Menciptakan Kemiskinan Akibat Ketidakadilan Ekonomi
MutiaraUmat.com -- Dada terasa sempit dan sesak, dahi mengerut dan mata dengan tatapan kosong seolah tak ada lagi harapan, itulah yang dirasakan oleh sebagian besar masyaraka Indonesia saat ini, mungkin juga dirasakan masyarakat Dunia dan tidak luput pula dirasakan oleh ummat islam dewasa ini.
Beatapa tidak, kebebasan ekonomi yang digaungkan oleh sebuah sistem yang namanya sekulerisme atau kapiltalisme yang menawakan kesejahteraan melalui keadilan dengan melemparkannya kepasar bebas, justru yang terjadi adalah sebaliknya.
100 tahun sistem ini diterapkan, yang terjadi adalah kesenjangan ekonomi yang luar biasa, yang kaya semakin kaya dan jumlahnya semakin sedikit, serta kebalikannya yang miskin semakin miskin dan jumlahnya semakin banyak.
Kita lihat ketika oleh sistem kapitlais kebijakan ekonomi diserahkan kepasar bebas, diawal memang bisa kita lihat terjadi kompetisi, tentu saja pemenangnya adalah siapa yang bisa memberikan qualitas baik dan harganya murah, tidak sampai disitu ternyata semua pihak diuntungkan:
1. Penguasaha punya ruang sebebas-bebasnya untuk berbisnis, bisa ambil seluruh sumber daya alam apapun yang ada, untuk kemudian dijadikan objek bisnis, tanpa kecuali dan tanpa batasan.
2. Konsumen akan dengan mudah mendapatkan barang yang bagus dan harganya murah.
3. Pemerintah tinggal narik pajaknya, tanpa harus bersusah payah
Tapi ternyata akibat kebebasan tersebut, mekanisme pasar bebas membuat munculnya jantung kapitalisme yaitu perbankan dan pasar modal, jantung kapitalisme ini hanya mengabdi kepada kapitalis.
Perbankan menyedot uang masyarakat, tetapi yang bisa memanfaatkannya hanya kapitalis atau konglomerat, karena pinjam uang ke bank harus ada syarat tertentu, yang tidak bisa di penuhi persyaratannya oleh masyarakat biasa.
Akibatnya negara yang menerapkan sistem ini akan mengalami kejomplangan ekonomi, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Sedangkan menurut sistem Islam, kesejahteraan akan bisa diwujudkan dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, yang merupakan bagian dari syariat islam, yaitu diawali dengan membagi sistem kepemilikan.
Kepemilikan ( Al-milkiyah ) dibagi menjadi 3:
1. Kepemilikan Individu, kepemilikan ini dibatasi oleh kepemilikan umum dan kepemilikan negara, kepemilikan individu inilah yang boleh masuk ke mekanisme pasar bebas.
2. Kepemikina Umum
- Barang yang menjadi kebutuhan umum
- Tambang dalam jumlah besar
- Barangan yang tidak dapat dimiliki oleh individu
Rasulullah SAW telah bersabda: "Ada tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapapun): air, padang gembalaan dan api.” (HR. Ibnu Majah).
3. Kepemikinan Negara (Jizyah, Kharaj, Ghanimah, Fa’I, Usyur, 20% Rikaz, Harta tanpa ahli waris, Harta orang murtad, lahan dan bangunan milik negara).
Islam membolehkan masyarakat / individu punya hak kepemilikan termasuk dalam pengelolaan bisnis, tapi dibatasi untuk tidak memiliki sumber daya alam yang masuk dalam kategori kepemilikan umum ( yang menguasai hidup orang banyak ) sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yaitu air, padang gembalaan dan api atau tambang dan juga kepemilikan negara
Kepemikian umum harus dikelola oleh negara dan hasilnya 100% dikembalikan kepada masyarakat untuk memberikan jaminan kesejahteraan, misal:
- Jaminan kebutuhan pokok ( sandang, pangan dan papan )
- Jaminan keamanan
- Pendidikan gratis dari SD sampai Perguruan Tinggi
- Kesehatan gratis
- Dan lain-lain
Maka dari sini kita sudah bisa membedakan dan memahami, satu-satunya yang akan menjadi solusi dan bisa memberikan jamainan kesejahteraan bagi masyarakat yaitu sistem yang didalamnya di terapkan syariat islam, dan yang menjadi PR besar kita saat ini yaitu menegakkan khilafah, karena syariat islam yang berkaitan dengan sistem ekonomi ini hanya bisa diterapkan jika ada dalam naungan khilafah.
Oleh: Arfa Suryana
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar