Indonesia Gelap, Masihkah Berharap dengan Demokrasi? Saatnya Islam Jadikan Solusi


MutiaraUmat.com -- Tagar #PeringatanDarurat dengan latar hitam muncul setelah #IndonesiaGelap dan sering digunakan bersamaan di media sosial. Analisis Drone Emprit menunjukkan bahwa tagar ini berasal dari akun-akun organik dan mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, termasuk pemangkasan anggaran pendidikan serta perubahan program bantuan sosial.

Tagar ini mengangkat berbagai isu seperti kisruh LPG 3 kg, reformasi Polri, program Makan Siang Bergizi (MBG), pemangkasan anggaran sosial, masalah pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja sehingga berujung pada aksi demo serentak di lebih dari 10 wilayah. Mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Tulang Bawang (UTB) Lampung, hingga Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari (UNISKA) (Tirto.id, 18/02/2025).

Berbagai keputusan pemerintah yang merugikan rakyat dan mengancam massa depan generasi muda menjadi pemicu aksi ini. Mereka membacakan 13 tuntutan, yang disampaikan oleh Bagas Wisnu, Koordinator Humas UPNVJ Bergerak, di sekitar Patung Kuda, Jakarta Pusat. Salah satu tuntutan adalah evaluasi penuh terhadap program makan bergizi gratis agar tepat sasaran dan tidak sekadar menjadi alat politik (Detik.com, 20/02/2025).

Sayangnya, tuntutan yang diajukan tidak menyentuh akar masalah. Bahkan, ada yang masih berharap pada sistem demokrasi. Padahal, justru demokrasi yang menjadi akar permasalahan.

Jika solusinya masih demokrasi, berarti masyarakat tidak pernah belajar. Berapa lama kita hidup dalam sistem kufur ini? Namun, umat tetap terpuruk. Berita yang muncul setiap hari semakin mengerikan karena kehidupan diatur oleh demokrasi.

Demokrasi adalah produk kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem ini, manusia membuat aturan sendiri, padahal mereka lemah, terbatas, dan serba kurang. Bagaimana mungkin makhluk seperti ini bisa mengatur kehidupan? Maka wajar jika demokrasi gagal membangkitkan masyarakat.

Lebih dari itu, demokrasi juga membuka peluang bagi penguasa zalim untuk terus berkuasa melalui politik transaksional. Uang dan kepentingan oligarki lebih dominan dibandingkan suara rakyat. Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan tidak berpihak kepada kepentingan umat, melainkan hanya menguntungkan segelintir elite penguasa dan pemodal.

Mahasiswa harus melek politik dan memberikan solusi yang benar. Satu-satunya solusi hanyalah Islam, karena Islam adalah ajaran dari Allah SWT, Al-Khaliq (Maha Pencipta) dan Al-Mudabbir (Maha Pengatur). Rasulullah telah mencontohkan bagaimana syariat Islam diterapkan dalam negara.

Mahasiswa seharusnya menjadi agen perubahan yang mengemban risalah Islam, mengoreksi penguasa dengan amar makruf nahi mungkar, dan menyuarakan solusi Islam. Sebab hanya Islam yang menjamin masa depan masyarakat yang gemilang.

Misalnya, dalam bidang pendidikan. Pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, Khalifah Harun al-Rasyid mendirikan Baitul Hikmah, pusat ilmu pengetahuan yang dapat diakses gratis oleh masyarakat.

Dalam bidang kesehatan, rumah sakit Bimaristan di Baghdad pada masa Khalifah Harun al-Rasyid menjadi model rumah sakit modern. Layanan kesehatan di sana gratis dan terbuka untuk semua orang.

Sistem ekonomi Islam juga memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyat. Pajak hanya dipungut dalam kondisi darurat dan hanya dari orang kaya. Sumber daya alam yang besar dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat, bukan diserahkan kepada korporasi asing. Ini sangat berbeda dengan kapitalisme yang menjadikan sumber daya alam sebagai komoditas yang dikuasai oleh segelintir pemodal.

Jika sistem Islam diterapkan di Indonesia, maka kesejahteraan bukan sekadar janji kosong. Sebab, aturan yang diterapkan berasal dari wahyu Allah yang Mahaadil, bukan dari kepentingan manusia yang sarat dengan hawa nafsu.

Oleh karena itu, pemuda harus bergabung dengan kelompok dakwah ideologis untuk mengawal perubahan sesuai dengan contoh Rasulullah. Sebagaimana firman Allah Swt.:

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), serta ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (TQS. An-Nisa [4]: 59)

Sudah saatnya kita melepaskan diri dari sistem kufur yang telah gagal membawa kesejahteraan. Jika kita masih terus berharap pada demokrasi, maka kita hanya akan terjebak dalam lingkaran kebohongan yang sama. Mari bersama-sama memperjuangkan Islam sebagai sistem kehidupan yang hakiki, demi terwujudnya kesejahteraan hakiki di dunia dan akhirat.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Indri Nur Adha, A.Md.
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar