Dunia Pendidikan Sekuler, Merusak Karakter Generasi


MutiaraUmat.com -- Dunia pendidikan hari ini tidak baik-baik saja. Bagaimana tidak, kecurangan yang kian terpampang nyata yakni kecurangan pelaksanaan UTBK. Ujian tertulis berbasis komputer ini untuk menyeleksi mahasiswa baru. Sayangnya, setelah berjalannya tes malah diwarnai dengan kecurangan yang sangat fatal.

Sebagaimana yang dilansir dari Beritasatu.com (25/4/2025), Publik tengah dihebohkan dengan dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) tahun 2025. 

Juga dilansir oleh kompas.com (25/4/2025), dua hari pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025, sudah ada temuan kecurangan yang dilakukan para peserta. Pada hari pertama UTBK SNBT, Rabu (23/4/2025) tim Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) menemukan ada sembilan kasus kecurangan.

Kecurangan ini menunjukkan bahwa generasi hari ini belum mampu bersaing sekaligus menunjukkan buruknya akhlak dari calon mahasiswa. Mestinya dengan berkembangnya teknologi, berkembang pula pola pikirnya, ini justru kebalikannya. Malah teknologi dimanfaatkan untuk mengakali test UTBK. Hal ini juga mengukuhkan gagalnya sistem pendidikan dalam mewujudkan generasi berkepribadian Islam dan memiliki keterampilan.

Pendidikan hari ini hanya memfokuskan pada nilai atau hasil semata, tanpa memperdulikan nilai itu diperoleh dengan cara halal atau haram. Bahkan halam haram tidak pernah disentuh atau dipahamkan kepada para peserta didik atau mahasiswa, kecuali orang-orang tertentu saja. Padahal ini adalah modal utama yang harus ditanamkan dalam pola pikir peserta didik atau para mahasiswa. Nilai bukanlah segalanya, tapi prosesnya lah yang terpenting. Apakah halal atau haram? 

Bagaimana membentuk generasi emas, jika output pendidikan seperti ini. Yang ada malah membentuk generasi cemas yang penuh dengan kecurangan. Hal ini dikuatkan oleh survey KPK, yang menyebutkan bahwa banyak siswa SMA dan mahasiswa yang menyontek. Seakan menyontek sudah menjadi budaya dan tidak bisa dilepaskan dari belenggu pendidikan disistem sekarang. Padahal perbuatan ini merupakan awal dari korupsi, ketidak jujuran, dan keburukkan yang nyata. Tapi dianggap sepele dan tidak dipermasalahkan. 

Hal ini sebenarnya sudah tersistem. Artinya, yang menjadikan karakter generasi rusak adalah karena buah dari sistem hidup saat ini yang diterapkan dalam kehidupan manusia. Sistem ini berlandaskan kapitalisme sekularisme, yang menjadikan ukuran keberhasilan/ kebahagiaan berorientasi pada hasil/ materi. Sehingga dengan cara apapun hasil yang didapatkan, selagi tidak merugikan orang lain maka tidak mengapa. Tidak ada standar halal haram dan baik buruk dalam berbuat. Juga tidak ditanamkan rasa takut kepada Tuhan dan ada pertanggungjawaban kelak di akhirat. 

Oleh karena itu, sistem kapitalisme sekularisme, menihilkan dan mengabaikan aturan Tuhan dalam kehidupan. Mereka menganggap bahwa Tuhan itu hanya mengurusi masalah ibadah ritual saja. 

Berbeda dengan sistem Islam. Islam menjadikan ukuran kebahagiaan adalah keridhaan Allah SWT. Negara Islam akan menjaga agar setiap individu senantiasa terikat dengan aturan Allah dalam segala perkara. Baik urusan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan dirinya sendiri, dan manusia dengan sesamanya. Semuanya diatur tanpa terkecuali. 

Termasuk sistem pendidikan, Islam juga mengaturnya. Sistem pendidikan Islam berasas akidah Islam dan tujuannya adalah mencetak generasi yang unggul, berkepribadian Islam, terikat pada syariat Allah, memiliki keterampilan yang handal, dan menjadi agen perubahan sekaligus memimpin peradaban. Hal ini bisa dilihat dari sejarah ketika Islam diterapkan. Mulai dari zaman Rasulullah SAW sampai Kekhilafahan Turki Utsmani.

Maka, bisa disimpulkan bahwa dengan dikembalikannya penerapan sistem Islam, khususnya sistem pendidikan tidak dimungkiri akan melahirkan generasi-generasi yang bisa diperhitungkan dan mampu bersaing dengan negara-negara adidaya hari ini. Dengan kuatnya kepribadian Islam, kemajuan teknologi pun akan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Allah, dan untuk meninggikan kalimat Allah. Wallahu a'lam. []


Siti Aminah, S.Pd.
Pegiat Literasi Lainea, Konsel

0 Komentar