Potret Buram Sisten Hukum ala Kapitalisme
MutiaraUmat.com -- Sebuah paradigma aneh. Ketika dengan mudahnya sang korban dicap sebagai tersangka. Si pelaku bersembunyi di balik pasal-pasal yang ada. Begitulah manusia, makhluk yang serba kurang namun merasa pantas membuat hukum dunia. Merasa paling adil dalam menghakimi sesama. Memagari andil tuhan sebagai pengatur semesta. Tak heran mengapa segala masalah tak kunjung usai tapi justru semakin bertambah dengan aneka ragamnya. Jika sudah begini, siapa yang akan mengira bahwa dunia baik-baik saja?
Terbaru di Batam. Ditetapkan tiga tersangka dalam rentetan kejadian penyerangan petugas PT MEG kepada warga Rempang yang menolak PSN pada Desember 2024. Yang ketiga-tiganya adalah warga Rempang. Mereka dikenakan pasal 333 KUHP tentang merampas kemerdekaan orang sebab menahan petugas PT MEG sebab merusak spantuk penolakan relokasi Rempang yang dibuat oleh warga setempat. Dalam rangka untuk memastikan bagaimana keputusan polisi terhadap petugas PT MEG tersebut. Namun yang terjadi adalah penjemputan paksa dari 30 petugas PT MEG yang menyebabkan 8 warga luka-luka. Dan beberapa kerusakan lainnya (tempo.co, 07/02/2025).
Jelas sekali dari berita di atas. Warga setempat yang sedang berusaha mempertahankan suara untuk tanah mereka justru dianggap sebagai tersangka. Spanduk mereka dirusak, mendapat luka-luka dan kerusakan lainnya, namun masih terkena pasal tentang merampas kemerdekaan. Sedangkan orang yang merusak spanduknya untuk menghilangkan suara rakyat justru menjelma sebagai korban. Hal ini menunjukkan ketidakjelasan dalam penegakkan hukum. Survei dari masyarakat menilai sebanyak 41,6 persen penegakkan hukum di Indonesia berjalan positif dalam 100 hari masa pemerintahan presiden Prabowo. Apalagi adanya fenomena "No Viral No Justice" semakin membuktikan bahwa penegakkan hukum di negeri ini sedang tidak baik-baik saja.
Kondisi ini menunjukkan bahwa hukum buatan manusia pasti akan memberi keburukan bagi manusia. sebab, manusia memiliki hawa nafsu. Kepentingan manusia satu dengan yang lain pun berbeda-beda. Oleh karena itu sangat rawan adanya konflik kepentingan. Hukum dibuat berdasarkan kepentingan individu atau sebagian kelompok. Juga keterbatasan akal manusia tidak akan mampu memahami manusia secara keseluruhan yang kemudian dapat menetapkan hukum secara adil. Terlebih, manusia itu makhluk yang lemah, serba terbatas dan membutuhkan yang lain. Menunjukkan manusia tidak layak sebagai pembuat hukum.
Dalam Islam, hukum yang diterapkan dalam kehidupan adalah hukum syarak. Hukum kehidupan berjalan sesuai dengan hukum syarak. Tidak boleh ada yang luput dari hukum syarak. Dan Islam menetapkan pula bahwa kedaulatan ada di tangan syarak. Hanya Allah SWT lah yang pantas membuat hukum dalam mengatur kehidupan. Tidak ada ikut campur manusia. Berbeda dengan saat ini yang sistemnya adalah sekuler. Tuhan tidak ada peran dalam membuat hukum dunia. Dan menganggap manusialah yang mengatur kehidupan dunia. Yang hasilnya adalah kerusakan yang merajalela pada saat ini.
Adapun tugas manusia terhadap hukum yang telah Allah sediakan hanyalah taat dan menerapkannya dalam kehidupan. Dalam segala aspek nya. Sumber hukum ini tentu membawa kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Sebab bersumber dari pencipta manusia yang pastinya mengetahui baik dan buruknya untuk makluk-Nya. Serta bebas dari berbagai kepentingan duniawi.
Dengan penerapan hukum yang tetap inilah yang akan menjamin keadilan bagi seluruh pihak. Tidak ada yang merasa terdzolimi apapun agamanya entah muslim atau non muslim. Dalam wadah sistem yang mendukung penerapan hukum tersebut. Yakni Khilafah. Wallahu a’lam bishshawab. []
Tsaqifa Nafi'a
Aktivis Muslimah
0 Komentar