Badai PHK Menghantui Rakyat, Islam Solusinya
MutiaraUmat.com -- Badai PHK mengguncang dan menghantui rakyat, di saat kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Harga bahan kebutuhan pokok terus meroket menjelang Ramadhan dan Idulfitri rakyat dihantui dengan PHK.
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terjadi di berbagai perusahaan diantaranya PT Sanken yang akan memPHK 495 orang. (CNBN Indonesia, 20 Februari 2025)
Sepanjang tahun 2024 ratusan ribu buruh di PHK di sejumlah sektor industri tekstil, garmen sepatu. Di awal 2025 PT Yamaha music juga memangkas 1100an orang. Yang terbaru pada 1 Maret pabrik Sritex mem PHK 10.665 pekerja. (okezon, 3 Maret 2025)
Menanggapi hal ini Presiden Prabowo membuat kebijakan yang tertuang dalam peraturan pemerintah (PP) nomor 6 tahun 2025 tentang kebijakan para pekerja yang terkena PHK berhak mendapatkan 60 persen gaji selama 6 bulan.(Kumparan Bisnis, 16 Februari 2025)
60 persen yang diberikan selama 6 bulan bukanlah solusi yang tepat karena rentang waktu 6 bulan adalah waktu yang sangat pendek selanjutnya mereka tidak bisa memperoleh pendapatan selamanya, kondisi saat ini diakui bahwa mencari pekerjaan sangat sulit. Badai PHK ini akan menambah jumlah pengangguran dan diikuti dengan naiknya angka kemiskinan. Hal ini seringkali dianggap karena ketidak mampuan perusahaan dalam memberikan upah kepada pekerja.
Tidak bisa dipungkiri bahwa negeri ini telah menerapkan sistem ekonomi kapitalis, dalam sistem ekonomi kapitalis diterapkan liberalisasi ekonomi yang mengharuskan negara membuka peluang bisnis sebesar besarnya bagi swasta, negara menganggap dengan terbukanya perusahaan, negara telah menunaikan tanggung jawabnya yaitu menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat. Padahal sebaliknya justru ketika negara menyerahkan kepada swasta menunjukkan negara telah melepaskan tanggung jawabnya.
Pada pelaksanaannya perusahaan swasta akan menjalankan prinsip prinsip kapitalisme dalam bisnisnya, perusahan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar besarnya, jika perusahaan mengalami masalah produksi, bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi, dengan cara memangkas upah pekerja yakni dengan memberhentikan pekerja.
Ditambah lagi adanya kebijakan UU omnibus law cipta kerja, perusaahan diberikan kemudahan untuk mempekerjakan tenaga kerja asing dengan mudah, namun pekerja lokal, mereka dipekerjakan atau tidak tergantung perusahaan. Kondisi ini semakin menunjukkan bahwa pemerintah abai dengan urusan rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam, negara berperan sebagai pengurus urusan rakyat, negara wajib menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya termasuk para pekerja, yaitu sandang pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Pekerja dalam Islam tidak hanya dipandang sebagai faktor produksi yang nasibnya ada di tangan perusahaan. Kesejahteraan rakyat menjadi tanggung jawab negara, oleh karena itu negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki yang sudah baligh sehingga bisa memenuhi kebutuhannya dan orang yang menjadi tanggungannya.
Rakyat tidak akan tergantung kepada swasta dalam mencari kerja karena sistem Islam akan menjaga kestabilan ekonomi dengan mendorong berbagai usaha yang kondusif dengan memberikan modal kepada rakyat sehingga mereka bisa mengelola pertanian, perikanan dan lain lain. Dengan demikian dunia usaha akan berkembang dengan baik dan mampu menyerap tenaga kerja. Rakyat tidak dibayangi PHK. Allahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Dewi Asiya
Aktivis Muslimah
0 Komentar