Demokrasi Terbukti Gagal Memberantas Korupsi, Layakkah Dipertahankan?
MutiaraUmat.com -- Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa tindak korupsi sudah sangat mengkhawatirkan. Beliau berkomitmen untuk memberantasnya. Menurut Beliau korupsi adalah akar kemunduran di semua sektor.
(Kumparan news, 14 Februari 2025)
Hal ini disampaikan dalam forum dunia World Governments summit 2025 yang dilakukan secara virtual, melalui tayangan video dari akun You Tube sekretariat Presiden yang disaksikan di Jakarta. (Antara, 14 Februari 2025)
Seluruh kebijakan yang ditetapkan seolah tidak bisa dilepaskan dari praktik korupsi. Semua presiden berkomitmen memberantas korupsi pada awal masa jabatannya, tapi dalam pelaksanaannya korupsi tetap merajalela, buktinya hingga detik ini korupsi menjadi budaya yang melekat dalam tubuh pemerintahan. Ada beberapa hal yang menjadikan korupsi tidak bisa dihentikan, di antaranya:
Pertama, sistem yang dianut dalam kehidupan saat ini adalah sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Kehidupan manusia jauh dari nilai-nilai agama, apapun yang dilakukan tidak berdasar pada halal dan haram, tidak takut dosa ketika melakukan penyimpangan. Terlebih lagi standard manusia berbuat hanyalah nilai manfaat, korupsi dipandang memberikan manfaat materi.
Demikian juga di kalangan masyarakat, sistem sekuler telah membentuk karakter individualisme masyarakat, menjadikan masyarakat acuh tak acuh dengan penyimpangan yang dilakukan oleh orang lain, tidak ada upaya untuk melaporkan ketika ada temannya yang korupsi.
Kedua, sistem politik demokrasi yang diterapkan di negeri ini. Bukan rahasia lagi, demokrasi berbiaya mahal melahirkan politik transaksional. Seseorang yang mau mencalonkan diri baik sebagai eksekutif atau legislatif butuh dana besar, biasanya dana ditopang para pemilik modal hingga menjadi penguasa, ketika sudah jadi penguasa mereka tunduk pada pemodal dan sibuk mengembalikan harta pemodal. Berbagai carapun dilakukan, ketika ada celah dilakukanlah korupsi pada program yang dibuatnya.
Ketiga, tidak ada sanksi koruptor yang menjerahkan, sistem sanksinya dibuat oleh manusia, mudah diganti sesuai kepentingan pembuat aturan. Oleh karena itu tidak bisa berharap pada sistem sekuler demokrasi untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya.
Satu-satunya sistem yang bisa memberantas korupsi hanya sistem Islam yang lahir dari Allah SWT, Dzat yang menciptakan manusia. Islam memiliki mekanisme pemberantasan korupsi sebagai berikut:
Pertama, akidah Islam menjadi landasan manusia dalam berbuat sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT, serta meyakini bahwa setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Hal ini menjadi garda terdepan dalam mencegah korupsi yaitu keimanan individu.
Kedua, dalam sistem Islam, motivasi menjadi penguasa dan pejabat hanyalah untuk mengabdi kepada Allah dan melayani rakyat.
Ketiga, sistem sanksi yang ditegakkan bisa memberikan efek jera pada para koruptor, yaitu sistem takzir yang didasarkan pada ijtihad khalifah atau qadhi sesuai dengan kadar pelanggarannya, mulai dari penyitaan harta koruptor, penjara, hingga hukuman mati jika menyebabkan bahaya bagi rakyat. Hal ini hanya bisa diterapkan dalam negara yang menerapkan Islam kaffah yaitu khilafah. Allahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Dewi Asiya
Aktivis Muslimah
0 Komentar