Tidak Ada Kehormatan Tanpa Sistem Islam
TintaSiyasi.id — Fenomena pemerkosaan atau pencabulan di negeri ini kian hari makin marak dan memprihatinkan. Bagaimana tidak, korbannya bukan hanya anak usia baligh, tetapi juga anak usia prabaligh yang masih tergolong usia dini. Pelakunya pun bisa dari orang asing, teman, tetangga, bahkan keluarga korban.
Kasusnya pun beragam, mulai dari skala ringan hingga berat, bahkan ada yang berujung pada kehamilan seperti yang terjadi di Kota Solo. Seorang remaja yang masih berstatus pelajar diketahui hamil oleh keluarganya usai dirudapaksa oleh pamannya yang berinisial Y (46), yang sudah memiliki istri dan dua orang anak.
Di lain tempat, Nusa Tenggara Barat, seorang penyandang disabilitas tunadaksa, Agus atau IWAS, diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap 15 korban (CNN Indonesia, 12 Desember 2024).
Namun, Ainuddin, selaku kuasa hukum Agus, mengatakan bahwa hal ini bukanlah pelecehan karena tidak ada unsur paksaan, alias atas dasar suka sama suka.
Banyak dari fenomena pemerkosaan dan pencabulan ini melibatkan anak-anak sebagai korban. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak (generasi penerus) di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Padahal, anak mempunyai payung perlindungan hukum yang dimuat dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu setiap anak berhak mendapat perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.
Hak seorang anak adalah hak asasi manusia yang seharusnya diakui serta dilindungi oleh hukum. Tetapi lemahnya penerapan sistem kapitalisme-sekulerisme sebagai asas pembuatan kebijakan negara tidak menjadikan para pelaku kejahatan ini jera.
Peran keluarga yang dianggap sebagai peran penting dalam mendidik anak pun semakin lemah. Peran keluarga yang berfungsi untuk mengarahkan dan membentuk pola pikir anak dengan cara menempatkan Islam sebagai pemimpin dalam berpikir dan menentukan standar baik buruk suatu perbuatan justru hilang.
Sudah sejak lama pemerintah melakukan berbagai tindakan antisipasi dan pencegahan untuk kasus pemerkosaan dan pencabulan. Berbagai upaya pendekatan diterbitkan untuk menangani kasus ini. Akan tetapi, hari ini kasus pemerkosaan dan pencabulan makin tak terkendali. Hal ini membuktikan bahwa sistem saat ini tak mampu menyelesaikan problematika umat hingga akarnya.
Berbeda dengan Islam, yang memiliki sanksi sepadan bagi para pelaku pelecehan dan rudapaksa. Tidak hanya itu, sistem Islam pun memiliki semua solusi untuk berbagai problematika umat saat ini dan yang akan datang. Hal ini disebabkan sistem Islam berlandaskan pada wahyu Allah SWT (Al-Qur’an dan Hadis) sebagai Al-Khaliq dan Al-Mudabbir, bukan berasaskan hawa nafsu manusia.
Islam juga memandang bahwa menjaga generasi bukan hanya tugas orang tua, tetapi juga membutuhkan peran masyarakat dan negara. Sistem Islam yang berasaskan akidah bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah akan melahirkan generasi yang memiliki akidah kokoh dan ketakwaan. Mereka merasa bahwa segala perbuatannya selalu diawasi oleh Allah SWT dan kelak ada pertanggungjawaban terhadap segala tindakan mereka.
Sistem pendidikan Islam yang dijalankan oleh negara akan membentuk karakter dan kepribadian anak. Masyarakat dalam sistem Islam juga memiliki tanggung jawab untuk saling menasihati, mengajak pada kebaikan, dan mencegah tindakan tercela. Dengan demikian, mereka tidak akan abai terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya. Sedangkan negara dalam Islam berperan sentral untuk menyaring segala tontonan yang berpengaruh terhadap pembentukan generasi.
Sistem inilah yang seharusnya kita perjuangkan, khususnya bagi para pemuda Islam sebagai penerus peradaban untuk berjuang melanjutkan kehidupan Islam, sehingga masalah individu, masyarakat, maupun negara semua diatur dengan syariat Islam yang akan melindungi harkat, kehormatan, dan nyawa manusia. Wallahu a‘lam bish-shawab.
Oleh: Rihadatul Aisy S.
Aktivis Muslimah
0 Komentar