Kisruh Penyelenggaraan Haji Butuh Rain


MutiaraUmat.com -- Ibadah haji merupakan ibadah yang memiliki keutamaan besar di antaranya adalah menghapus dosa, mendapatkan balasan surga, dan menjadi tamu Allah. Ibadah haji butuh kemampuan fisik dan finansial. Berdasarkan kesepakatan raker Kemenag dan Komisi VIII DPR, BPIH 1446 H/2025 M, pemerintah menetapkan biaya haji 2025 reguler berkisar Rp 89.410.258,79.

Selain biaya yang mahal, karena ibadah ini dijalankan di Tanah Suci, Makkah dan Madinah, ini menjadikan kemampuan fisik dan finansial saja tidak cukup. Ibadah haji butuh pelayanan administrasi dan berbagai pengaturan lain seperti transportasi dan akomodasi. Sayangnya meski tiap tahun haji diselenggarakan dan evaluasi terus dijalankan ternyata problem di lapangan selalu membuat miris. 

Mereka yang sudah antri bertahun-tahun dan sudah mendapat ijin resmi, bahkan sudah sampai di Jeddah ternyata masih bisa gagal menunaikan ibadah haji hanya karena persoalan administrasi yang kacau.

Komnas Haji mengungkap masalah calon jamaah haji reguler asal Bandung Heri Risdyanto bin Warimin berangkat ke Tanah Suci bersama istri dan kedua orang tuanya. Saat pemeriksaan di Bandara Jeddah, Heri dinyatakan tidak lolos. Padahal, semua dokumen lengkap, termasuk visa, paspor, ID jamaah, tiket pulang-pergi, dan uang untuk living cost. Lebih dari itu nama Heri dan keluarganya tercatat sebagai jamaah yang akan menerima fasilitas hotel di Makkah.

Parahnya lagi Heri menghadapi petugas Arab Saudi sendirian hingga dimasukkan ke ruang isolasi tanpa di dampingi oleh petugas haji dari Kemenag. Seolah uji nyali Heri dibiarkan berjuang sendiri atas urusan administrasi yang seharusnya menjadi kewenangan Kemenag, Padahal Heri sempat bertemu dengan salah satu petugas Kemenag saat di bandara setempat. Heri akhirnya gagal haji dan dipulangkan ke Indonesia dengan pakaian ihram sebab ada pihak yang membatalkan visa hajinya secara sepihak (Republika, 02-06-2025).

Selain masalah batalnya visa, Anggota Tim Pengawas Haji DPR Adies Kadir berpendapat Kementerian Agama sepertinya kurang melakukan antisipasi dan evaluasi dalam pelaksanaan ibadah haji 2025. Adies menyatakan hal ini setelah meninjau situasi penyelenggaraan haji dan kondisi jemaah di lapangan (Tempo, 08-06-2025). 

Banyak jemaah haji yang diusir dari tempat istirahat pada malam hari, jemaah yang tertinggal rombongan, jemaah yang berdesak-desakan di tenda, transportasi yang terlambat hingga keterlambatan distribusi konsumsi. Ini semua tentu menggangu kekhusukan ibadah haji bahkan bisa mengancam kesehatan dan nyawa. Ini juga menunjukkan tidak seriusnya pemerintah dalam mengurus penyelenggaraan haji.

Apa yang terjadi hari ini menunjukkan problem sistemik penyelenggaraan haji. Ongkos naik haji (ONH) tinggi, antrian panjang, visa haji bermasalah, ini semua butuh solusi sistemik. Sehingga wajar setiap tahun problem yang sama tetap saja terus berulang. 

Penyelenggaraan haji butuh pemimpin rain atau pengurus. Pemimpin yang benar-benar meriayah rakyat dengan syariat Islam secara kaffah karena problem haji juga butuh penyelenggaraan secara menyeluruh. Khalifah dalam hal ini wajib mengatur dengan penyelenggaraan haji dengan asas mudah, sederhana dan ditangani oleh orang yang profesional. Terkait kuota haji, negara Khilafah akan memprioritaskan orang yang belum pernah berhaji sama sekali sebab kewajiban haji hanya berlaku seumur hidup. Ini juga akan mengurangi antrian panjang dan problem keterbatasan tempat.

Khilafah akan menetapkan besar kecilnya ongkos naik haji (ONH) sesuai dengan biaya yang dibutuhkan atau dikeluarkan oleh calon jamaah haji dan tidak akan mencari keuntungan dari penyelenggaraan ibadah haji. Khilafah pun tidak boleh mempergunakan dana haji untuk berinvestasi atau dialokasikan pembangunan infrastruktur. Sebab pembangunan infrastruktur merupakan tanggung jawab negara melalui baitul mal.

Dalam sejarah tercatat Khalifah ‘Abdul Hamid II, Khilafah utsmaniyah saat itu membangun sarana transportasi massal dari Istambul, Damaskus hingga Madinah untuk mengangkut jamaah haji. Demikian pula Khilafah ‘Abbasiyyah, yaitu Khalifah Harun ar-Rasyid, membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah). Pada masing-masing titik dibangun pos layanan umum yang menyediakan logistik, termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal.

Negara Khilafah adalah sebuah kesatuan wilayah yang berada dalam satu kepemimpinan. Oleh karena itu akan ada kebijakan penghapusan visa haji dan umrah, karena seluruh jamaah adalah warga khilafah yang bisa bebas keluar masuk mekah-madinah tanpa visa.

Wallahu a'lam. []


Nurjannah Sitanggang
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar