Kohibitasi Berujung Mutilasi?
MutiaraUmat.com -- Kasus mutilasi kembali terulang, kali ini korbannya adalah seorang perempuan muda, berinisial TAS (25). Pelakunya adalah pacar korban berinisial AM (24). Peristiwa tersebut terjadi pada Minggu (31-8-2025). Pelaku tega menghabisi nyawa pacarnya di kos mereka, di daerah Lidah Wetan, Lakarsantri Surabaya pada jam 02.00 dini hari, lalu untuk menghilangkan jejak pelaku memutilasi jasad korban menjadi ratusan potongan. Diketahui bahwa keduanya telah lima tahun berpacaran dan tinggal bersama (kohabitasi).
Merujuk pada data Pusiknas Polri, kasus serupa juga terjadi pada 19 Januari 2025 di Kediri. Pelaku RTH membunuh dan memutilasi pacarnya di sebuah hotel. Pada April 2025 terjadi kasus mutilasi di Serang, Banten. Pelaku ML (23) membunuh dan memutilasi pacarnya sendiri, SA (19) karena korban hamil dan menuntut pertanggungjawaban. Semua kasus tersebut berlatarbelakang pacaran dan kohibitasi lalu berujung mutilasi.
Fenomena Kohibitasi
Kohibitasi atau biasa dikenal dengan istilah kumpul kebo adalah fenomena sosial yang akhir-akhir ini banyak terjadi di kalangan generasi muda. Mereka memilih hidup bersama pasangan tanpa ikatan pernikahan dengan banyak alasan. Salah satunya agar bisa lebih banyak meluangkan waktu bersama pacar dan efisiensi ekonomi. Dikarenakan hidup kumpul kebo tidak menuntut peran dan tanggung jawab yang lebih mengikat selayaknya pernikahan. Mereka sama-sama bisa mendapatkan kenikmatan hubungan biologis tanpa terbebani tanggung jawab lebih. Dan banyak perempuan yang rela hidup bersama pacarnya demi bisa mendapatkan keuntungan ekonomi dan sebagainya.
Namun, tanpa mereka sadari bahwa pilihan hidup kumpul kebo justru merugikan dari sisi perempuan. Mengingat jika terjadi kehamilan dan kekerasan fisik, maka perempuan lah yang menjadi korbannya. Sebagaimana beberapa kasus pembunuhan yang berujung mutilasi akhir-akhir ini.
Kohibitasi Akibat Liberalisasi
Pada banyak kasus, kohibitasi menjadi latar belakang mutilasi. Sejatinya kohibitasi terjadi akibat kondisi pergaulan yang serba bebas. Akidah sekuler telah menjadi akar budaya liberalisme dan permisifme. Hal ini berdampak pada pola pikir dan sikap manusia. Standar kebahagiaan sebatas kenikmatan materi sesaat. Mereka akhirnya tidak lagi mengedepankan nilai-nilai agama apalagi budaya dan norma-norma di tengah masyarakat.
Lemahnya keimanan dan ketakwaan individu juga menjadi penyebab rusaknya pergaulan. Sehingga perzinahan dengan modus kohibitasi banyak menjadi pilihan. Mereka tidak takut lagi dengan dosa dan azab Allah Swt.
Hal ini diperparah dengan sikap individualistis di kalangan masyarakat. Masyarakat menormalisai pacaran sebagai hubungan yang lumrah. Kalaupun ada sebagian yang menegur pasangan yang berpacaran atau kumpul kebo, malah bisa dilaporkan kepada pihak berwenang dengan delik perbuatan yang tidak menyenangkan. Karena secara hukum positif tidak ada pasal yang bisa menjerat pelaku perzinahan jika dilakukan suka sama suka.
Selain itu, tayangan di media sosial juga sangat banyak mengandung konten pacaran, perzinahan dan pembunuhan. Bahkan prostitusi online juga marak terjadi. Masyarakat sangat mudah mengakses konten-konten tersebut tanpa ada kendala. Konten-konten demikian akan menjadi stimulus negatif yang sangat kuat bagi masyarakat dan bersifat destruktif. Padahal di negara lain, pemerintahannya dapat membatasi konten-konten yang berbahaya.
Islam Solusi Hakiki
Dalam Islam tidak ada ikatan yang mulia antara pria dan wanita kecuali ikatan pernikahan. Ikatan pernikahan bukan hanya sebatas untung rugi materi. Pernikahan adalah sebuah wadah untuk memuliakan pria dan wanita. Dalam pernikahan ada tanggung jawab dunia akhirat dari kedua belah pihak. Karena sejatinya pernikahan adalah ibadah.
Pernikahan mengharuskan seorang laki-laki memberi nafkah yang cukup, mendidik istri dan anaknya agar sama-sama meraih ridho Allah Swt. Seorang suami wajib memperlakukan istri dan anaknya dengan baik. Suami juga berhak mendapatkan perawatan dan pelayanan dari istrinya. Begitu pula seorang istri, dia mendapatkan kemuliaan dengan kehormatan yang terjaga, menjadi ibu dan pengatur urusan rumah tangganya, sembari mentaati suaminya karena Allah Swt.
Islam melarang dengan tegas pergaulan bebas. Bahkan Islam agama yang sangat memuliakan kaum laki-laki dan perempuan. Terbukti dengan aturan preventif Islam yang mewajibkan menutup aurat bagi laki-laki dan perempuan, melarang berkhalwat (pacaran) dan ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan tanpa uzur syar'i), serta tabarruj (berdandan untuk non mahram) bagi perempuan. Islam juga mewajibkan perempuan tinggal bersama kaum wanita dan mahramnya saja.
Islam mendorong laki-laki yang mampu untuk segera menikah, bahkan negara akan memberikan biaya pernikahan yang cukup dari Baitul mal jika ada yang fakir dan miskin. Dalam hal ini negara khilafah juga akan mencegah segala sarana dan media yang memiliki konten-konten yang mengandung unsur zina dan kekerasan. Jikalau terjadi perzinahan maka negara akan menindak tegas dengan hukum cambuk (jilid) dan setahun pengasingan bagi pelaku ghoiru muhson (belum menikah), lalu hukum cambuk dan rajam hingga meninggal bila pelakunya muhson (telah menikah). Apalagi jika terjadi pembunuhan, maka sanksi qishasnya juga setimpal, pelaku juga akan di berikan hukuman mati. Kecuali jika keluarga korban rela menerima diyat (denda) senilai harga 100 ekor unta. Hal ini sebagai fungsi jawabir (penebusan dosa) dan jawazir (edukasi masyarakat).
Bahkan menurut beberapa pendapat ahli fikih, sebagai perlindungan atas fitroh manusia, negara juga akan mengatur jangka waktu profesi seperti jagal ternak. Sebagian berpendapat bahwa batas maksimal profesi jagal ternak hanya tiga bulan, tidak boleh lebih. Selanjutnya dia harus digantikan orang lain. Hal ini untuk mencegah hilangnya fitrah dan rasa kemanusiaan pada individu tersebut, serta mencegah kasus dan tindakan kekerasan, lebih-lebih kasus mutilasi.
Masyarakat dan partai politik Islam juga aktif memberikan edukasi di tengah-tengah umat tentang keimanan dan ketaqwaan serta pengawasan terhadap lingkungan. Semua ini untuk mencegah adanya perzinahan apalagi kohibitasi.
Oleh karena itu, tidak ada solusi komprehensif untuk mencegah tindakan perzinahan dan pembunuhan selain dengan penerapan sistem pergaulan Islam dalam bingkai sistem khilafah. Wallahu a'lam bishshawab. []
Umi Salamah, S.Pd.
Komunitas Penulis Peduli Umat
0 Komentar