Efisiensi Anggaran untuk Kepentingan Siapa?


MutiaraUmat.com -- Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan instruksi (inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. (www.bpk.go.id, 25 Januari 2025)

Presiden Prabowo menyampaikan dalam pidato acara perayaan ulang tahun ke 17 partai Gerindra, penghematan anggaran akan dilakukan dalam tiga tahap. Total nilai penghematan biaya mencapai Rp 750 triliun. (Kompas.com, 16 Februari 2025)

Saat ini, tahap pertama telah menghemat Rp 300 triliun dan tahap kedua direncanakan sebesar Rp 408 triliun. Mencermati hal ini Achmad  Nur Hidayat ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Jakarta, menyatakan pemangkasan anggaran yang dilakukan secara sembrono beresiko besar terhadap kinerja kementrian dan lembaga negara. Lebih lanjut Achmad menyampaikan "realitas di lapangan menunjukkan kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan,terutama dalam penyenggaraan layanan publik". (Metro TV, 16 Februari 2025)

Pemangkasan anggaran  berdampak pada pengerjaan proyek-proyek infrastruktur vital, jalan-jalan yang rusak seharusnya diperbaiki kini dibiarkan, proyek bendungan dan irigasi yang penting bagi sektor pertanian ditunda atau dibatalkan. Rakyat terhambat memperoleh nafkah karena dibayang bayangi PHK.

Efisiensi anggaran dilakukan dalam rangka memenuhi program makan bergizi gratis (MBG), namun realitanya MBG banyak masalah.

Sebagaimana yang terjadi  di Sumenep Jawa Timur , mulai Senin (17/3/3025), ribuan siswa tak lagi dapat MBG karena program dihentikan. Hal ini disampaikan oleh pelaksana Tugas Kepala SDN Panduan I Kecamatan Kota Kabupaten Sumenep.(kompas TV, 16 Februari 2025)

Demikianlah karakter kepemimpinan kapitalisme sekuler yang menghilangkan peran utamanya sebagai pengurus urusan rakyat. Para penguasa dan pejabat yang terpilih selalu berada dalam lingkaran konflik kepentingan, baik individu, golongan, partai. Pada akhirnya kebijakan yang dimaksudkan untuk rakyat tidak sepenuhnya untuk kepentingan rakyat. Contoh yang nampak adalah sektor pendidikan dan kesehatan seharusnya menjadi prioritas program, tapi malah hanya menjadi program pendukung, sementara MBG justru menjadi program prioritas.

Berbeda dengan Islam, penguasa dalam Islam tidak sekadar pemimpin yang dipilih dalam kotak suara, penguasa adalah raa'in yakni pengurus kepentingan rakyat. Dalam pandangan Islam,  pemenuhan kebutuhan asasi yaitu sandang, pangan, kesehatan, pendidikan dan keamanan harus menjadi program prioritas pemerintah. Negera harus menjamin 6 kebutuhan pokok tersebut.

Untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut negara dalam Islam memiliki  sumber anggaran yang banyak dan beragam, yaitu fai, ghonimah, Anfal, kharaj, jizyah dan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya seperti tambang. Semua anggaran ini dikelola oleh Baitul Mal sesuai dengan kebijakan khalifah (kitab Nidzom al iqtishodi, syekh Taqiyuddin annabhani hal 530).

Demikianlah tugas dan tanggung jawab penguasa dalam Islam yaitu menjadi pemimpin yang mengayomi, mengurusi dan melayani semua kepentingan rakyat, tidak ada tujuan lain, dan mereka meyakini bahwa semuanya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat. Allahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Dewi Asiya
Aktivis Muslimah

0 Komentar