Mahasiswa Bergerak, Menyuarakan Perubahan atau Sekadar Teriakan Sesaat?


MutiaraUmat.com -- Ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas memadati kawasan Patung Kuda, Jakarta, untuk menggelar demonstrasi lanjutan dalam aksi bertajuk "Indonesia Gelap" pada Kamis (20/2) (sumber: www.cnnindonesia.com, 24/02/2025).

Massa gabungan dari berbagai universitas ini bergerak bersama dalam aksi "Indonesia Gelap", membawa 13 tuntutan yang ditujukan kepada pemerintahan baru di Indonesia. Tuntutan tersebut merupakan respons mahasiswa terhadap kebijakan "Efisiensi Anggaran", yang berdampak pada sektor pendidikan.

Menurut mereka, pemangkasan anggaran pendidikan sama saja dengan mengerdilkan potensi akademik generasi muda Indonesia. Sementara itu, di era globalisasi saat ini, dibutuhkan lulusan akademik yang memiliki kapasitas untuk menjawab tantangan dunia.

Mahasiswa, sebagai motor perubahan, akhirnya mulai bergerak setelah sekian lama terdiam dalam kenyamanan kehidupan materialistik. Sayangnya, solusi yang mereka ajukan dalam aksi ini masih bersifat dangkal dan belum mampu menyentuh akar permasalahan pemerintahan saat ini.

Selain itu, gerakan mahasiswa dalam menuntut keadilan masih dihantui berbagai kepentingan. Tidak terlihat kesamaan visi dan misi perubahan yang jelas, melainkan hanya sebatas harapan agar tuntutan-tuntutan mereka dipenuhi. Teriakan mereka tak ubahnya seperti orang kelaparan yang akan terdiam setelah diberi makan hingga kenyang. Hal ini justru berisiko membuat mereka kehilangan fokus terhadap permasalahan yang sebenarnya terjadi di negeri ini.

Mewujudkan perubahan bukanlah perkara mudah. Oleh karena itu, diperlukan penelaahan mendalam terhadap akar masalah yang menyebabkan berbagai problematika saat ini. Gerakan perubahan membutuhkan struktur yang jelas dan solusi yang komprehensif, yang mampu menyelesaikan permasalahan hingga ke akarnya—bukan sekadar solusi sementara yang justru melahirkan masalah baru.

Akar permasalahan dari berbagai kerusakan dalam kehidupan ini tidak lain adalah diterapkannya sistem sekuler, yang menjauhkan Islam dari kehidupan. Sistem ini telah menempatkan manusia sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, melampaui hukum Allah. Padahal, manusia yang lemah dan penuh hawa nafsu akan semakin buas ketika berkuasa tanpa landasan ketakwaan kepada Allah. Akibatnya, setiap kebijakan dipenuhi oleh kepentingan individu dan kelompok tertentu, sementara rakyat hanya menjadi "sapi perah" yang terus dieksploitasi demi melanggengkan kekuasaan.

Inilah mengapa generasi saat ini perlu disadarkan tentang pentingnya perubahan sistem kehidupan—dari sistem yang rusak menuju sistem Islam yang sempurna. Sistem yang ada saat ini sudah tidak bisa lagi diharapkan. Sejarah telah membuktikan bahwa sistem Islam mampu mengangkat peradaban manusia dari keterpurukan dan mewujudkan kesejahteraan selama lebih dari 13 abad.

Untuk mewujudkan perubahan tersebut, kita harus menjadikan metode Rasulullah sebagai contoh. Rasulullah membina para sahabat dengan menanamkan akidah yang kuat sebelum menggerakkan mereka untuk menyerukan perubahan. Pembinaan ini dilakukan di rumah Arqam bin Abi Arqam, guna menanamkan keteguhan dan perjuangan yang berlandaskan akidah Islam—bukan sekadar tuntutan sesaat. Hasilnya, lahirlah generasi pejuang kaum Muslim yang tetap teguh menyuarakan Islam meskipun menghadapi berbagai siksaan dan tantangan. Para sahabat bersama Rasulullah akhirnya berhasil mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang makmur dalam naungan sistem Islam.

Demikian pula seharusnya dengan generasi saat ini. Mereka perlu dibina dan dikawal oleh jamaah dakwah yang terus berjuang menyuarakan perubahan menuju Islam dengan meneladani metode Rasulullah. Jamaah ini harus bergerak dengan menjadikan akidah Islam sebagai pijakan perjuangan, tidak pernah berputus asa dalam menyuarakan kebenaran, serta terus membongkar makar-makar jahat yang dilakukan oleh penjajah melalui berbagai pemikiran kritis yang berlandaskan Islam. []


Oleh: Maziyahtul Hikmah
Aktivis Muslimah

0 Komentar