Saatnya Gen Z Menggagas Perubahan untuk Kebangkitan Umat


MutiaraUmat.com -- Akhir-akhir ini publik kerap menyaksikan berbagai aksi dan demonstrasi besar-besaran yang digerakkan oleh kalangan Gen Z khususnya di wilayah Asia. Kasus korupsi yang semakin tinggi telah memicu kemarahan dan gelombang besar demonstrasi Gen Z di Bangladesh, Sri Lanka, Indonesia, Filipina hingga Nepal.

Demonstrasi, unjuk rasa, hingga berbagai penyampaian aspirasi tersebut juga terorganisir dan ramai disuarakan di sosial media yang menunjukkan cara unik Gen Z dalam merespons tekanan dan ketidakadilan.

Psikolog Anak dan Remaja, Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog, menilai Gen Z memiliki mekanisme tersendiri dalam menghadapi tekanan, yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Menurutnya, Gen Z secara psikologis sudah mampu menggunakan mekanisme face (menghadapi), yang merupakan respon paling adaptif dan konstruktif.

Mekanisme face yang dimiliki Gen Z, menurut Anastasia, tampak jelas dalam aksi demonstrasi maupun ekspresi politik mereka di media sosial. Alih-alih melakukan tindakan anarkis, banyak anak muda memilih menyalurkan gagasan melalui media digital: membuat meme, poster penuh estetika, infografis, dan video pendek yang mudah menyebar. (Kompas.com)

Psikolog menilai langkah ini sebagai wujud “kecerdasan emosional” khas Gen-Z, yakni upaya mengekspresikan pendapat tanpa menimbulkan kerusakan fisik yang dinilai mampu meredam konflik.

Namun, klasifikasi semacam ini sering kali diarahkan oleh paradigma psikologi modern yang sarat pada pola pikir kapitalistik. Generasi muda dipetakan sekadar sebagai kelompok demografis yang harus “dikelola” agar tidak mengganggu stabilitas sosial. Fokusnya lebih menekankan pada teknik komunikasi atau manajemen stres, bukan pada akar persoalan ketidakadilan yang mereka hadapi. Dengan kata lain, kesadaran politik dan potensi kritik sosial Gen-Z dikerdilkan menjadi sekadar “gaya berekspresi”, bukan gerakan perubahan yang menuntut perbaikan sistemis.

Fitrah Manusia Menolak Kezaliman

Islam menegaskan bahwa setiap manusia, dari generasi mana pun, memiliki naluri baqa— yaitu dorongan mempertahankan kehidupan. Penampakan dari naluri ini termasuk menolak kezaliman dan mencari keadilan. Naluri ini merupakan fitrah, bagian dari penciptaan manusia itu sendiri. Ketika kezaliman dan ketidakadilan merajalela, jiwa manusia akan gelisah dan terdorong untuk melawan. Itulah sebabnya gerakan protes lahir di setiap zaman, dari para pemuda Mekah di masa Rasulullah saw hingga para mahasiswa di era modern.

Pemahaman ini berbeda jauh dari pendekatan psikologi Barat yang kerap mereduksi perlawanan menjadi gejala stres atau sekadar fenomena perkembangan remaja. Islam memandang keresahan pemuda bukan penyakit yang harus diredam, melainkan potensi yang harus diasah dan diarahkan. Solusi sejati tidak berhenti pada terapi emosi atau konseling, tetapi memerlukan pedoman wahyu atau solusi Islam yang menuntun arah perjuangan.

Islam Sebagai Ideologi dan Pedoman Perubahan

Islam kaffah hadir bukan hanya sebagai agama ritual, tetapi sebagai sistem hidup yang komprehensif—mengatur akidah, ibadah, muamalah, politik, ekonomi, hingga hubungan internasional. Al-Qur’an dalam hal ini memerintahkan muhasabah lil hukkam, yaitu mengoreksi penguasa yang zalim dengan hikmah dan argumentasi yang lurus:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)

Rasulullah Saw juga menegaskan kemuliaan mereka yang berani menegakkan kebenaran di hadapan penguasa zalim, hingga wafat syahid.
Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan juga seorang laki-laki yang berdiri di hadapan penguasa zalim, lalu ia memerintahkannya kepada kebaikan dan melarangnya dari kemungkaran, kemudian penguasa itu membunuhnya.” (HR. Al-Hakim).

Kedua dalil ini menegaskan bahwa Islam tidak hanya mengizinkan kritik terhadap penguasa, tetapi memandangnya sebagai amal mulia. Perubahan yang sejati tidak lahir dari kompromi dengan sistem zalim, melainkan dari penegakan hukum Allah sebagai aturan hidup.

Pemuda: Garda Terdepan Perubahan Hakiki

Sejarah emas Islam sarat dengan peran pemuda. Banyak sahabat Rasulullah ï·º yang memulai dakwah di usia belia. Ali bin Abi Thalib masuk Islam ketika masih remaja dan menjadi salah satu pembela utama Rasulullah. Begitupun Mus‘ab bin ‘Umair diutus ke Madinah sebagai duta dakwah, menyiapkan masyarakat yang kelak menegakkan Negara Madinah. Begitupun banyak para pemuda di masa Islam yang berhasil menggunakan potensi mereka untuk menuntut ilmu dan memperjuangkan Islam.

Mereka semua memposisikan diri sebagai pejuang ideologis yang berani menentang tatanan sistem jahiliah. Gen-Z Muslim masa kini pun memiliki potensi serupa. Kecakapan digital, akses informasi global, dan jaringan lintas negara harusnya menjadikan generasi saat ini unggul untuk menggerakkan opini publik, menyebarkan dakwah, dan menantang sistem zalim dengan cara-cara yang kreatif namun berlandaskan syariat.

Menyambut Kebangkitan Umat

Untuk mewujudkan kebangkitan umat, generasi muda tidak cukup hanya dengan semangat dan kreativitas atau emosi yang sifatnya temporal. Mereka memerlukan arah dan metode yang jelas, yakni metode dakwah yang dicontohkan Nabi hingga Islam mampu diterapkan sebagai asas kehidupan. Ketika pemuda memahami bahwa Islam memiliki solusi bagi kemiskinan, ketidakadilan, dan kerusakan moral—dari tata ekonomi hingga politik internasional—maka perjuangan mereka akan terarah pada perubahan hakiki, bukan sekadar perbaikan tambal-sulam.

Gerakan yang berlandaskan Islam kaffah juga menuntut keberanian, kesabaran, dan kesadaran kolektif. Ia menolak kompromi dengan sistem kapitalisme yang menindas. Ia menuntut penerapan hukum Allah di setiap aspek kehidupan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw dalam mendirikan masyarakat Madinah yang adil dan sejahtera.

Gen-Z tidak hanya “generasi kreatif” yang mengekspresikan diri lewat meme dan poster digital. Mereka adalah pewaris misi kenabian, garda terdepan yang mampu menegakkan kebenaran. Dengan mengembalikan perjuangan kepada Islam kaffah—ideologi yang menegakkan keadilan, menolak tirani, dan mengatur seluruh aspek kehidupan—potensi besar kebangkitan umat dapat terwujud.

Perubahan yang lahir bukanlah parsial dan sementara, melainkan transformasi menyeluruh menuju masyarakat yang tunduk pada hukum Allah. Inilah visi kebangkitan yang layak diperjuangkan oleh setiap pemuda Muslim di era kini. Wallahu a'lam bishshawab.[]


Oleh: Zenny Irhamni, S.Pd.
(Pendidik dan Aktivis Muslimah)

0 Komentar