Generasi 2025: Gawat Perundungan?
TintaSiyasi.id -- Dewasa ini, kerap terjadi perundungan yang menyita pikir para pendidik dan orang tua yang semakin kesini semakin “brutal” akan adab “kemanusiaannya”. Mengapa disebut demikian, muncul dalam pemberitaan setiap harinya tentang perundungan yang kian hari kian tidak manusia. Contohnya saja berita tentang bocah umur 11 tahun yang menolak minum minuman keras, mereka menyebutnya “tuak”, bocah malang tersebut dibully dengan dipukul dan diceburkan ke sumur. (CNNIndonesia.com, 26/06/2025)
Miris dan tak lazim, namun hal ini semakin marak dan tersebar ke berbagai daerah pelosok maupun di daerah kota besar. Fakta terus bertambah dan semakin banyak setiap tahunnya, hal ini semakin menguatkan pandangan bahwa generasi hari ini telah masuk pada area gawat perundungan yang sudah mewabah dan menjadi fenomena gunung es, yang siapapun seolah membeku dan tak mampu menemukan solusi terbaik menuntaskan permasalahan generasi ini.
Menjadi buah simalakama dan resah berkepanjangan, bahkan bagi penulis dan pembaca yang barangkali sempat mengetahui fakta miris seperti ini. Seorang anak yang semestinya tumbuh sesuai fitrahnya dengan pendampingan keluarga, lingkungan, dan pertemanan yang bersahabat dengannya beralih menjadi "momok" yang menakutkan, hingga menjadi kewajaran generasi masa kini terjerat depresi sejak dini, naudzubillah.
Selain menjadi hal yang menakutkan bagi generasi anak masa kini, nyatanya peran kebijakan negara tak mampu memberikan ruang aman bagi generasi, di mana sistem hukum sanksi yang lemah dan regulasi penanganannya tak mampu mengurangi dan menuntaskan masalah hingga akarnya. Dan dari fakta yang ada, di mana ragam perundungan terjadi semakin ke sini semakin "brutal" seperti menggunakan miras sebagai bahan penyiksaan. Ini menunjukkan rapuhnya sistem pendidikan masa kini, yang telah terkendalikan oleh napas kehidupan yang sekuler kapitalistik.
Napas kehidupan sekuler kapitalistik hari ini yang membawa generasi pada jurang kehancuran dan ketiadaan identitas mulia harapan bangsa. Bagaimana tidak, jika kehidupan yang ada diaruskan berorientasi pada kesenangan duniawi sesaat, dipenuhi oleh kepentingan yang bahkan menghalalkan segala cara termasuk tindak pemaksaan, penyiksaan yang merugikan orang lain demi kepuasan nafsu pribadi, subhanallah wa naudzubillahi min dzalik.
Bak anak ayam yang kehilangan induknya, generasi hari ini juga telah gawat memerlukan pelindung dan petunjuk jalan hidup mereka. Dengan demikian, tak ada harapan dengan sistem kehidupan hari ini. Jalan perubahan itu ada di depan sana, yakni masa depan peradaban Islam yang gemilang dengan penerapan syariah secara menyeluruh akan menghantarkan seluruh manusia pada fitrahnya sebagai "khalifah fil Ard", di mana manusia yang diciptakan Allah dan memiliki tugas mulia untuk menjaga bumi dan kembali pada petunjuk-Nya yang termaktub dalam Al-Qur'an yang artinya:
"Karena itu, putuskanlah perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu." (TQS. Al-Maidah: 48)
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ayu Nailah
(Praktisi Pendidikan)
0 Komentar