PHK Sritex Korban Kebijakan Serampangan


MutiaraUmat.com -- Pada awal bulan Maret 2025, yang bertepatan dengan awal bulan Ramadhan yang mestinya disambut dengan meriah, para buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) harus menelan pil pahit kabar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara massal.

PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang berada di Sukoharjo, Jawa Tengah akan resmi berhenti beroperasi pada Sabtu 01/03/2025. Ini menjadi keputusan resmi dari Kurator pengadilan Niaga, setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan. Lebih dari 10.000 orang diberhentikan. (BBC.com, 28/02/2025)

Di lansir dari CNBC Indonesia (27/02/2025), Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo mengungkapkan bahwa jumlah karyawan yang terkena PHK massal sebanyak 10.665 orang. Beliau juga mengatakan bahwa tim Kurator akan bertanggung jawab mengurus urusan pesangon. Sedangkan untuk urusan Jaminan hari tua, jaminan kehilangan pekerjaan, dan pensiun akan menjadi kewenangan BPJS ketenagakerjaan.

PT. Sritex adalah perusahaan tekstil terbesar se-Asia Tenggara, yang dianggap sebagai perusahaan paling kuat dari PHK. Namun, kenyataannya PT. Sritex harus melakukan PHK massal setelah dinyatakan pailit oleh pengadilan. Mengapa hal demikian dapat terjadi?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hal yang demikian. Hal ini merupakan dampak dari adanya masalah keuangan secara serius sejak 2021 sehingga menyebabkan gagal bayar utang, kemudian disusul adanya pandemi covid-19 yang berdampak bagi keuangan perusahaan. Selain itu adanya persaingan global yang ketat serta kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina, Palestina-Israel turut mengganggu rantai pasok dan menurunkan permintaan ekspor, karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa dan Amerika Serikat.

Kemudian, adanya dampak sosial dari regulasi pemerintah terkait adanya kebebasan produk luar negeri masuk ke Indonesia, terutama produk China melalui ACFTA (ASEAN-China Free trade area) yang ditanda tangani pada 12 November 2017 dengan tujuan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang, baik tarif maupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerja sama ekonomi antar negara ASEAN dan China guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun alih-alih mensejahterakan rakyat justru menjadikan negara tunduk dan patuh pada kebijakan asing.

Kemudian UU cipta kerja juga menjadi sebab utama, karena hal ini semakin membuka peluang besar untuk masuknya barang-barang impor kedalam negara. Sehingga menyebabkan persaingan yang cukup ketat.

Seyogianya permasalahan PHK yang hingga kini masih terus terjadi karena diterapkannya sistem Kapitalisme, dengan prinsip liberalisasi ekonomi yang melahirkan konsep pasar bebas dimana pemilik modal paling besar bisa dengan bebas menguasai industri dan perdagangan. Kemudian, liberalisasi ini juga menjadikan lapangan pekerjaan dikelola oleh industri, sehingga posisi negara hanyalah sebagai fasilitator dan regulator bagi kepentingan oligarki saja, bukan untuk rakyatnya.

Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Islam mengatur segala urusan negara dan rakyat dengan aturan yang jelas bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dibawah naungan sistem politik Islam (khilafah).

Sistem khilafah pun akan menjamin suasana kondusif bagi para pengusaha dan perusahaan dalam menjalankan usaha industrinya sehingga rentan terhadap gulung tikar, sebab pengaturannya secara detail telah tercantum dalam sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ekonomi Islam, asas yang di anut adalah distribusi kekayaan yaitu memastikan bahwa setiap individu masyarakat mampu memenuhi kebutuhan pokoknya.

Selain itu, dalam negara Islam pun diperbolehkan mengembangkan harta dengan cara membangun industri dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan syariat, sehingga ketentuan-ketentuan inilah yang wajib diterapkan dalam membangun industri.

Pun negara wajib mengatur industri-industri tersebut dengan pengaturan dan kontrol bersifat umum sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kapasitas produksi serta membuka pasar bagi hasil-hasil industri tersebut. Negara juga wajib menjamin ketersediaan barang baku dan lain sebagainya. Negara juga akan mengontrol pasar Impor dan ekspor dengan aturan yang ketat.

Dalam Islam juga akan diatur terkait dibangunnya sebuah industri secara mandiri. Sehingga tidak ada campur tangan asing baik dari segi teknologi (melalui aturan-aturan lisensi), ekonomi (melalui aturan-aturan pinjaman atau ekspor impor), maupun politik.

Dalam sistem Islam, negara akan menjamin segala kebutuhan bagi rakyatnya serta menjamin adanya lapangan pekerjaan yang memadai bagi para laki-laki untuk mencari nafkah bagi keluarganya, apabila seorang kepala keluarga tidak mampu untuk keluar mencari nafkah dikarenakan sakit atau terlampau tua, maka wajib bagi seseorang yang diwajibkan oleh syarak untuk menanggung nafkahnya. Dan apabila orang yang diwajibkan oleh syarak tidak mampu menanggung nafkahnya maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara atau Baitul Mal.

Sistem Islam juga mengatur hak kepemilikan sesuatu menjadi tiga bagian, kepemilikan Individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Semua hak kepemilikan tersebut diatur sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga akan tercipta keadilan serta kedamaian bagi masyarakatnya.

Semua hal ini hanya bisa diwujudkan dengan adanya Khilafah Islamiah dan dipimpin oleh seorang Khalifah, sebab sudah menjadi tanggung jawab seorang khalifah mengurus setiap urusan rakyatnya. Seperti sabda Rasul SAW dalam sebuah hadis yang artinya, “Imam (khalifah) raa’in (pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab pengurusan rakyatnya).” (HR. Al- Bukhari).

Demikianlah gambaran ketika sistem khilafah diterapkan di dunia ini, maka segala hal akan berjalan sesuai dengan aturan Allah, sehingga akan tercipta masyarakat yang sejahtera dan damai dalam keadilan.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Dwi Jayanti
(Aktivis Generasi Peduli Umat)

0 Komentar