Gelombang PHK Menguat, Beban Hidup Makin Berat
MutiaraUmat.com -- Awal tahun 2025 ini menjadi awal yang menyedihkan. Berita tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin marak.
Di awal tahun, PT Yamaha Music Indonesia, yang memproduksi piano dan berorientasi ekspor, telah memangkas sekitar 1.100 buruhnya (cnbcindonesia.com, 21-02-2025). Disusul dua pabrik berikutnya yang memutuskan untuk tutup, yakni PT Sanken Indonesia pada Juni 2025 dan PT Danbi Internasional pada Februari ini (cnbcindonesia.com, 20-02-2025).
PHK yang semakin marak di berbagai sektor saat ini telah menjadi salah satu isu yang mengguncang perekonomian Indonesia. Sepanjang 2024 saja, sudah ratusan ribu buruh terkena PHK di sektor industri tekstil, garmen, dan sepatu. Ditambah lagi dengan berita PHK di tahun 2025, tentu saja akan menambah deretan panjang pengangguran di negeri ini.
Sinyal PHK yang semakin menguat ini, sebagian merupakan dampak dari efisiensi anggaran belanja negara. Selain itu, terjadinya gelombang PHK di pabrik-pabrik dalam negeri juga disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya daya saing industri nasional yang semakin melemah. Produk dalam negeri kalah bersaing dengan produk impor yang terus membanjiri pasar. Dalam sistem kapitalisme, perdagangan bebas dibiarkan terjadi; kran impor pun dibuka lebar-lebar. Tak ayal, pabrik dalam negeri semakin lesu dan PHK besar-besaran menjadi solusinya.
Padahal, mencari pekerjaan pada saat ini bukanlah perkara mudah. Ada banyak kriteria yang begitu menyulitkan, termasuk di antaranya batasan usia. Namun, dalam sistem kapitalisme, buruh hanyalah dianggap sebagai faktor produksi yang akan dikorbankan untuk menyelamatkan perusahaan.
Fenomena PHK massal ini tidak hanya berdampak pada pekerja yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga memberikan dampak luas terhadap kehidupan sosial dan ekonomi rakyat. Di antara dampak tersebut adalah hilangnya sumber penghasilan bagi keluarga yang menggantungkan hidup pada gaji bulanan, yang berakhir pada kesulitan ekonomi. Hal ini tentu akan meningkatkan angka kemiskinan.
Selain itu, jumlah pengangguran akan terus meningkat. Hal ini juga berpotensi memicu berbagai masalah sosial lainnya, seperti kemiskinan yang lebih meluas, kriminalitas, dan ketidakstabilan sosial. Beban hidup rakyat pun semakin berat.
Hal ini tentu berbeda jika sistem Islam diterapkan. Dalam Islam, negara berperan sebagai raa’in atau pelindung bagi rakyat. Negara berkewajiban mengurus rakyat, termasuk menyediakan lapangan kerja yang luas. Sebab, penyediaan lapangan pekerjaan merupakan tanggung jawab negara. Negara juga berkewajiban menjamin kebutuhan dasar, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Negara juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang hanya bergerak pada sektor riil. Dengan demikian, sistem ekonomi akan tahan terhadap resesi dan memperkecil peluang pabrik untuk gulung tikar.
Negara juga menutup celah perdagangan bebas yang dapat melemahkan daya saing industri dalam negeri. Negara akan menjamin perusahaan yang ada untuk berusaha semaksimal mungkin tanpa khawatir resesi maupun kalah saing. Dengan demikian, penyediaan lapangan pekerjaan untuk rakyat akan meluas sehingga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Penerapan sistem ekonomi Islam meniscayakan ketersediaan lapangan pekerjaan yang cukup dan menjamin kesejahteraan rakyat. Sungguh, Islam adalah solusi yang hakiki.
Oleh: apt. Yuchyil Firdausi, S.Farm.
0 Komentar