From Madleen to “Global March to Gaza”


Mutiaraumat.com -- Sebagai seorang Muslim kita patut malu atas aksi heroik dari Greta Thunberg bersama 11 orang aktivis dalam misi penyaluran bantuan ke jalur Gaza. Mereka dengan kesadaran penuh berlayar menggunakan kapal Madleen dengan inisiasi Freedom Flotilla Coalition. 

Mereka berlayar dari Cicilia, Italy pada 1 Juni 2025. Hingga sampai ke dekat jalur laut Gaza pada dini hari tanggal 9 Juni 2025 lalu.
 Namun sayang seribu sayang, misi pembebasan ini lagi-lagi dicegah oleh pasukan armada laut Israel. 

Greta dan kawanannya ditahan oleh pasukan elit Israel sesaat memasuki wilayah perairan Internasional. Bahkan handphone mereka dirampas hingga menutup akses komunikasi ke pihak luar (Pikiran Rakyat.com, 10/6/2025).

Aktivis iklim berkebangsaaan Swedia tersebut saat diwawancarai oleh media menanyakan kondisinya bersama 11 aktivis lainnya justru membahas dunia harus aware atas bencana genosida yang terjadi di Palestina. Saat milyaran jumlah Muslim didunia tidak ada yang senekat mereka.

Dari sini kita mulai berpikir benarkah bahwa ukhuwah Islam yang dipersaudarakan tersebab iman, mampu menyulut gelora pembebasan yang sama seperti yang dilakukan oleh Gretta dan kawan-kawannya?

Dari Gretta Thunberg Kita Belajar

Tersanderanya aktivis kemanusiaan itu nyatanya membakar emosi dunia. Betapa tidak, tepatnya tanggal 15-20 Juni 2025 akan ada aksi besar yang mengusung tema “Global March To Gaza” dimana akan dihadiri oleh sekitar 4.000 orang dari 40 negara untuk menyuarakan visi yang sama yaitu pembebasan jalur utara Gaza yang terletak di Raffah berbatasan langsung dengan Mesir.

Sampai saat ini masa dari berbagai penjuru dunia terus berdatangan. Hingga fakta baru pantauan media bahwa Mesir memblokade jalur perbatasannya dan para masa aksi diusir serta diperlakukan tak ubahnya teroris oleh militer setempat.

Hal ini dinyatakan oleh juru bicara aksi, Saif Abu Kusk, menyatakan bahwa lebih dari 200 aktivis ditahan di Bandara Kairo. Juga 75 orang berkebangsaan Turki telah di deportase menuju ke bandara Turki untuk dipulangkan karena telah melanggar otoritas pemerintahan Mesir (Gazamedia.net, 14/6/2025).

Sikap Mesir ini harusnya membuka mata kita dan seluruh dunia, betapa tega mereka atas genosida yang dilakukan oleh entitas Yahudi Zionis di tanah Baitul Maqdis. Mata dan telinga mereka telah tertutup oleh batas-batas imajiner bernama nasionalisme sehingga menjadikan mereka buta dan tuli atas rintihan dan raungan pilu para penduduk Gaza.

Mesir yang menjadi wilayah kunci perbatasan utara Gaza yaitu Rafah justru menjadi penjara hidup atas penderitaan Muslim Palestina. Hari ini pun kita melihat jati diri dari pemimpin-pemimpin negeri Islam atas sikap diam mereka.

Diamnya mereka jelas menunjukkan pengkhianatan yang sangat menyakitkan bagi dunia Islam. Aksi yang dilakukan ini harus digelorakan dengan berisik bahwa kita hadir untuk tanah yang Allah berkahi, tanah Palestina. Puluhan tahun terjajah fisik, mental dan keimanan mereka dipenjara. 

Tertahan oleh alasan-alasan semu penjajah yang dengan kepercayaan diri mereka bahwa satu-satunya jalan memerdekan Palestina adalah dengan “two state solution”. Ini jelas omong kosong.

Sumber kekacauan adalah bangsa Zionis yang bermukim ditanah Palestina yang mereka dengan tidak tahu dirinya mengatakan sebagai tanah yang mereka dijanjikan. Nyatanya, sejak masa Rasulullah saw. Bangsa Yahudi tak memiliki rumah.

Hingga masa akhir Daulah Islam Utsmaniyyah, Sultan Abdul Hamid II masih mempertaruhkan Tanah Palestina dengan diri dan jiwa beliau. Walhasil, tanah Palestina diambil oleh penjajah. Hingga saat ini negeri itu masih terjajah. Tanah milik kaum Muslimin itu dihancurkan dari segala penjuru oleh entitas Yahudi itu.

Pembebasan Palestina Butuh Dukungan dan Kekuatan Besar
 Seruan pembebasan Baitul Maqdis nyatanya membawa dukungan dari bangsa-bangsa lain seperti Eropa, Amerika dan negara-negara lain. Mereka seolah sudah muak atas genosida yang tidak kunjung mendapatkan penyelesaian yang utuh dari PBB sekalipun.

Menakjubkannya bahwa dukungan ini bukan hanya berasal Aqidah yang sama yaitu Islam. Namun hati mereka terpanggil atas dorongan kemanusiaan. Ini menjadi tamparan sekaligus pengingat bahwa suara kita menunjukkan keberpihakan kita. Tanah Palestina adalah milik seluruh kaum Muslimin harus dijaga dan direbut kembali kemuliaanya.

Jika seorang Gretta mampu memberikan energi besar untuk dunia bangkit dari zona nyaman dari menyuarakan pembebasan Palestina menuju aksi nyata dengan turun pada Global March to Gaza. Kaum Muslimin harusnya mengirimkan tantara-tentaranya untuk mendobrak kepongahan bangsa Yahudi.

Sebab saat ini kekuatan militer harus dihadapi dengan kekuatan serupa. Kita mungkin tidak memiliki senjata secanggih mereka namun kita punya keyakinan bahwa Allah ta’ala akan memenangkan kaum Muslimin diatas kebenaran. Tanah Baitul Maqdis akan menjadi saksi indah dari perjuangan kembali menegakkan Islam.

Islam yang damai dan Rahmatan lil ‘alamin. Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman:
 
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (TQS. An-Nashr: 1-3)

Oleh: Nurhayati
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar