islam.
Kelima. Masjid di dalam kompleks untuk ibadah dan kajian keagamaan.

Pada masa kekhilafahan Islam, pendidikan mencapai puncak kejayaan dengan fasilitas lengkap, dukungan penuh dari negara, dan bangunan megah nan kokoh yang melambangkan perpaduan antara ilmu, iman, dan peradaban. Alhasil kesejahteraan rakyat akan terjamin, dan sistem kehidupan seperti ini hanya akan terwujud dengan penerapan syariat islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah. []


Oleh: Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
Aktivis Muslimah

0 Komentar