Butuh Perisai untuk Menjaga Kesucian Ramadhan
MutiaraUmat.com -- Pemerintah DKI Jakarta memberikan peraturan yang tertuang dalam pengumuman Nomor e-0001 tahun 2025 tentang penyelenggaraan usaha pariwisata pada bulan suci ramadhan dan hari raya idul Fitri, dengan memberi batasan tempat hiburan tutup mulai sehari sebelum ramadhan 2025 hingga sehari setelah bulan puasa yaitu idul Fitri tahun 2025. (Metro TV, 28 Februari 2025)
Aturan tersebut ternyata tidak berlaku untuk semua tempat hiburan malam. Disparekraf DKI memberikan pengecualian tempat hiburan yang ada di hotel bintang 4 keatas, serta kawasan komersial, tidak dekat dengan pemukiman, rumah ibadah, sekolah atau rumah sakit tetap dibolehkan beroperasi. (Suara.com, 28 Februari 2025)
Adapun pariwisata bidang usaha jasa makanan dan minuman diimbau untuk memakai tirai agar tidak terlihat secara utuh, pelanggaran terhadap ketentuan akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. (Republika, 2 Maret 2025)
Mencermati peraturan pembatasan operasional tempat hiburan tersebut jelas menunjukkan bahwa pemerintah tidak benar-benar memberantas tempat-tempat maksiat, bahkan masih ada kawasan usaha yang tidak ditutup. Padahal saat ini kita sedang berada di bulan suci Ramadhan yang seharusnya bulan ini disucikan dengan mensterilkan dari aktivitas maksiat.
Ini menunjukkan dengan jelas bahwa peraturan yang dibuat hanyalah berdasarkan asas manfaat, walaupun bertentangan dengan syariah Islam akan tetap diadakan jika memberikan manfaat yaitu berupa pendapatan daerah. Demikianlah buah dari sekularisme yang dijadikan azaz pengaturan di negeri ini, yaitu memisahkan agama dari kehidupan, puasa jalan maksiyat dibiarkan.
Disebutkan dalam hadis yang artinya menunjukkan bahwa pada bulan Ramadhan pintu surga dibuka lebar, pintu neraka ditutup dan setan dibelenggu. Mestinya setiap kebijakan yang dibuat mengarahkan pada ditutupnya pintu pintu kemaksiatan. Agar rakyat terbebas dari pengaruh buruk.
Imam Al-Ghazali mengatakan, "Agama adalah asas, negara adalah penjaga", maksudnya adalah sesuatu tanpa asas maka akan runtuh, agama tanpa penjaga akan hilang, penjaga itu adalah negara.
Saat ini kita tidak punya penjaga yakni negara yang menerapkan syariah Islam, umat kehilangan perisai.
Kemaksiatan hanya bisa diberantas oleh negara yang menerapkan Islam kaffah yaitu khilafah. Khilafah berfungsi sebagai perisai yang membentengi rakyat dari apapun yang membahayakan termasuk dari pengaruh pengaruh buruk yang mengantarkan pada kemaksiyatan, hal ini menjadi tanggung jawab penguasa yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Negara khilafah, melalui kurikulum pendidikan Islam akan membentuk individu yang bertakwa, dan masyarakat Islam yaitu masyarakat yang memiliki kesamaan pemahaman, ukuran serta penerimaan terhadap syariah Islam, menjadikan amar makruf nahi mungkar saling nasehati dalam kebaikan akan terwujud. Kemaksiatan dalam Islam adalah perbuatan yang berimplikasi pada sanksi. Untuk mencegah dari prilaku maksiyat maka negara khilafah akan memberikan sanksi pada setiap pelanggaran yang dilakukan sesuai jenis pelanggarannya. Maka yang kita butuhkan saat ini adalah hadirnya negara sebagai perisai yang melindungi umat dari kemaksiatan. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Dewi Asiya
Aktivis Muslimah
0 Komentar