Bisakah Zakat Mengentaskan Kemiskinan?
MutiaraUmat.com -- Jika berbicara ekonomi Islam dalam mengentaskan kemiskinan, maka yang ada dibenak kaum Muslim saat ini adalah dengan mengelola pendapatan dari zakat. Mengumpulkan zakat sebanyak-banyaknya dari para Muzakki (wajib zakat), kemudian menyerahkannya kepada fakir miskin. Karena, menurut mereka harta zakat bisa menyelesaikan masalah kemiskinan akut yang melanda negeri ini. Betulkah demikian?
Zakat adalah kewajiban yang telah Allah perintahkan kepada kaum Muslim terkait hartanya. Maknanya jika seseorang memiliki harta dan telah memenuhi syarat wajib zakat, seperti terpenuhinya kadar yang wajib di keluarkan zakat yaitu nisab dan haul-nya. Maka, seseorang tersebut wajib mengeluarkan beberapa persen dari harta yang dimilikinya.
Dan yang diwajibkan zakat dalam Islam itu hanya kaum Muslim saja dan yang berhak menerima zakat itu juga sudah Allah tentukan hanya kepada delapan asnaf (golongan) saja. Diantaranya, fakir, miskin, mualaf, Ibnu Sabil, jihad fisabilillah, gharimin, Amil, hamba sahaya. Selain dari delapan asnaf ini tidak boleh sama sekali menerima zakat, walaupun harta zakat berlimpah di baitul mal.
Termasuk tidak disalurkan zakat kepada non-Muslim walaupun ia fakir dan miskin. Juga tidak boleh digunakan untuk pembangunan infrastruktur, gaji pegawai dan lain sebagainya, sedarurat apapun tetap tidak boleh. Sebagaimana sabda Rasullullah Saw:
"Sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan mereka (yang telah memeluk Islam) membayar zakat atas harta-harta mereka yang diambil dari mereka yang kaya dan salurkan kepada mereka yang fakir". (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Abbas).
Dari hadis di atas bisa dipahami bahwa harta zakat hanya diperuntukkan bagi fakir dan miskin dari kalangan Muslim saja. Sementara dari kalangan non-Muslim meskipun mereka fakir dan miskin. Harta zakat tidak bisa disalurkan.
Karena itu, harta zakat tidak akan bisa mengentaskan kemiskinan. Sebab, yang miskin bukan hanya Muslim saja, dan harta zakat bukan hanya untuk fakir miskin saja. Sebagaimana telah disebutkan dalam Al-Quran yang berhak penerima zakat yang delapan asnaf yang kesemuanya wajib dari kalangan Muslim, yang saat ini di negeri ini hampir sembilan puluh persen penduduk terkategori miskin, baik Muslim maupun non-Muslim. Selain miskin juga banyak terjerat utang.
Walaupun menurut data badan pusat statistik angka kemiskinan saat ini telah menurun, namun fakta dilapangan menunjukkan kebalikannya. Justru kemiskinan semakin bertambah. Yang miskin menjadi semakin miskin, yang menengah menjadi miskin dan yang kaya menjadi menengah bahkan rentan miskin. Karena, banyaknya kasus PHK, pengangguran membludak, belum lagi yang dari awal sudah terkategori miskin. Dan yang tetap kaya adalah para pejabat dan oligarki yang jumlah mereka hanya sekitar sepuluh persen dari jumlah rakyat Indonesia.
Karena itu, zakat tidak bisa mengentaskan kemiskinan. Zakat hanyalah salah satu dari bentuk ibadah dan dianggap sebagai salah satu rukun dalam Islam. Meskipun berupa harta, zakat bisa mewujudkan nilai spritual sebagaimana sholat, puasa dan haji. Zakat merupakan fardu 'ain. Maknanya zakat wajib ditunaikan oleh setiap Muslim. Jika tidak ditunaikan maka seseorang tersebut telah melakukan dosa. Karena itu, Allah sandingkan kewajiban sholat dan zakat dalam Al-Qur'an. Dan pada masa kepemimpinan Abu Bakar, ia memerangi orang-orang (Muslim) yang tidak mau membayar zakat.
Lantas bagaimana Islam mengentaskan kemiskinan? Maka, perlu untuk diketahui bahwa sumber pemasukan dalam negara khilafah atau sistem pemerintahan Islam ini bukan hanya zakat, apalagi pajak yang dipaksakan ke semua rakyat termasuk yang miskin. Sumber pemasukan dalam khilafah ada banyak diantaranya adalah dari SDA negeri ini yang telah diwajibkan oleh Allah untuk dikelola oleh negara kemudian disalurkan kepada seluruh rakyat dan untuk kepentingan pembangunan negeri ini.
SDA negeri ini yang melimpah jika dikelola dengan baik oleh negara akan mensejahterakan seluruh rakyat. Khilafah akan memaksimalkan penyerapan tenaga kerja dari rakyatnya sendiri, baik Muslim maupun non-Muslim. Jika SDA ini dikelola oleh negara secara otomatis rakyat akan bisa menikmati hasilnya secara langsung dari upah kerjanya. Sehingga, mereka bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya seperti sandang, pangan dan papan.
Kemudian, dari SDA itu khilafah akan memenuhi kebutuhan pokok kolektif masyarakat dengan memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan dan keamanan kepada seluruh rakyat secara gratis dan tentunya berkualitas. Sehingga, rakyat tidak perlu lagi mencari pendidikan, kesehatan dan keamanan yang berbayar karena beda kualitas pelayanan.
Dari SDA tersebut bisa digunakan untuk membayar gaji pegawai termasuk guru dengan gaji yang sesuai dan dibayarkan dengan waktu yang tepat tidak ditunda-tunda seperti saat ini. Dan tidak ada perbedaan gaji guru yang sudah ASN dengan guru yang masih honorer. Dalam khilafah semua sama. Semua guru punya hak gaji atas jasa yang telah dikeluarkannya.
Termasuk dalam biaya pembangunan berbagai infrastruktur dan proyek-proyek strategis negara juga akan diambil biayainya dari SDA ini. Tentunya jika SDA tersebut dikelola sesuai dengan syariat Islam. Sebab, jika tidak dikelola sesuai dengan Islam, maka negeri ini akan terus dilanda kemiskinan. Dan adapun jika katanya kemiskinan menurun, sejatinya yang miskin telah banyak meninggal dunia. Bisa karena kelaparan, sakit yang tak bisa berobat, bunuh diri akibat terlilit hutang dan lain-lain.
Maka dari itu penting bagi kita untuk mengingatkan kepada penguasa negeri ini agar mengambil kembali SDA yang telah diberikan kepada Individu (oligarki) baik dalam negeri atau luar negeri (asing dan aseng) yang mengatasnamakan investor. Agar dikelola sendiri oleh negara sesuai dengan syariat Islam. Wallahu a'lam bishshawab. []
Fadhilah Fitri, S.Pd.I.
Aktivis Muslimah
0 Komentar