Tangis Gaza, Tak Akan Reda Tanpa Khilafah


MutiaraUmat.com -- Dikutip dari Liputan6.com (6/4/20205), lebih dari 39.000 anak di Jalur Gaza kehilangan satu atau kedua orangtua sejak serangan Israel dimulai pada 7 Oktober 2023, menurut Biro Statistik Palestina. Sekitar 17.000 di antaranya menjadi yatim piatu tanpa dukungan atau perawatan.

Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini, menyatakan bahwa sekitar 100 anak tewas atau terluka setiap hari sejak Israel melanggar gencatan senjata pada 18 Maret 2025. Total 15.000 anak telah dilaporkan tewas sejak perang terbaru meletus. Ia menyebut situasi ini sebagai tragedi yang memilukan bagi anak-anak yang tidak bersalah.
 
Kebiadaban zionis terhadap rakyat Palestina, khususnya di Gaza, telah mencapai titik nadir kemanusiaan. Kezaliman ini tak hanya menyasar infrastruktur atau fasilitas publik, namun menghantam jantung kemanusiaan, anak-anak. 

Genosida yang terjadi telah menewaskan puluhan ribu anak-anak, tak terhitung pula yang mengalami luka fisik maupun trauma psikologis yang mendalam. Data terbaru menunjukkan bahwa setiap harinya, rata-rata 100 anak Gaza meregang nyawa. Sebuah angka yang tak hanya mencerminkan derita, namun juga menjadi simbol betapa murahnya nyawa anak-anak Muslim di mata para penjajah dan dunia internasional yang berpangku tangan.

Lebih dari itu, genosida ini juga melahirkan gelombang kesedihan baru: anak-anak yang menjadi yatim karena kehilangan kedua orang tua mereka. Tercatat, setidaknya ada 39 ribu anak yatim akibat kekejaman yang terjadi di Gaza. Mereka kehilangan pelindung, kehilangan tempat bergantung, dan harus menghadapi masa depan dalam ketidakpastian yang mencekam. 

Mereka seharusnya bisa bermain, belajar, dan tumbuh dalam cinta kasih keluarga, namun yang mereka dapatkan hanyalah suara dentuman bom, derita luka, dan trauma berkepanjangan.

Ironisnya, semua ini terjadi di tengah gegap gempita narasi global tentang Hak Asasi Manusia (HAM), perlindungan anak, dan segala macam tetek bengek perangkat hukum internasional yang katanya menjunjung tinggi hak hidup, keamanan, dan kesejahteraan setiap manusia terlebih anak-anak. 

Namun nyatanya, semua perangkat hukum dan konvensi internasional tersebut mandul di hadapan kekejaman zionis. Dunia internasional bungkam. Lembaga-lembaga internasional seperti PBB, UNICEF, ICJ, dan lainnya hanya mampu mengeluarkan pernyataan-pernyataan normatif yang tak pernah mampu menghentikan penderitaan anak-anak Palestina, apalagi mencegahnya.

Ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi umat Islam. Sudah saatnya mereka menyadari bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari lembaga-lembaga internasional yang dibentuk oleh sistem sekuler kapitalis global. Keadilan sejati dan perlindungan hak anak-anak Gaza tidak akan pernah datang dari meja-meja diplomasi yang penuh kepentingan. Sebab lembaga-lembaga itu lahir bukan untuk melindungi umat Islam, tapi untuk melanggengkan dominasi negara-negara besar, termasuk entitas penjajah zionis.

Oleh karena itu, masa depan Gaza, Palestina, dan seluruh negeri-negeri Muslim tidak akan pernah bisa diserahkan kepada aktor-aktor internasional yang berpura-pura peduli. Masa depan itu harus direbut kembali oleh tangan umat sendiri, dengan perjuangan sungguh-sungguh untuk menegakkan kepemimpinan politik Islam khilafah. 

Hanya khilafah yang memiliki legitimasi ideologis dan kekuatan politik untuk melindungi umat Islam dari setiap bentuk kezaliman, termasuk kezaliman biadab seperti yang terjadi di Gaza saat ini.

Khilafah adalah ra’in (pengurus urusan umat) dan junnah (perisai pelindung) sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW. Khilafah tidak akan pernah membiarkan rakyatnya dibantai, tidak akan diam menyaksikan penderitaan anak-anaknya. Dalam sejarah panjangnya, khilafah terbukti menjadi pelindung yang tangguh bagi umat Islam selama lebih dari 13 abad. Di bawah kepemimpinan khilafah, anak-anak mendapat sistem pendidikan terbaik, perhatian serius dalam pengasuhan, perlindungan yang utuh dari segala bentuk ancaman, dan dukungan sosial untuk tumbuh menjadi generasi peradaban yang gemilang.

Khilafah bukan sekadar mimpi utopis, melainkan solusi ideologis yang bersumber dari wahyu. Maka setiap Muslim yang menyaksikan penderitaan anak-anak Gaza hari ini, harus bertanya pada dirinya sendiri: Apa yang telah aku lakukan? Apakah aku hanya menjadi penonton yang menunggu belas kasihan dunia, atau aku terlibat aktif memperjuangkan solusi yang Allah dan Rasul-Nya telah tetapkan? Setiap Muslim wajib terlibat dalam perjuangan menegakkan kembali khilafah. Ini bukan hanya panggilan sejarah, tapi juga panggilan iman dan kemanusiaan.

Dengan kembali tegaknya khilafah, penderitaan anak-anak Gaza tidak hanya bisa dihentikan, tetapi masa depan mereka bisa dibangun. Persoalan anak-anak Gaza tidak bisa diselesaikan secara parsial dengan bantuan makanan atau tempat pengungsian. Persoalan mereka akan selesai ketika persoalan Palestina diselesaikan secara tuntas, dan itu hanya mungkin melalui jalan jihad fisabilillah yang dipimpin oleh khilafah. 

Sebab khilafah tidak akan pernah membiarkan sejengkal tanah kaum Muslim diduduki penjajah, tidak akan membiarkan anak-anak Muslim hidup dalam ketakutan, dan tidak akan pernah berkompromi dengan kezaliman.

Inilah saatnya umat Islam bersatu dalam visi yang jelas, bergerak dalam barisan yang terarah, dan berjuang untuk satu tujuan: menegakkan kembali khilafah ala minhajin nubuwwah. Sebab hanya dengan itulah darah anak-anak Gaza akan mendapat pembelaan, air mata mereka akan digantikan dengan senyuman harapan, dan masa depan mereka akan kembali bercahaya dalam naungan sistem Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam bishshawab. []


Dhevyna Wahyu Tri Wardani
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar