Keadilan Hanya Ada dalam Sistem Islam

TintaSiyasi.id -- Di Indonesia, masalah ketidakadilan hukum bukanlah hal baru. Salah satunya kasus korupsi yang terjadi di negeri ini. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), sebagaimana diberitakan detik.com (28/6/2024), sepanjang 2024 terdapat 680 kasus korupsi dengan total kerugian negara mencapai Rp57,1 triliun. Namun, dari jumlah tersebut, hanya sebagian kecil kasus yang benar-benar diselesaikan, dan banyak kasus yang menguap begitu saja.

Fakta lain, berdasarkan laman ti.or.id (11/2/2025), Survei Transparency International (2024) menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia hanya 34 dari 100, yang menandakan masih lemahnya penegakan hukum dan tingginya praktik korupsi. Beberapa kasus besar seperti mega skandal korupsi PT Pertamina senilai ratusan triliun rupiah hingga kini belum jelas juntrungannya, sementara rakyat kecil sering mendapat hukuman berat untuk kesalahan yang jauh lebih ringan. Misalnya, kasus seorang ibu yang dipenjara karena mencuri kakao senilai Rp2 juta, sementara koruptor triliunan rupiah justru bisa bebas dengan mudah.

Sebenarnya, keadilan adalah pilar utama dalam kehidupan bernegara. Namun, di negeri ini, sistem peradilan yang berakar dari hukum sekuler justru menjadi sumber kerusakan dan kegaduhan. Kasus terbaru adalah keputusan Presiden yang memberikan abolisi kepada Thomas Lembong. Publik menilai Tom Lembong memang layak dibebaskan dari segala dakwaan karena ia adalah korban kriminalisasi hukum. Namun, pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto justru memicu polemik. Publik menilai langkah ini bukan hanya sarat kepentingan politik, tetapi juga mencederai rasa keadilan dan merusak sistem hukum itu sendiri.

Presiden dalam sistem sekuler memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti, abolisi, bahkan remisi, termasuk kepada koruptor. Kewenangan absolut ini menempatkan presiden di atas pengadilan. Hal ini membuka celah intervensi politik dan menciptakan ketidakadilan struktural.

Di sisi lain, hukum di negeri ini sering tajam ke bawah, tumpul ke atas. Rakyat kecil dihukum tegas, sementara elite dan korporat besar seperti koruptor justru sering lolos. Kasus besar seperti korupsi PT Pertamina hingga kini tidak jelas siapa yang bertanggung jawab. Belum ada satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka, bahkan kasusnya seakan diabaikan begitu saja. Akibatnya, rakyat semakin kehilangan kepercayaan terhadap hukum yang nyata-nyata dipenuhi ketidakadilan. Inilah buah dari sistem hukum sekuler yang bersandar pada akal manusia dan kepentingan elite, bukan pada wahyu ilahi.

Oleh karena itu, sistem peradilan Islam merupakan sumber keadilan sejati. Pasalnya, Islam memiliki sistem peradilan yang tegas, adil, dan terbebas dari intervensi politik. Sistem ini digunakan untuk menjaga keamanan dan ketertiban, serta bersumber dari wahyu Allah SWT, bukan dari hawa nafsu manusia.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah al-An’am ayat 57 yang artinya, “Hak memutuskan hukum itu hanyalah ada pada Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dialah Pemberi keputusan terbaik.” Karena itu, siapa pun yang memutuskan hukum bukan berdasarkan wahyu Allah SWT berarti telah melakukan kezaliman.

Allah SWT juga berfirman, “Siapa saja yang tidak memutuskan perkara menurut wahyu yang Allah turunkan maka mereka itulah para pelaku kekafiran” (TQS al-Maidah [5]:45).

Dalam sistem Islam, seorang hakim (qadhi) tidak boleh diganggu gugat keputusannya, bahkan oleh seorang Khalifah sekalipun. Tidak ada banding, kasasi, atau intervensi politik. Hal ini menjaga independensi peradilan dan mencegah terjadinya ketidakadilan yang biasa terjadi dalam sistem sekuler.

Banyak kisah dalam sejarah Islam yang menunjukkan bagaimana peradilan Islam benar-benar adil, bahkan kepada pemimpin tertinggi sekali pun. Seperti kisah Khalifah Ali ra. dan orang kafir. Imam Ali ra., saat menjadi khalifah, pernah berselisih dengan seorang kafir tentang kepemilikan baju besi. Qadhi Syuraih memutuskan kemenangan bagi orang kafir karena bukti lebih kuat. Imam Ali menerima keputusan itu dengan lapang dada meskipun beliau seorang khalifah.

Ada juga kisah Pasukan Qutaibah. Dalam Futuh al-Buldan, diceritakan pasukan Qutaibah menyerang sebuah negeri tanpa peringatan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz segera memerintahkan pasukan keluar dari negeri itu melalui qadhi setempat, demi menegakkan hukum Allah dan mencegah kezaliman.

Maka dari itu, keadilan tidak akan terwujud tanpa Islam. Jelas, hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan keadilan sejati. Dalam sistem Khilafah Islamiyah, tidak ada seorang pun yang kebal hukum, bahkan seorang Khalifah sekali pun. Tidak ada keputusan pengadilan yang dapat dibatalkan, termasuk oleh penguasa. Sementara sistem sekuler terus menghasilkan ketidakadilan. Islam membawa hukum yang benar, tegas, dan berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu.[]


Oleh: Elmira Fairuz Inayah
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

0 Komentar