Butuh Sistem Islam untuk Menghentikan Kekerasan terhadap Anak
Mutiaraumat.com -- Akhir-akhir ini banyak ditemukan anak korban kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang terdekat termasuk juga orang tuanya. Sebagaimana yang terjadi di Riau, dua orang suami istri terbukti menyiksa bayi berusia 2 tahun yang diasuhnya hingga tewas gara-gara rewel. (pekan baru kompas.com 14 juni 2025).
Ditempat yang berbeda Polisi juga menemukan anak berusia 7 tahun dengan kondisi yang memprihatinkan ditelantarkan ayahnya di pasar Kebayoran Lama. (kumparan news 15 juni 2025).
Banyak faktor yang melatar belakangi orang tua atau orang terdekat melakukan kekerasan terhadap anak. Diantaranya karena faktor ekonomi, karena kesulitan ekonomi keluarga terbukti sangat mempengaruhi emosi anggota keluarga. Ditambah lagi karena kurangnya pemahaman orang tua tentang pendidikan dan pola asuh anak yang benar.
Hak ini perparah lingkungan kapitalistik yang melahirkan konsep hidup individualis yang membuat orang-orang semakin tertekan. Juga di tambah pengaruh tayangan media dan lain sebagainya.
Jika ditelisik lebih jauh, faktor mendasar terjadinya kekerasan pada anak tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem kapitalisme sekuler di negeri ini, sistem ini telah mencabut fitrah orang tua dalam hal kewajiban melindungi anaknya.
Sistem ini juga menghilangkan fungsi keluarga sebagai tempat perlindungan yang aman dari berbagai gangguan serta membentuk keimanan dan ketaqwaan pada anggota keluarga.
Pendidikan di keluarga saat ini lebih ditujukan pada visi pencapaian materi, menggeser tujuan utama pendidikan yaitu membentuk anak yang beriman dan bertaqwa.
Ditambah lagi kesibukan kedua orang tua bekerja keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehingga pendidikan anak tereduksi oleh lingkungan tempat tinggal yang memiliki pengaruh besar dalam pembentukan kepribadian anak.
Dampaknya nilai-nilai ketaqwaan yang mestinya dibangun dalam keluarga justru tereduksi oleh nilai-nilai sekuker dan kebebasan yang jauh dari Islam. Orang tua berpotensi melakukan kekerasan fisik dan seksual, anak berpotensi memiliki perilaku negatif hingga rusaknya moral dan akhlaq. Semua ini mengantarkan mereka pada pergaulan bebas penuh kemaksiatan.
Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah menjadikan masyarakat menormalisasi kemaksiatan. Perilaku maksiat dianggap biasa sehingga siapapun tidak merasa bersalah dan berdosa apabila melakukan kemaksiatan.
Inilah fakta dalam sistem kapitalisme sekuler, jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab mengurusi urusan rakyat serta melindungi rakyat dari berbagai bahaya.
Hal ini dibutuhkan peran penting 3 pilar yang bersinergi antara individu, masyarakat dan negara. Mekanisme yang dilakukan negara dalam individu, negara akan memberikan pendidikan kepada individu dengan berbasis aqidah Islam, sehingga akan membentuk individu berkepribadian islam yang menjadikan halal haram sebagai asas dalam aktifitasnya.
Dengan pola pendidikan ini, akan menciptakan iklim ditengah masyarakat untuk melakukan amar makruf nahi munkar yakni menasehati jika ada anggota masyarakat yang menyimpang dari syariah Islam.
Negara mencegah adanya tindak kekerasan diantaranya memberantas dan memberikan sanksi pada media yang menayangkan konten kekerasan. Yang terpenting negara akan memberikan sanksi tegas kepada para pelaku kekerasan terhadap anak.
Dengan sanksi ini akan memberikan efek jera bagi pelaku dan efek pencegahan bagi orang lain yang hendak melakukan kekerasan. Dengan mekanisme dan cara seperti ini anak akan terlindungi bahkan terhindar dari kekerasan yang dilakukan oleh siapapun. Wallahu a'lam bishshawwab.[]
Oleh: Dewi Asiya
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar